"Hanya karena aku tidak melepas sepasang ayam di kali pemali? Ini tidak masuk akal, Mas. Jangan mengada-ada."
"Ada beberapa hukum yang tidak tertulis, Ris. Perjanjian kita dengan leluhur yang sudah berjuang untuk kedamaian kita. Lagi pula itu hanya sepasang ayam, begitu murah untukmu "kan? Mengapa kamu tidak menurut saja pada aturan yang sudah mendarah daging di masyarakat kita?" Mbah Tadam memandang tajam kepada Risto.
Kemudian ia mengumpulkan orang-orang di dalam rumah. Ia menyampaikan niatnya untuk mengadakan lek-lekkan di rumah itu sampai sepasang mempelai itu ditemukan.
"kita akan mengadakan pengajian dan doa-doa untuk menyelamatkan pasangan pengantin yang hilang. Aku akan membaca mantra untuk berkomunikasi dengan alam ghaib. Kalian, tolong siapkan lidi lanang untuk mengusir makhluk jahat di sekitar kita. Selama lek-lekkan jangan ada yang tidur, ya. Kita sudah membuat leluhur kita bekerja keras karena kelalaian kita kemarin."
**
Di hadapan semua orang yang hadir di rumahnya, Mala berdiri dengan penuh kebingungan. Wajahnya merah dan berkeringat. Pakaian pengantin masih lengkap membungkus tubuhnya. Mala melangkah, memandang sekeliling, mulutnya gemetar seperti hendak menyampaikan sesuatu yang penting. Orang-orang memandang heran, tetapi tidak berani bertanya apa-apa kepada Mala yang tiba-tiba sudah kembali ke rumahnya dengan selamat.
"Seekor ular raksasa telah menyelamatku, Ayah. Kita harus berterima kasih kepadanya." Hanya kalimat itu yang keluar dari mulutnya.
"Apa maksudmu, Mala? Ayah tidak mengerti, Nak?"
Mala mulai mengoceh tidak jelas kepada semua orang yang datang di rumahnya. Tetapi Mbah Tadam dapat memahami ke mana arah pembicaraannya. Laki-laki sepuh itu menuntun Mala duduk di atas tikar, memberi isyarat kepada semua orang untuk mendengarkannya.
"Nyi Gede Rokidul mengutus siluman macan loreng dan kucing mandung untuk menangkapku dan Mas Fahmi. Kami akan dijadikan tumb4l karena tidak memberikan sesembahan kepadanya. Nyi Gede Rokidul sangat marah, ia menciptakan hujan lebat diiringi angin kencang dan petir. Mereka menyer3t kami berdua dengan banjir bandang itu." Mala tidak melanjutkan ceritanya, ia menangis, wajahnya penuh rasa takut.
Mbah Tadam melihat ke arah Risto, "Mereka mengambil tumb4l untuk menahan jembatan agar tidak ambruk. Nyi Gede Rokidul pasti menahan menantumu untuk itu. Bukankah kita semua tahu bahwa perjanjian Nyi Gede Rokidul dengan leluhur kita Kyai Jaka poleng? Ia akan membiarkan penduduk barat sungai dan timur sungai berdamai jika melepas sepasang ayam di jembatan? Jika tidak maka ia merasa dikhianati dan akan murka kepada kita."