Mohon tunggu...
Radfan Faisal
Radfan Faisal Mohon Tunggu... -

Wartawan, tinggal di Probolinggo

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sognare

17 Oktober 2016   18:44 Diperbarui: 17 Oktober 2016   19:01 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Apa gerangan maksud tawaran ini. Aku bukan politisi, bukan orang pandai. Ahhh, merasa pintar? bodohpun aku tak punya,” kataku.

Belum selesai aku melamunkan hal itu. Pak Bas, petinggi parpol lainnya memberikan alasan pemilihan diriku. 

“Kamu muda, sosok yang baru, bukan politisi. Itu alasan kami. Kamu tahu koalisi yang kami bangun selama ini susah untuk dipisahkan. Tapi dalam waktu yang sama, kami harus memilih calon yang tidak punya noda politik. Pilihan kami jatuh ke kamu. Memang ini sama saja dengan berjudi, tapi ini yang realistis,” katanya panjang lebar.

Dan setelah itu, mereka memintaku memberikan keputusan 1x24 jam. Gila!!! Aku lantas teringat pernyataan Devi dalam diskusi sebelumnya. Kenapa analisa Devi menyasar padaku. Alasan lain kemudian dikemukakan Pak Bas.

“Kamu aktivis sebelumnya. Tentu bukan hal baru bagimu, bagaimana cara mengorganisasi massa. Kamu tak perlu repot soal massa politik kami. Kamu cukup mengorganisasi pemilih pemula,” jelasnya.

Entah kenapa, aku seolah-olah terhiptonis. Tawaran utopis itu langsung aku terima. Tak menunggu sehari semalam bagi bocah ingusan sepertiku untuk menerima tawaran itu. Dan orang-orang yang berada dalam kamar itu tertawa terbahak-bahak mendengar keputusanku. Sampai-sampai ludah Pak Ong yang usianya sudah 60 tahun itu muncrat kemana-mana. 

“Aku suka anak muda yang cepat mengambil keputusan. Nanti malam kita langsung deklarasi,” katanya menutup pertemuan pagi itu.

****

Jarum jam menunjukkan pukul 10.00. Rasa kantukku tak kuhiraukan meski mata terasa berat. Aku membayangkan deklarasi malam nanti yang rencananya akan digelar besar-besaran. Mereka tampaknya sudah menyiapkan betul acara malam nanti. Seolah-olah mereka sudah yakin, bahwa aku akan mengiyakan pilihan terbodoh itu.

Usai matahari sepenggalah, aku coba berkomunikasi dengan teman-teman sesama jurnalis. Ternyata, mereka sudah tahu akan ada deklarasi dari 3 parpol tersebut. Namun, tak satupun yang tahu siapa calonnya. Bukan hanya calon walikota, namun wakil walikota pun mereka tak mendengar.

“Oh ya, kenapa aku tak menanyakan pasanganku yang diusung mereka. Bodohnya aku, lantas siapa yang akan dicalonkan bersamaku nanti malam?” aku berkata-kata sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun