(Di kutip dari Intipseleb.com)
Pedoman Pemberitaan Ramah Anak sangat menolak hal ini yang mana mereka sendiri sangat melindungi hal -- hal yang bersifat identitas pribadi.Â
(Di kutip dari pojoksatu.id)
Identitas Anak yang seharusnya dilindungi adalah semua data dan informasi yang menyangkut anak, yang memudahkan orang lain untuk mengetahui anak seperti nama, foto, gambar, nama kakak/adik, orangtua, paman/bibi, kakek/nenek dan tidak keterangan pendukung seperti alamat rumah, alamat desa, sekolah, perkumpulan/klub yang diikuti, dan benda-benda khusus yang mencirikan sang anak.
(di kutip dari batu.jatimnetwok.com)
Namun pada realitasnya di dalam kasus Mario Dandy Satrio ini secara besar menyebutkan nama dan informasi pribadi dari A yang masih anak di bawah umur. Bahkan tak jarang beberapa artikel yang membahas kehidupan pribadi dan publikasi wajah nama tanpa melakukan sensoring terkait pemberitaan tersebut. Padahal sudah jelas di katakan bahwa A merupakan anak di bawah umur, yang artinya ia berhak mendapatkan pemberitaan yang layak dan sesuai dengan Pedoman Pemberitaan Ramah Anak.Â
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah kami lakukan. Terbukti di dalam pemberitaan yang memuat kasus tentang Mario Dandy Satrio. Masih banyak artikel dan pemberitaan yang tidak sesuai dengan pedoman PPRA (Pedoman Pemberitaan Ramah Anak). Wartawan harus bisa merahasiakan identitas anak dalam memberitakan informasi tentang anak, khususnya yang diduga, disangka, dan didakwa melakukan pelanggaran hukum atau dipidana atas kejahatannya. Dan kembali. Wartawan juga diminta untuk memberitakan secara faktual dengan kalimat, narasi, visual, atau audio yang bernuansa positif, empati, dan tidak membuat diskripsi atau rekonstruksi peristiwa yang bersifat seksual dan sadistis. Wartawan tidak mencari atau menggali informasi mengenai hal-hal di luar kapasitas anak untuk menjawabnya, seperti peristiwa kematian, perceraian, perselingkuhan orang tuanya dan/atau keluarga, serta kekerasan atau kejahatan, konflik, dan bencana yang menimbulkan dampak traumati. Dengan terungkapnya identitas anak dibawah umur, secara tidak langsung dapat membuat stigma anak terpengaruh lingkungannya dan mengganggu kondisi kejiwaan korban dalam jangka panjang.Â
 Kendati demikian, di dalam kasus ini di harapkan wartawan dapat lebih selektif dalam mempublikasikan pemberitaan dengan Pedoman Pemberitaan Ramah Anak. Untuk itu kami mengharapkan ke depannya media pers untuk bisa bertanggung jawab atas publikasi berita. Untuk menghasilkan karya-karya jurnalistik yang ramah anak. Media tidak mengangkat pelabelan dan diskriminasi yang dapat menutup masa depan anak dalam pemberitaan yang berkaitan dengan anak. Media massa juga memiliki kewajiban melakukan upaya pelindungan anak, salah satunya dengan mewujudkan pemberitaan yang ramah anak. Sebagai pers memiliki tanggung jawab untuk melindungi anak melalui pemberitaan ramah anak. Pemberitaan ini juga berdampak besar bagi korban atau pun tersangka yang terlibat di dalam pemberitaan ini.  Dewan Pers perlu memberikan pelatihan jurnalistik tentang penerapan dan pemahaman PPRA pada wartawan dengan perspektif perlindungan anak. Dewan pers seharusnya bisa lebih sigap dan menangani pemberitaan yang tidak sesuai dengan Pedoman Pemberitaan Ramah Anak.Â
Artikel ini di tulis oleh Kelompok 3
 Kami menulis artikel ini sebagai bentuk rasa kepedulian kami terhadap realitas pers terkait Pedoman Pemberitaan Ramah Anak (PPRA) dalam melakukan pemberitaan.Â
- Aulia Nita Rahim (2202056072)
- Dara Andrea Putri (2202056089)
- Muhammad Aksa Jufri (2202056110)
- Rachmawati (2202056109)
- Triana Ayu Januar (2202056059)