Mohon tunggu...
Radfan Faisal
Radfan Faisal Mohon Tunggu... -

Wartawan, tinggal di Probolinggo

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sognare

17 Oktober 2016   18:44 Diperbarui: 17 Oktober 2016   19:01 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku tutup perbincangan malam itu dengan menenggak habis air mineral yang dibelikan teman. Malam-malam mendekati pilkada memang terasa berat. Tak hanya tim sukses yang harus begadang siang malam untuk memaksimalkan potensi suara yang didapat. Tapi juga jurnalis seperti kami. Bukan, bukan untuk ikut menjadi tim sukses bayangan. Melainkan jadi spionase untuk kepentingan pemberitaan.

Dan malam itu, diskusi kami antar jurnalis seputar belum adanya calon bagi partai penguasa. Ya, hingga masa pendaftaran calon dibuka, parpol peraih kursi terbanyak di DPRD itu tak kunjung mengumumkan calon.

Jangankan calon walikota, nama-nama yang masuk radar pun tak berseliweran. Tentu ini aneh. Karena biasanya, sejumlah nama pasti muncul bergentayangan bak cawan di musim hujan. Apalagi ini dari kubu parpol penguasa.

“Mungkin ini imbas kasus hukum yang melilit sejumlah politisinya,” kata Samsul, teman dari jurnalis media online. 

Pendapat itu tak sepenuhnya salah. Sebab, pemerintahan saat ini banyak dihujat. Itu membuat tingkat kepercayaan masyarakat pada sosok wali kota dan wakilnya menurun drastis.

Dan kondisi seperti ini dimanfaatkan betul oleh partai lainnya. Tak hanya negative campigne yang dilakukan untuk menjatuhkan posisi petahana. Bahkan sudah menjurus ke black campigne.

“Yang penting kita harus mem-filter informasi yang masuk. Jangan sampai media ditunggangi kelompok-kelompok tertentu untuk menjatuhkan calon,” timpal Devi, salah satu wartawan media cetak. 

“Kalau partai penguasa ingin menang, mereka harus mencari sosok baru. Sosok yang bukan politisi dan bisa menjaring pemilih pemula, itu penting,” imbuhnya kemudian.

Kalimat Devi itu terus terngiang di telingaku. “Calon baru, bukan politisi, dan bisa menjaring pemiluh pemula,” gumamku. 

“Hmmm, anak ini meskipun baru menjalani profesi ini, tapi analisanya boleh juga,”. 

Sejak lama aku menaruh perhatian lebih padanya. Muda, cantik, dan pintar. Namanya mengingatkanku pad Sri Devi, artis India yang melegenda itu. Malam itu, aku teringat betul akan Devi. Bukan hanya pernyataannya, tapi jua parasnya. Pembicaraan diakhiri soal kampanye negatif dan kampanye hitam. Aku lelah. Kupacu motor kredit macet yang kupunya. Serasa ingin segera sampai dirumah dan merebahkan tubuh ini diranjang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun