Mohon tunggu...
Rachmat Fazhry
Rachmat Fazhry Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Prinsip hidup Saya : Hidup Sehat, Pintar, Bijaksana Kunjungi blog saya https://jurnalfaz.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Melarikan Diri Bukan Pilihan Bijak

23 Februari 2018   20:44 Diperbarui: 23 Februari 2018   20:45 453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pemuda itu mendekat. Tangannya mengulur. Di jarinya memegang sosis. Kini giliranku yang mendekat. Aku hampiri pemberiannya. Baru saja kulumat sosis pemberiannya, tangan pemuda itu menawanku. Aku berontak. Tangan dan kaki semua kukerahkan. Tapi cengkraman pemuda itu makin menguat. Salah satu tangannya berpindah menarik kulit leherku. Aku pun menjuntai ke bawah tak berdaya. Sepertinya pemuda itu tahu kelemahanku.

*********************************

Mataku masih berat untuk terbuka. Tapi aku tak bisa melanjutkan tidur. Pendengaranku sangat terganggu dengan bunyi-bunyian.  Saat mataku terbuka sempurna, aku benar-benar kebingungan. Aku seperti kembali lagi di kamar rumahku.  Warna putih terali besinya juga sama dengan punya kamarku.

Aku melihat keadaan sekitar. Apa ini mimpi?

"Ma, aku mau yang itu," kata gadis kecil yang menghampiri kamarku. Tangannya menujuk. Tangan satunya lagi menarik orang yang lebih tinggi darinya.

"Matanya lucu, beda warna," gadis kecil itu melanjutkan.

Sementara aku masih kebingungan. Menerka lingkungan baruku. Ternyata aku tidak sendiri. Mahluk sejenisku saling berhimpitan di kamar mereka masing-masing. Mereka tidak saling menyapa. Hanya tidur malas. Di antara mereka ada yang sekamar bertiga. Umumnya mereka yang masih bocah ditempatkan satu kamar. Bocah-bocah itu sangat berisik. Saking berisiknya mengalahkan suara kendaraan yang lalu lalang.

Ada juga yang lain dari jenisku. Mereka para anjing. Anjing yang aku maksud, benar-benar anjing. Memiliki kaki empat dan sering berliur. Bukan anjing yang sering diumpat oleh manusia. Para anjing ini juga sama berisiknya dengan bocah-bocah. Sangat menggangu sekali.

Pintu kamarku dibuka. Aku mencoba berlarian, tapi pelarianku selalu mentok. Raihan tangan akhirnya menggegamku. Aku diangkat. Dipeluk. Dielus bawah leherku. Ohh....rasanya nikmat sekali.

Aku diserahkan ke gadis kecil yang sudah tak sabar menggendongku. Matanya berbinar. Wajahnya cerah sekali. Seperti mentari baru pertama kali keluar dari malam. Entah mengapa, aku merasakan ketenangan.

Aku mendapat elusan tulus dari tangannya. Kulitnya semulus buluku yang putih bercampur abu-abu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun