Alamak!!! Didalam sudah ada 3 petinggi partai yang memang sudah lama berkoalisi. Ada empat orang lagi, namun aku tak begitu kenal dengan wajah mereka.
“Selamat datang Mas, maaf mengganggu tidurmu,” ujar Pak Ong menyalamiku.
Disusul yang lain yang kemudian menyilahkanku duduk. Sejumlah makanan dan minuman tertata di meja. Juga 3 bungkus rokok. Dua diantaranya adalah rokok yang sama dengan yang kuhisap pagi itu.
“Biar obrolan makin nikmat, sudah kami sediakan rokok sampeyan,” kata Pak Bachtiar, petinggi parpol lainnya seraya tertawa.
Aku tersenyum. Sejak kapan orang-orang ini memperhatikan rokok yang biasa kuhisap. Padahal, aku tak pernah merokok bersama mereka.
“Langsung saja Mas,” kata Pak Ong memulai pembicaraan serius pagi itu.
Kata demi kata, kalimat demi kalimat kuperhatikan dengan seksama. Mereka membicarakan posisi partainya yang tak menguntungkan dalam konstelasi politik saat ini. Seperti yang kubicarakan dengan teman-teman malam sebelumnya. Kasus hukum yang mendera elit politik partai itu, termasuk walikota dan wakil walikota yang mereka usung.
Hingga kalimat mengagetkan keluar dari mulut Pak Ong.
“Kami butuh anda. Anda kami calonkan sebagai walikota kami,” katanya.
Mak jendaarrr!!!! Tak ada hujan saat itu, meski cuaca Agustus-Oktober sebagai siklus musim hujan memang terjadi saat itu. Bagai petir, pernyataan itu membuatku hampir terkencing-kencing.
Betapa tidak. Aku yang baru berusia 29 tahun pada Oktober lalu, harus dihadapkan pada pilihan yang tidak kupikirkan sebelumnya.