****
Dering ponselku berbunyi. Siapa kiranya ada orang yang menelepon pagi-pagi buta ini. Kulihat jam dinding sisa kuliah dulu. Jam menunjukkan pukul 02.30 dinihari.
“Nomor baru, biarlah...” aku memutuskan tak mengangkat telepon itu. Namun, nomor yang sama berkali-kali menghubungiku. Satu jam kemudian, aku terbangun. Sudah 11 kali nomor yang sama menelepon.
Karena penasaran, aku hubungi nomor tersebut. Sekali dua kali, tak ada respons. Panggilan ketiga mau berakhir, seseorang di ujung telepon mengucapkan salam.
“Halo, Perdana?” kata seseorang itu.
Dari suaranya, aku kenal betul. Tapi, buat apa dia pakai nomor baru untuk menghubungiku. Aku iyakan perkataannya. Dan benar saja. Seseorang itu ketua parpol penguasa.
“Kamu dimana? Bisa ketemu malam ini?” tanyanya.
Haladalah!!! Ngapain pula dia minta bertemu pagi-pagi buta.
“Malam? Dia pikir sekarang malam? Bukankah ini sudah pagi, dinihari, dan waktunya orang tidur,” kataku dalam hati.
Tapi aku menyanggupi ajakan bertemu pagi itu. Mungkin aku akan dapat informasi bagus, mendahului wartawan media yang jadi kompetitor tempatku bekerja. Sang ketua partai, sebut saja Pak Ong, mengajakku bertemu di sebuah hotel di bilangan kota.
Kupacu motorku menembus dinginnya udara dingin pagi itu. Kamar nomor 252. Aku segera mencari kamar yang ternyata berada di lorong paling ujung. Kuketuk kamar dengan nomor yang sama. Keluarlah salah seorang sopir politisi yang kukenal sebagai anggota DPRD itu.