"Apa hubungannya, Mas? Itu hanya mitos untuk menakut-nakuti kita. Tradisi yang tidak masuk akal." Risto menjawab dengan tegas sebagai orang masa kini.
"Dulu, kupikir itu hanya cerita karangan orang-orang saja, Ayah. Tetapi semalam ular raksasa berkepala manusia itu menyelamatkanku. Kyai Jaka poleng bertarung habis-habisan dengan buaya putih utusan Nyi Gede Rokidul untuk membawaku keluar dari laut selatan. Kemudian mengantarku ke istana di dalam  kali pemali. Menyerahkan keselamatanku kepada Lembudana dan Lembudini. Kedua ular berkepala kerbau itu sangat baik kepadaku, mereka mengantarku sampai ke rumah ini." Mala berbicara sambil celingukan mencari-cari sesuatu yang dianggapnya telah mengantarnya pulang. Kemudian ia tersenyum sendiri, seolah mengucapkan terima kasih kepada seseorang.
Mbah Tadam berdiri, "Percaya atau tidak tugas kita adalah menghormati warisan leluhur."
Mala kembali menangis. Orang-orang berbisik-bisik, menyalahkan Risto yang tidak mau melakukan ritual buang ayam di jembatan kali pemali seperti masyarakat lainnya yang mantu dengan penduduk seberang sungai. Semua orang menjadi kesal, karena kelalaian seseorang maka beberapa wilayah  terkena murka penguasa alam. Banjir bandang telah menyengsarakan mereka.
Cerita yang disampaikan secara turun temurun itu memang tidak pernah meleset. Semua pernah terjadi dan terus hidup dalam benak masyarakat luas. Â Tidak hanya diceritakan dari mulut ke mulut, tetapi tertulis dalam buku pelajaran bahasa daerah dan buku sejarah di perpustakaan umum.
Kerajaan Galuh yang berada di Jawa Barat membentuk kerajaan kecil di Brebes, namanya Kerajaan Saung Galah. Pemimpinnya bernama Adi Mulya Permanadikusuma, seorang resi hindu yang senang bertapa. Ia memiliki istri bernama Naga Ningrum dan seorang selir bernama Dewi Pangrenyep. Prabu Permanadikusuma memutuskan untuk menjadi pertapa dan menyerahkan kerajaan kepada adiknya yang seorang patih. Ia adalah Raden Tamperan yang akhirnya diberi gelar Arya Pakebonan.
"Adikku, patih Galuh, aku ingin meninggal dunia dalam pertapaan, supaya keinginanku masuk surga tercapai."
"Bagaimana maksud paduka? Hamba kurang paham." Kata Arya Pakebonan.
"Aku akan bertapa di suatu tempat di mana kakiku melangkah dan badanku mengatakan berhenti. Tahta kerajaan kuserahkan kepadamu."
"Daulat, Tuanku." Jawab Arya Pakebonan.
Prabu Permanadikusuma berkata lagi, "Tetapi, adikku, dalam menggantikan tahta ada syaratnya. kamu tidak boleh menyentuh istriku Naga Ningrum dan selirku Dewi Pangrenyep."