Sejak 2017 saya mulai aktif menekuni profesi advokat. Dunia aktivis dan politik ditinggalkan. Untuk memburu para koruptor Republik Indonesia kita percayakan kepada aktivis antikorupsi yang muda, punya semangat dan stamina besar. Kita percayakan "perburuan koruptor di kebun binatang" kepada mereka. Saya sebut berburu di kebun binatang dikarenakan sejatinya untuk menangkap koruptor itu sangat mudah di Indonesia. Â Mereka bertebaran di mana-mana, luar biasa banyak dan kasat mata.
Sejak menjalani profesi advokat saya kembali dipaksa menghadapi para penjahat. Kali ini penjahatnya adalah mafia peradilan: oknum hakim, oknum panitera, oknum staf hingga Ketua Pengadilan.
Perang melawan mafia peradilan menghasilkan adrenalin dan kenikmatan tersendiri. Perang yang unik. Strategi dalam perang melawan mafia peradilan beda dengan koruptor biasa. Mafia peradilan ini bersembunyi dan berlindung di balik tembok besar yang bernama Pengadilan. Apabila ditarik ke atas, ujungnya ada di Mahkamah Agung.Â
Siapa saja hakim agung dan pimpinan MA dapat terlibat atau menjadi God Father Mafia Peradilan Indonesia. Di sinilah seninya: Bagaimana saya dapat mengalahkan mafia peradilan yang juga disebut sebagai penguasa benteng hukum dan keadilan. Selama topeng keagungan mereka terpasang dan bukti kuat belum tersedia, sulit menyeret mereka para mafia peradilan ke penjara. Topeng mereka harus dilepas, bukti kuat harus dikumpulkan. Perjuangan terasa lebih berat karena Komisi Yudisial dan KPK kita tidak berfungsi maksimal.
Mungkin kita harus menunggu penggantian rezim untuk dapat menumpas mafia peradilan Indonesia.Â
Untuk sementara kita nikmati saja pemeriksaan MH oknum Sekteratis MA RI yang sudah ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh KPK.
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI