Mohon tunggu...
Raden
Raden Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Teknik Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Minat yang tinggi untuk mendalami Ilmu yang berkaitan dengan pantai dan lepas pantai

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Garam dan Pengaruhnya terhadap Lautan Serta Perairan di Muka Bumi

6 Oktober 2024   18:42 Diperbarui: 6 Oktober 2024   18:57 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Garam dan Pengaruhnya Terhadap Lautan serta Perairan di Muka Bumi: Perspektif Teknik Kelautan

Garam merupakan komponen penting dalam ekosistem laut dan perairan di seluruh dunia. Senyawa kimia yang umumnya terdiri dari natrium klorida (NaCl) ini memiliki dampak yang luas terhadap kondisi fisik, kimia, dan biologi air laut. Dari aspek teknik kelautan, garam memainkan peran penting dalam berbagai dinamika yang memengaruhi perencanaan, desain, dan operasi infrastruktur serta teknologi yang digunakan di lingkungan maritim.

Selain menjadi salah satu komponen utama dalam air laut, konsentrasi garam (salinitas) juga mempengaruhi berbagai proses penting dalam siklus hidrologi global, perubahan iklim, serta keseimbangan ekosistem laut dan pesisir. Dengan perubahan iklim yang semakin meningkat, topik garam menjadi semakin relevan, karena perubahan suhu global berdampak pada tingkat salinitas di laut, yang pada gilirannya mempengaruhi kondisi perairan dan kehidupan yang bergantung padanya.

Artikel ini akan mengupas secara mendalam pengaruh garam terhadap lautan dan perairan di muka bumi, serta kaitannya dengan bidang teknik kelautan. Dalam artikel ini, kita akan melihat bagaimana salinitas memengaruhi sirkulasi air laut, ekosistem, desain infrastruktur maritim, energi laut, serta pengelolaan sumber daya air. Dengan demikian, artikel ini akan memberikan wawasan penting bagi para mahasiswa teknik kelautan, praktisi, dan peneliti di bidang terkait.

Komposisi Garam di Lautan

Air laut merupakan larutan kompleks yang terdiri dari berbagai jenis garam. Natrium klorida (NaCl) adalah komponen utama, namun air laut juga mengandung ion-ion lain seperti magnesium (Mg), kalsium (Ca), dan kalium (K), yang semuanya berkontribusi terhadap salinitas total. Konsentrasi garam di lautan rata-rata sekitar 35 ppt (part per thousand), atau 3,5% dari berat air laut.

Proses pelarutan batuan dari daratan yang terbawa oleh aliran sungai ke laut adalah salah satu sumber utama garam. Selain itu, aktivitas vulkanik bawah laut dan proses hidrotermal juga memberikan kontribusi terhadap kandungan garam dalam air laut. Dalam jangka waktu jutaan tahun, pengaruh proses-proses ini telah menghasilkan air laut dengan kandungan garam yang konsisten di seluruh dunia.

Namun, meskipun salinitas air laut secara umum konstan, variasi lokal terjadi akibat faktor-faktor seperti penguapan, curah hujan, dan aliran air tawar dari sungai. Misalnya, lautan di daerah subtropis memiliki salinitas yang lebih tinggi karena penguapan yang tinggi, sementara di daerah dengan curah hujan tinggi atau dengan aliran sungai yang signifikan, seperti di wilayah pesisir, salinitas cenderung lebih rendah.

Pengaruh Garam Terhadap Sifat Fisik Air Laut

Salinitas memiliki dampak langsung pada sifat fisik air laut, terutama densitas atau kerapatan air. Air dengan salinitas yang lebih tinggi memiliki kerapatan yang lebih besar dibandingkan dengan air tawar. Ini penting dalam konteks dinamika laut, karena kerapatan mempengaruhi pergerakan air, baik secara horizontal maupun vertikal, yang kemudian berdampak pada sirkulasi laut global.

1. Densitas dan Sirkulasi Termohalin

Sirkulasi termohalin adalah gerakan massa air yang didorong oleh perbedaan densitas, yang dihasilkan dari variasi suhu dan salinitas. Sirkulasi ini berperan penting dalam distribusi panas di seluruh dunia, yang pada gilirannya mempengaruhi iklim global. Di daerah kutub, air yang dingin dan kaya garam tenggelam ke dasar laut, membentuk arus bawah laut yang kuat yang bergerak menuju wilayah tropis. Proses ini dikenal sebagai "sabuk penghantar global" (global conveyor belt), sebuah sistem arus laut yang membawa panas dari daerah tropis ke daerah kutub dan sebaliknya.

Perubahan dalam salinitas, misalnya karena mencairnya es di kutub akibat pemanasan global, dapat mengganggu sistem ini. Ketika es mencair, air tawar dilepaskan ke laut, mengurangi salinitas di sekitar kutub. Penurunan salinitas ini mengurangi densitas air, sehingga memperlambat sirkulasi termohalin. Gangguan ini dapat menyebabkan perubahan iklim yang signifikan, termasuk pendinginan di Eropa Utara dan perubahan pola hujan di berbagai wilayah di dunia.

2. Pengaruh Salinitas Terhadap Titik Beku Air Laut

Salah satu sifat penting yang dipengaruhi oleh salinitas adalah titik beku air laut. Air tawar membeku pada suhu 0C, namun air laut, karena kandungan garamnya, membeku pada suhu yang lebih rendah, sekitar -2C. Ini berarti bahwa di daerah kutub, air laut dapat tetap cair pada suhu di bawah titik beku air tawar. Hal ini penting dalam proses pembentukan es laut dan siklus tahunan lapisan es di kutub.

Perubahan salinitas juga dapat mempengaruhi ketebalan dan luas es laut. Ketika salinitas meningkat, es laut yang terbentuk menjadi lebih tipis dan lebih rapuh. Sebaliknya, penurunan salinitas dapat menyebabkan pembentukan es yang lebih tebal dan lebih luas. Fenomena ini penting dalam konteks perubahan iklim, karena lapisan es laut mempengaruhi albedo (kemampuan permukaan untuk memantulkan sinar matahari), yang pada gilirannya mempengaruhi pemanasan global.

Pengaruh Garam Terhadap Kehidupan Laut

Salinitas merupakan faktor kunci yang mempengaruhi distribusi dan keberlanjutan kehidupan di lautan. Sebagian besar organisme laut, dari plankton hingga mamalia besar seperti paus, telah beradaptasi dengan kondisi salinitas tertentu. Perubahan salinitas dapat berdampak besar pada osmoregulasi, yaitu proses biologis di mana organisme mengatur keseimbangan air dan ion di dalam tubuh mereka.

1. Adaptasi Organisme Laut Terhadap Salinitas

Organisme laut diklasifikasikan berdasarkan kemampuan mereka untuk bertahan di lingkungan dengan salinitas yang bervariasi. Organisme stenohalin hanya mampu bertahan pada kisaran salinitas yang sempit, sedangkan organisme euryhalin dapat bertahan di lingkungan dengan fluktuasi salinitas yang lebih besar. Misalnya, ikan laut seperti hiu dan tuna adalah contoh organisme stenohalin yang membutuhkan salinitas konstan untuk bertahan hidup. Di sisi lain, spesies seperti salmon dan belut adalah euryhalin, yang mampu bermigrasi antara air tawar dan air laut selama siklus hidupnya.

Dalam ekosistem estuari, di mana air tawar bertemu dengan air laut, terdapat variasi salinitas yang sangat besar. Organisme yang hidup di daerah ini, seperti moluska dan krustasea, memiliki kemampuan adaptasi yang unik untuk bertahan hidup di lingkungan dengan fluktuasi salinitas yang tinggi. Namun, perubahan salinitas yang disebabkan oleh aktivitas manusia, seperti pembuangan limbah atau pengalihan aliran sungai, dapat mengganggu keseimbangan ekosistem ini dan mengancam keberlanjutan spesies yang ada.

 2. Dampak Perubahan Salinitas Terhadap Jaringan Makanan Laut

Perubahan salinitas juga berdampak pada jaringan makanan laut. Plankton, yang merupakan dasar dari rantai makanan laut, sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan, termasuk salinitas. Penurunan atau peningkatan salinitas dapat mempengaruhi distribusi dan kelimpahan plankton, yang pada gilirannya berdampak pada populasi ikan dan predator lainnya di lautan. Dengan kata lain, perubahan kecil dalam salinitas dapat menyebabkan efek berantai yang mempengaruhi seluruh ekosistem laut.

Pengaruh Garam Terhadap Siklus Hidrologi Global

Siklus hidrologi, yaitu pergerakan air di bumi melalui penguapan, kondensasi, dan presipitasi, juga dipengaruhi oleh konsentrasi garam di lautan. Ketika air laut menguap, garam tertinggal di belakang, menghasilkan uap air yang bersifat tawar. Uap air ini kemudian berkondensasi menjadi awan dan jatuh kembali ke bumi sebagai hujan atau salju. Proses ini penting dalam menjaga keseimbangan air tawar di daratan.

Namun, salinitas yang tinggi dapat mempengaruhi laju penguapan. Di wilayah dengan tingkat salinitas yang tinggi, seperti Laut Merah atau Danau Garam Besar, penguapan terjadi lebih lambat dibandingkan di wilayah dengan salinitas yang lebih rendah. Selain itu, peningkatan suhu akibat pemanasan global juga dapat mempercepat penguapan di beberapa wilayah, mengakibatkan peningkatan salinitas di perairan tertentu.

Dampak Aktivitas Manusia Terhadap Garam di Lautan

Kegiatan manusia telah memberikan dampak besar terhadap tingkat salinitas di beberapa wilayah laut dan perairan. Salah satu contoh adalah pembuangan limbah industri dan domestik, yang dapat meningkatkan atau menurunkan salinitas di perairan pesisir. Selain itu, pembangunan bendungan dan pengalihan aliran sungai juga mempengaruhi salinitas di estuari dan daerah pesisir.

Pemanasan global, yang sebagian besar disebabkan oleh aktivitas manusia, juga mempengaruhi salinitas lautan. Ketika lapisan es mencair di kutub, air tawar yang dilepaskan ke laut mengurangi salinitas di beberapa wilayah. Sebaliknya, di daerah lain seperti Laut Merah dan Teluk Persia, peningkatan suhu menyebabkan peningkatan penguapan, yang meningkatkan salinitas air laut.

Aktivitas desalinasi, atau penghilangan garam dari air laut untuk menghasilkan air tawar, juga berdampak pada lingkungan laut. Pabrik desalinasi sering kali membuang air asin yang sangat pekat (brine) kembali ke laut, yang dapat meningkatkan salinitas lokal dan berdampak negatif pada ekosistem laut di sekitarnya.

Garam dalam Perspektif Teknik Kelautan

Dalam bidang teknik kelautan, pemahaman tentang salinitas dan pengaruhnya pada sifat fisik air laut sangat penting dalam desain, pengoperasian, dan pemeliharaan infrastruktur maritim. Berikut adalah beberapa contoh bagaimana garam dan salinitas berperan dalam berbagai aspek teknik kelautan:

 1. Desain Struktur Maritim dan Korosi

Salah satu tantangan terbesar dalam konstruksi infrastruktur kelautan adalah korosi, yaitu kerusakan logam yang disebabkan oleh reaksi kimia dengan lingkungan, termasuk garam. Salinitas yang tinggi mempercepat laju korosi pada logam, yang merupakan masalah serius dalam struktur maritim seperti pelabuhan, jembatan, dan anjungan minyak lepas pantai.

Untuk mengatasi masalah ini, insinyur sering kali menggunakan material khusus yang tahan korosi, seperti baja tahan karat, atau melapisi logam dengan bahan pelindung seperti cat anti-karat. Selain itu, teknik proteksi katodik juga sering digunakan untuk melindungi struktur maritim dari korosi. Proteksi katodik melibatkan penggunaan elektroda yang lebih reaktif dari bahan struktur untuk mengorbankan dirinya sendiri, sehingga melindungi logam utama dari kerusakan.

2. Pembangkit Energi Laut

Sistem pembangkit energi laut, termasuk pembangkit listrik tenaga ombak, arus, dan pasang surut, sangat dipengaruhi oleh salinitas air laut. Densitas air laut, yang dipengaruhi oleh salinitas, mempengaruhi efisiensi turbin dan generator yang digunakan dalam pembangkit energi laut. Air dengan salinitas yang lebih tinggi memiliki kerapatan yang lebih tinggi, yang dapat meningkatkan daya yang dihasilkan oleh turbin arus laut atau gelombang.

Namun, perubahan salinitas juga dapat menimbulkan tantangan dalam pengoperasian pembangkit energi laut. Misalnya, fluktuasi salinitas dapat memengaruhi kinerja peralatan, sehingga memerlukan desain yang mampu mengatasi variasi ini. Selain itu, sistem pembangkit energi laut harus dirancang untuk bertahan terhadap korosi yang dipercepat oleh salinitas tinggi.

3. Desalinasi dan Pengelolaan Sumber Daya Air

Dalam beberapa dekade terakhir, teknologi desalinasi telah menjadi semakin penting dalam pengelolaan sumber daya air, terutama di daerah yang mengalami kelangkaan air tawar. Proses desalinasi melibatkan pemisahan garam dari air laut untuk menghasilkan air tawar yang dapat digunakan untuk keperluan manusia, industri, dan pertanian.

Ada beberapa metode desalinasi yang umum digunakan, termasuk distilasi termal dan reverse osmosis (osmosis balik). Dalam reverse osmosis, air laut ditekan melalui membran semipermeabel yang memisahkan garam dari air. Proses ini sangat memerlukan energi dan teknologi canggih untuk menjaga efisiensinya, serta memerlukan manajemen yang tepat terhadap air asin yang dihasilkan.

Desalinasi memberikan solusi potensial untuk masalah air di daerah kering atau padat penduduk, namun juga memiliki dampak lingkungan. Air asin pekat yang dihasilkan dari proses desalinasi, jika dibuang ke laut, dapat meningkatkan salinitas lokal dan mengancam ekosistem pesisir. Oleh karena itu, dalam teknik kelautan, penting untuk mempertimbangkan dampak lingkungan dari proyek desalinasi dan mengembangkan teknologi yang lebih ramah lingkungan.

 4. Desain dan Pemeliharaan Pipa Bawah Laut

Pipa bawah laut yang digunakan untuk mengangkut minyak, gas, atau air juga sangat dipengaruhi oleh salinitas air laut. Pipa yang berada di bawah laut rentan terhadap korosi, terutama di daerah dengan tingkat salinitas tinggi. Oleh karena itu, material yang tahan korosi harus dipilih dengan hati-hati, dan sistem proteksi katodik sering kali digunakan untuk melindungi pipa bawah laut dari kerusakan.

Selain itu, salinitas air laut juga mempengaruhi pemilihan material dan desain untuk kabel bawah laut yang digunakan dalam komunikasi dan transmisi energi. Kabel-kabel ini harus dirancang untuk bertahan dalam kondisi air laut yang korosif, serta perubahan suhu dan tekanan yang ekstrem.

Garam memainkan peran yang sangat penting dalam dinamika lautan dan perairan di seluruh dunia. Salinitas air laut memengaruhi berbagai proses fisik, kimia, dan biologis yang mendukung kehidupan di lautan serta siklus hidrologi global. Bagi bidang teknik kelautan, pemahaman mendalam tentang salinitas dan pengaruhnya terhadap air laut adalah kunci untuk merancang infrastruktur maritim yang aman, tahan lama, dan berkelanjutan.

Perubahan salinitas akibat aktivitas manusia, seperti pencemaran, desalinasi, dan perubahan iklim, dapat membawa dampak besar pada ekosistem laut dan iklim global. Oleh karena itu, penting untuk mengembangkan pendekatan terpadu dalam pengelolaan sumber daya laut, yang melibatkan berbagai disiplin ilmu dan teknologi, untuk menjaga keseimbangan ekosistem laut serta memitigasi dampak perubahan iklim.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun