Mohon tunggu...
Raden Nuh SH
Raden Nuh SH Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat, Senior Patner RDA Law Office & Rekan

Hidup untuk berjuang membela rakyat miskin, orang tertindas, memperjuangkan kebenaran dan keadilan untuk kemakmuran, kesejahteraan dan kebahagian semua orang. Kebahagian terbesarku adalah menyaksikan semua orang merasa aman, senang dan bahagia, di mana parasit bangsa dan negara tidak mendapat tempat di mana pun di Indonesia. ..... Merdekaa !!!

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Keliru Copot Kadis Gubernur Sumut Terancam Hukuman Disiplin Berat

3 Juni 2023   12:48 Diperbarui: 3 Juni 2023   13:06 523
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Setpemprov Sumatera Utara

 

Beda ORBA (Orde Baru) beda pula era reformasi. Di masa Pak Harto memimpin negara seluruh pejabat pemimpin lembaga negara, pemimpin pemerintahan baik kepala instansi pemerintah pusat seperti menteri, kepala badan mau pun pemimpin daerah seperti gubernur, bupati atau wali kota tidak bisa seenaknya memecat, mencopot atau membebas tugaskan seorang pejabat bawahannya. Meski pun undang-undang dan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pegawai negeri sipil (PNS) -- sekarang telah diubah sebutannya jadi aparatur sipil negara (ASN) di era Suharto lebih sedikit dibanding era Jokowi akan tetapi para pejabat pemimpin lembaga negara dan instansi pemerintah taat asas dan patuh menjalankan ketentuan undang-undang dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Di masa ORBA tidak pernah terdengar seorang menteri, gubernur, bupati atau wali kota menerbitkan surat keputusan tentang pemberhentian atau pembebasan tugas dari jabatan seorang pejabat bawahannya yang kemudian diketahui surat keputusan itu dibuat asal-asalan tidak sesuai tata cara yang diatur dan ditentukan dalam undang-undang yang mengakibatkan surat keputusan menjadi cacat hukum atau batal demi hukum, seperti yang sekarang di era reformasi banyak terjadi di antaranya yang terakhir mencuat jadi isu publik adalah Keputusan Gubernur Sumatera Utara tentang Pembebasan Tugas dari Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Pratama Ir. Bambang Pardede M.Eng Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (Kadis PUPR) Sumatera Utara.

Keputusan Gubernur Sumut Cacat Yuridis Formil 

Sebagai pemimpin tertinggi pemerintah provinsi, seorang gubernur dalam menjalankan tugasnya didukung oleh perangkat pemerintahan yang lengkap guna memastikan efektivitas kepemimpinannya dan menghindari terjadi kesalahan terutama yang berkaitan dengan kewenangan dan hukum. Tidak boleh ada sedikit pun ruang dan peluang untuk berbuat salah, melampaui kewenangan, melanggar hukum atau cacat dalam setiap kebijakan atau produk hukum yang diterbitkannya.

Diskresi atau kebijakan khusus yang diputuskan seorang gubernur pun harus jelas dasar hukumnya agar dikemudian hari tidak jadi beban yang dapat dipergunakan sebagai dasar bagi aparat hukum menjadikan gubernur tersebut sebagai tersangka korupsi.

Singkatnya, seorang gubernur (juga bupati dan wali kota) tidak boleh buat salah khususnya dalam menerbitkan suatu surat keputusan atau sejenisnya (peraturan, instruksi, surat edaran) karena ada pintu penjara yang siap menunggu gubernur tersebut dijebloskan ke dalamnya, sebagaimana terdapat dalam Keputusan Gubernur Sumatera Utara No. 100.3.3.1/2344/V/2023 tanggal 17 Mei 2023 Tentang Pembebasan Tugas dari Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Pratama Ir. Bambang Pardede M.Eng Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (Kadis PUPR) Sumatera Utara.

Gubernur  Sumut Tidak Paham Makna Diktum dalam Keputusan

Keputusan GUBSU No. 100.3.3.1/2344/V/2023 tanggal 17 Mei 2023 jelas dan nyata dibuat tidak sesuai ketentuan undang-undang di dalamnya terdapat banyak kesalahan. Mulai dari titel atau judul keputusan gubernur hingga diktum "menetapkan" yang terdapat dalam keputusan gubernur.

Tidak perlu harus seorang pakar hukum untuk mengetahui banyak cacat yuris formal terdapat dalam keputusan gubernur tersebut, orang awam yang membaca keputusan gubernur pasti langsung menemukan cacat formil yang terdapat dalam surat keputusan.

Lihat saja  judul atau titel Keputusan Gubernur Sumatera Utara No. 100.3.3.1/2344/V/2023 tanggal 17 Mei 2023 tercantum: "Tentang Pembebasan Dari Tugas dan Jabatan JPT (Jabatan Tinggi Pratama)", sedangkan sedikit di bawah judul Keputusan yakni pada diktum "MENIMBANG" tercantum: " ...Tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil yang namanya tercantum dalam lampiran ..."

Dari judul/ titel Keputusan GUBSU sedikitnya terdapat tiga kesalahan mendasar: a) Uraian dalam Judul keputusan TIDAK LENGKAP sebagaimana diatur oleh undang-undang dan peraturan perundang-undangan, b) Uraian dalam diktum 'menimbang' berbeda atau tidak sinkron dengan uraian judul keputusan dan c) Uraian dalam diktum 'menimbang' tidak sesuai aturan undang-undang dan peraturan perundang-undangan.

Mengenai tata cara, format, redaksi/narasi dalam suatu keputusan terkait hukuman disiplin ASN (d/h PNS) telah ada aturannya. Semua di atur dalam UU Tentang ASN, Peraturan Pemerintah Tentang ASN, Peraturan Pemerintah Tentang Hukuman Disiplin ASN, Peraturan Menteri PAN RB dan Peraturan Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang bersangkutan serta Surat Edaran Menteri PAN RB, tidak boleh diabaikan apalagi dilanggar oleh Gubernur, Bupati dan Wali Kota, sebagaimana terjadi dalam penerbitan Keputusan Gubernur Sumatera Utara No. 100.3.3.1/2344/V/2023 tanggal 17 Mei 2023 Tentang Pembebasan Dari Tugas dan Jabatan JPT (Jabatan Tinggi Pratama) Kepala Dinas PUPR.

Jika disimak baik-baik, judul / titel keputusan yang tercantum dalam Keputusan GUBSU a quo adalah judul yang tidak lengkap sebagaimana telah diatur undang-undang, yaitu dalam hal diterbitkannya suatu keputusan tentang pembebasan dari tugas jabatan (JPT) harus disertai frasa "SEMENTARA", yang dilakukan dengan frasa "MENJADI PELAKSANA TUGAS ..." sebagaimana ketentuan dalam UU ASN dan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Hukuman Disiplin ASN yang mengatur bahwa dalam hal ASN dikenakan hukuman disiplin yang terkait evaluasi hasil kinerja ASN berupa hukuman disiplin "Pembebasan Dari Tugas Jabatan Sementara Menjadi Pelaksana Tugas", terhadap ASN yang bersangkutan diberi kesempatan selama 6 (enam) bulan untuk memperbaiki / meningkatkan kinerjanya. Tidak dibenarkan ASN yang bersangkutan langsung diberhentikan dari ASN.

Staf Buat Kesalahan Gubernur Terancam Hukuman

Temuan pelanggaran terhadap undang-undang (UU) dan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana terjadi dalam penerbitan Keputusan Gubernur SUMUT di atas menimbulkan konsekuensi hukum bagi GUBSU selaku pembuat keputusan sesuai ketentuan dalam UU ASN dan PP Hukuman Disiplin, bahwa pelanggaran yang dilakukan GUBSU dalam penerbitan Keputusan Gubernur tersebut dapat dikategorikan suatu pelanggaran disiplin berat oleh gubernur,

Di samping itu, dikarenakan terdapat cacat yuris formil dalam Keputusan GUBSU a quo mengakibatkan Keputusan Gubernur tidak sah dan batal demi hukum oleh karenanya menurut hukum Keputusan Gubernur tersebut dianggap tidak pernah ada sejak kelahirannya.

Semakin lama dibaca, makin banyak ditemukan kesalahan, di antaranya kesalahan dalam diktum "MENIMBANG" dalam suatu keputusan gubernur yang harus mencantumkan dasar pertimbangan gubernur dalam pembuatan Keputusan, sebut saja misalnya hasil evaluasi kinerja, rekomendasi tim penilai, surat peringatan, dan seterusnya. Tidak dibenarkan dalam diktum "menimbang" hanya mencantumkan "Demi kepentingan dinas ..." (Vide Surat Kepala BKN Tahun 2010).

Kesimpulannya adalah Keputusan Gubernur Sumatera Utara No. 100.3.3.1/2344/V/2023 tanggal 17 Mei 2023 Tentang Pembebasan Dari Tugas dan Jabatan JPT (Jabatan Tinggi Pratama) Kepala Dinas PUPR, TIDAK DITEMUKAN  dasar pembuatan keputusan yang merupakan syarat formal yang harus ada dalam suatu Keputusan.

Kesalahan berikutnya ditemukan pada diktum "MENGINGAT" dalam  Keputusan Gubernur tersebut. Uraian diktumnya harus mencantumkan undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri, dan peraturan perundang-undangan yang TERKAIT dan yang BERSANGKUTAN dengan judul dan substansi Keputusan Gubernur. 

Dalam Keputusan Gubernur Keputusan Gubernur Sumatera Utara No. 100.3.3.1/2344/V/2023 tanggal 17 Mei 2023 Tentang Pembebasan Dari Tugas dan Jabatan JPT (Jabatan Tinggi Pratama) Kepala Dinas PUPR, uraian yang terdapat dalam Diktum "Mengingat", yang tercantum dan yang diuraikan adalah UU, PP dan lainnya yang TIDAK RELEVAN dan tidak dapat dipergunakan sebagai dasar hukum dalam pembuatan Keputusan Gubernur oleh karenanya cacat hukum dan batal demi hukum.

Terakhir ditemukan pula pelanggaran dalam tata cara dan prosedur penerbitan Keputusan Gubernur. Dalam suatu Keputusan Gubernur yang terbukti mengandung cacat yuridis formal -- tanpa harus diteliti lebih jauh, telah dapat dipastikan terjadi pelanggaran dalam prosedur dan tata cara penerbitannya. 

Mengenai banyak temuan cacat hukum dalam Keputusan  Gubernur Keputusan Gubernur Sumatera Utara No. 100.3.3.1/2344/V/2023 tanggal 17 Mei 2023 Tentang Pembebasan Dari Tugas dan Jabatan JPT (Jabatan Tinggi Pratama) Kepala Dinas PUPR, telah sepatutnya timbul pertanyaan mendasar kepada Gubernur Sumut;

  • Bagaimana kesalahan fatal dan pelanggaran ini dapat terjadi?
  • Apa yang terjadi pada Biro Hukum Pemprov Sumut?
  • Mengapa GUBSU dijerumuskan ke dalam bahaya dengan meloloskan suatu produk hukum yang di dalamnya terdapat banyak kekeliruan dan pelanggaran yang dapat mengakibatkan GUBSU terkena sanksi hukum disiplin berat?
  • Apakah GUBSU menyadari kesalahan dan pelanggaran ini?
  • Bagaimana mengatasi masalah serius ini secepatnya dengan tidak menimbulkan masalah baru?
  • Bagaimana memastikan kesalahan yang sama tidak terulang kembali?

Kiat Gubernur Cegah Kesalahan Sama Terulang

Untuk mencegah timbul masalah baru yang terkait dengan penerbitan  Keputusan Gubernur Sumatera Utara No. 100.3.3.1/2344/V/2023 tanggal 17 Mei 2023 Tentang Pembebasan Dari Tugas dan Jabatan JPT (Jabatan Tinggi Pratama) Kepala Dinas PUPR, yang telah jelas dan nyata merupakan suatu produk hukum yang mengandung cacat hukum dan batal demi hukum, GUBSU harus segera mencabut Keputusannya.

Lalu bagaimana kalau GUBSU memutuskan tetap hendak mengganti Kadis PUPR, silahkan saja, akan tetapi lakukanlah secara benar sesuai ketentuan dan penuhi seluruh prosedur dan tata cara yang telah ditetapkan undang-undang.

Satu hal yang tidak boleh dilupakan GUBSU adalah ia harus meminta penjelasan para staf, Biro Hukum, Biro Kepegawaian (BKD) dan khususnya Sekretaris Provinsi yang terlibat dan bertanggung jawab dalam pembuatan Keputusan Gubernur yang keliru yang mengakibatkan GUBSU dapat diancam penjatuhan sanksi disiplin berat atas pelanggaran-pelanggaran UU yang terdapat dalam Keputusan Gubernur Sumatera Utara No. 100.3.3.1/2344/V/2023 tanggal 17 Mei 2023 Tentang Pembebasan Dari Tugas dan Jabatan JPT (Jabatan Tinggi Pratama) Kepala Dinas PUPR;

Selanjutnya guna memastikan kekeliruan seperti ini terulang kembali, GUBSU segera merealisasikan penunjukan  Analis Hukum Gubernur sebagaimana ketentuan dalam Pasal 53 Ayat (2) huruf a. Peraturan Menteri PAN-RB Nomor 51 Tahun 2020 dan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 16 Tahun 2022 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Analis Hukum yang ditetapkan pada 24 Agustus 2022 dan diundangkan dalam Berita Negara RI Tahun 2022 Nomor 818, Peraturan Menteri PAN RB Nomor 38 Tahun 2017 tentang Standar Kompetensi Jabatan Aparatur Sipil Negara; Peraturan Menteri PAN-RB Nomor 51 Tahun 2020 tentang Jabatan Fungsional Analis Hukum; Peraturan Menteri PAN-RB Nomor 17 Tahun 2021, dan seterusnya. Gitu aja kok repot ?!

Jakarta, 2 Juni 2023

Raden Nuh SH., SE., S.IP.  MH., AAAIK., CFCC (Forensic). 

Advokat/Pemerhati Hukum, Politik & Pemerintahan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun