Salah satu tantangan terbesar dalam implementasi ICZM di Indonesia adalah masalah koordinasi antarlembaga. Pengelolaan wilayah pesisir melibatkan banyak sektor, mulai dari kelautan, perikanan, pertanian, hingga pariwisata. Setiap sektor ini dikelola oleh lembaga yang berbeda, yang sering kali memiliki kebijakan yang tidak sinkron atau bahkan saling bertentangan. Misalnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan mungkin memiliki kebijakan yang berbeda dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat terkait pembangunan infrastruktur di kawasan pesisir.
Kurangnya koordinasi dan integrasi antar lembaga ini menyebabkan ketidaksesuaian dalam pelaksanaan kebijakan yang dapat menghambat implementasi ICZM. Untuk mengatasi masalah ini, dibutuhkan pembentukan mekanisme koordinasi yang lebih baik antar lembaga pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah. Salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah membentuk badan atau forum yang mengkoordinasi berbagai pihak dalam merencanakan dan melaksanakan pengelolaan pesisir secara terintegrasi.
4. Sumber Daya Manusia dan Kapasitas Lokal
Kelemahan dalam kapasitas sumber daya manusia (SDM) yang memiliki pemahaman mendalam tentang prinsip-prinsip ICZM juga menjadi hambatan dalam penerapan manajemen pesisir yang efektif. Banyak daerah pesisir di Indonesia yang kekurangan tenaga ahli di bidang pengelolaan pesisir, baik itu di tingkat pemerintah daerah, organisasi masyarakat, maupun sektor swasta. Kurangnya pelatihan dan pendidikan mengenai ICZM menghambat penerapan kebijakan yang efektif dan inovatif.
Selain itu, kesadaran masyarakat lokal tentang pentingnya pengelolaan pesisir yang berkelanjutan juga masih rendah. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan kapasitas lokal melalui pelatihan, sosialisasi, dan pemberdayaan masyarakat pesisir, agar mereka dapat berpartisipasi aktif dalam pengelolaan pesisir yang berbasis keberlanjutan.
5. Masalah Pembiayaan dan Sumber Daya Ekonomi
Masalah pembiayaan juga menjadi salah satu tantangan terbesar dalam penerapan ICZM di Indonesia. Pengelolaan pesisir yang efektif memerlukan dana yang cukup besar, baik untuk penelitian, konservasi, maupun pembangunan infrastruktur pendukung. Namun, sumber daya ekonomi yang terbatas seringkali menjadi penghalang untuk melaksanakan program-program ICZM yang komprehensif. Terlebih lagi, alokasi anggaran yang tidak selalu mendukung pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan, lebih sering difokuskan pada sektor-sektor yang memberikan kontribusi langsung terhadap pertumbuhan ekonomi, seperti pembangunan infrastruktur dan industri.
Untuk mengatasi masalah pembiayaan ini, pemerintah dapat mempertimbangkan berbagai sumber pembiayaan alternatif, seperti dana lingkungan, investasi swasta dalam pembangunan berkelanjutan, serta kerjasama internasional yang mendukung pelestarian pesisir. Selain itu, perlu adanya insentif ekonomi bagi masyarakat dan sektor swasta yang berperan dalam menjaga kelestarian lingkungan pesisir.
6. Perubahan Iklim dan Bencana Alam
Indonesia juga menghadapi tantangan besar terkait perubahan iklim yang mempengaruhi kondisi pesisir, seperti kenaikan permukaan laut, peningkatan intensitas badai, dan erosi pantai. Perubahan iklim ini berpotensi merusak ekosistem pesisir, mengancam mata pencaharian masyarakat pesisir, dan memperburuk kondisi kerentanannya terhadap bencana alam.
Meskipun ICZM dapat membantu mengurangi dampak dari perubahan iklim melalui strategi adaptasi dan mitigasi, penerapan kebijakan yang dapat mengantisipasi perubahan iklim di kawasan pesisir masih terbatas. Oleh karena itu, perencanaan ICZM harus mempertimbangkan aspek perubahan iklim dengan mengintegrasikan data ilmiah terkini mengenai prediksi dampak perubahan iklim di wilayah pesisir.