Saat tiba di sana, ternayat telah banyak mobil terparkir dekat loket jembatan (pintu) masuk, hingga kami akhirnya harus parkir di atas, disisi tebing yang cukup terjal. Oleh petugas parkir dadakan kami dimintai uang jasa 5000 rupiah. Merekalah yang mengatur keluar masuk mobil.
Dengan berjalan kaki sejauh lebih kurang 300 meter kami sampai di loket tiket. Dengan harga per orang 10 ribu rupiah, WWPRC ini relatif murah. Posisi loket tiket tepat berada dimuka pintu masuk yang berupa jembatan. Hanya ada satu petugas yang memeriksa tiket, sekaligus bertugas mengarahkan keluar masuk pengunjung yang melintasi jembatan.Â
Di atas jembatan memang telah terpampang papan peringatan bahwa maksimal pengunjung yang dapat lewat hanya 10 orang. Jadi ya harus antre. Namun kenyataannya banyak pengunjung yang abai terhadap peringatan tersebut. Petugas pun tak tegas melarang pengunjung untuk antri. Akibatnya di jembatan sepanjang 26 meter itu, bisa ada sekitar 20 hingga 40 orang yang hilir mudik.Â
Saat berada di tengah jembatan bambu dengan ikatan pondasi baja itu, kita akan merasakan sensasi yang cukup membuat jantung berdebar. Ya, goyangannya cukup kencang. Saya sempat rada khawatir kalau tiba-tiba jembatan ambruk, dan pengunjung jatuh ke bawah.Â
Untungnya tak terjadi apa-apa. Kalaupun jembatan itu bisa ambruk, saya, yang pergi dengan istri, mertua, dan dua anak, sudah antisipasi. Saya lihat arus air sungai dibawahnya tak deras.Â
Air surut, lantaran hujan telah berhari-hari tak turun. Kalau arus sungai deras dan air meluap, tentu tak akan saya izinkan anak istri melintasi jembatan yang sudah ringkih itu.
Sayangnya ketika kami tiba tak tampak rusa di sana. Kata salah seorang warga sana, rusa bisanya hadir sore hari. Kalau siang, mereka masuk ke dalam hutan (semak-semak pepohonan di dalam). Setelah puas foto-foto kami lalu kembali ke tempat dimana warung-warung berada. Kami memesan es kelapa muda sebagai penawar dahaga.Â
Setelah itu, barulah kami pulang, tepat saat mentari berada diatas kepala. Dan sekali lagi, kami harus melewati jembatan yang sudah ringkih itu.
Dari Liburan ke WWPRC ini saya simpulkan bahwa memang rakyat kita sangat butuh piknik. Terbukti, meski beberapa obyek wisata yang ada kondisinya memprihatinkan, namun ketimbang tidak liburan maka tempat "sejelek" apapun akan di samperin.Â
Nah, antusiasme rakyat berlibur inilah yang harus dipersiapkan oleh para pemangku kepentingan yang ada. Liburan panjang, apalagi pas musim anak-anak liburan sekolah, pasti akan banyak wisatawan yang berlibur. Nah, fenomena itu harusnya disadari oleh pemerintah. Kesiapsiagaan menyambut datangnya wisatawan berlibur.