”Heh Den, gimana orang nggak marah kalau mau hubungi lo aja pakai perjuangan. Lo baik-baik aja, Den? Setahu gue, lo jadi aneh kalau lagi... Hm... bentar-bentar... Lo nggak lagi jatuh cinta kan?” tanyanya menebak.
Aku mulai menangkap gelagat kekuatiran dalam nada suara Arum, karena itu aku semakin bersemangat menjawab, ”Hm..., mungkin, hehehe...”
Mendengar jawabanku, Arum justru semakin gemas, ”Hehehe apa nih maksud lo? Wah, lagi kumat ya? Dena, Dena, jadi orang tuh ya mbok jangan selalu jadi ekstrimis gitu loh... Ekstrim jatuh cinta, ekstrim patah hati... Haduh...”
”Heh Rum, lo tuh ye! Jangan pesimis tentang gue gitu dong… Gue jamin, kali ini bakal happy ending, karena proyek kurus gue pasti berhasil. Ups!” jelasku terlalu jelas.
“What? Proyek kurus? Not anymore… Terakhir, lo niat ngurusin badan kan supaya si Michael rese yang bikin lo patah hati itu keselek ludahnya sendiri? Dena…!” teriak Arum.
“Rum, please deh jangan bawa-bawa Michael di sini. Dia tuh super basi buat gue! Gue udah punya sasaran lain yang worth to try. Karena tadi gue udah keceplosan, yah gue terpaksa bilang. Target proyek kurus gue kali ini adalah 10 kg dalam waktu satu bulan. Kalau sudah berhasil, seperti yang gue pernah bilang, lo adalah orang yang pertama tahu! Okeh, segitu aja keterangan dari gue. Sekarang, gue harus latihan lagi, sit-up 100 kali untuk keempat kalinya hari ini. Bye...,” jawabku sambil menyudahi pembicaraan.
Arum hanya bisa berteriak di ujung telepon, ”Dena..........a!!!”
Hari-hariku sempat diwarnai tangisan-bombay-norak, karena aku merasa dipermainkan Michael. Aku juga sempat menghabiskan berjam-jam dengan menghubungi Arum hanya untuk mencurahkan kekesalanku.
Karena itulah, aku sempat berikhtiar merombak habis penampilanku untuk memanas-manasi Michael.
Aku pikir, tanpa mengubah penampilan saja Michael sudah sering terlihat kegatelan di sekitarku. Nah, kalau aku tampil ekstrim memesona dan balik tebar pesona padanya, bisa-bisa Michael tersedak ludahnya sendiri – ini istilahku bagi dia untuk melukiskan betapa kesalnya aku waktu itu.
Namun demikian, niatku itu pupus setelah melewati hari ke-7 dan bobotku turun sekitar 3 kg. Aku berpikir bahwa Michael tidak layak menerima pengorbanan yang sedemikian. Maka, aku pun memilih untuk memasang wajah ”lempeng” setiap kali Michael tebar pesona.
Setelah pernikahan itu, aku membuang semua kenanganku tentang Michael. Namun kuakui, wajah ”lempeng” dan kesinisan yang tadinya merupakan senjata melawan Michael masih sering kukenakan saat berhadapan dengan cowok-cowok lain. Dengan kata lain, caraku menghadapi patah hati juga sedikit ekstrim, yaitu ekstrim cuek terhadap lawan jenis.