Mohon tunggu...
Raden Agus Suparman
Raden Agus Suparman Mohon Tunggu... Konsultan - Konsultan Pajak

Raden Agus Suparman, S.E., S.Ak., M.Si. telah menjadi praktisi pajak sejak 1995. Dimulai dari fungsional pemeriksa pajak (1995 sd 2010), Kepala Seksi Perencanaan Pemeriksaan Wajib Pajak Badan, Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan (2010 sd 2014). Lanjut mutasi ke Kepala Seksi Pengawasan di KPP Pratama Jakarta Kebayoran Lama (2014 sd 2018), dan KPP Pratama Bandung Tegallega sampai pensiun dini (2018 sd 2022). Setelah pensiun dini, bergabung di Taxprime Academy, kemudian mendirikan PT Botax Consulting Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Menjawab Keheranan Jokowi

31 Oktober 2014   15:42 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:04 3488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bayangkan jika Schumacher balap dengan mesin Formula One tetapi menggunakan bahan bakar minyak oplosan. Dijamin akan tetap kalah. Mungkin saja bisa jalan dan sampai finish tetapi yang terakhir :(

[caption id="attachment_350915" align="alignnone" width="983" caption="Kecepatan kereta kuda seperti ini ditentukan oleh kuda yang paling lambat"]

1414718640385527786
1414718640385527786
[/caption]

Bagaimanapun, pegawai pajak selalu berpikir rasional. Tempat mana yang lebih menguntungkan, itulah yang diambil. Teman-teman saya sendiri banyak yang pindah ke swasta menjadi konsultan pajak karena di DJP dia tidak memiliki harapan. Tidak ada motivasi agar tetap bekerja untuk DJP. Jika ada tempat lain yang bisa membayar lebih mahal dan lebih nyaman, tentu memilih tempat yang lebih nyaman dibandingkan dengan tempat yang jauh dari keluarga dengan gaji yang tidak sebanding dengan risiko yang dia tanggung.

Dimanapun berada, pegawai pajak memiliki risiko tinggi. Mulai dari orang yang menyangka kaya seperti Gayus sampai ancaman keselamatan dirinya dan keluarga. Imej buruk seperti itu ditambah lagi dari sisi internal yang tidak mengayomi. Lebih banyak ancaman daripada penghargaan.

Bagaimana bekerja secara maksimal jika sebagian besar pegawai "menyelamatkan diri masing-masing". Suatu keberuntungan jika tidak dihukum! Lebih baik bekerja sedikit daripada bekerja banyak tetapi penuh risiko. Yang penting sampai finish walaupun dengan jalan kaki santai. Bagaimana bisa mengejar target yang sudah ditentukan Menkeu??

Tenaga pemasaran di perusahaan mendapat insentif jika telah mencapai target. Makin besar kontribusi si pemasar ke perusahaan, makin besar insentif yang diberikan. Maka tenaga pemasar mungkin saja lebih besar penghasilan dibandingkan bagian lain. Diskriminasi ini jangan dibaca bahwa bagian lain tidak penting. Satpam perusahaan tentu penting. Tanpa mereka, perusahaan mungkin menjadi objek pencurian. Bagian administrasi juga penting, karena tanpa mereka pemilik bisa jadi tidak tahu untung atau rugi. Semua bagian penting. Tetapi orang yang memberikan kontribusi terbesar untuk pendapatan mendapat porsi yang lebih besar.

Jadi, berikan pegawai pajak motivasi  agar mereka bekerja dengan OPTIMAL. Berikan kepastian reward agar mereka bekerja dengan motivasi paling tinggi.  Itu (MTG mode on)!

Terakhir, mari kita kerja. Kerja dan kerja.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun