Citra tampak terburu-buru saat jam sekolah selesai.
“Mau ke mana, Cit? Mengapa terburu-buru?” tanya Niken, teman sekelas Citra.
“Pulang,” jawab Citra singkat sambil memasukkan alat tulisnya ke dalam tas.
“Tidak biasanya kamu terburu-buru. Apakah ada kencan?” Niken menggodanya, padahal dia tahu bahwa Citra belum punya pacar.
“Iya,” jawab Citra sambil mengalungkan tasnya dan bergegas keluar kelas meninggalkan Niken yang tertegun.
Sesampainya di kamar, Citra langsung mandi dan berganti pakaian. Citra juga berhias di depan cermin sambil mendengarkan siaran radio dari penyiar favoritnya.
“Masih bersama Roni, yang menemani lelahmu sepulang sekolah…” suara penyiar itu begitu merdu di telinga Citra. Setiap kali mendengar suara Roni, Citra merasa seperti terhipnotis dan merasa rindu pada sosok yang belum pernah ditemuinya.
“Wah, Roni sudah mulai siaran!” Citra segera menyelesaikan riasannya kemudian merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur.
Citra menatap langit-langit sambil menikmati suara merdu Roni yang terdengar seperti sedang berbicara padanya, sehingga Citra senyum-senyum sendiri. Angan-angan Citra melayang, dia membayangkan bahwa dirinya dapat bertemu dengan sosok Roni. Namun, saat membayangkan, tiba-tiba yang muncul adalah paras pemuda yang membantu angkutan barang pindahan yang ditemuinya kemarin.
Citra langsung terduduk di atas tempat tidurnya dengan wajah terkejut.
“Ya ampun! Mengapa aku jadi membayangkannya?” gumam Citra kesal bercampur malu.