REVIEW ARTIKEL PENELITIAN HUKUM NORMATIF
Nama : Rachmad Irfan TajuddinÂ
STB :4443
Prodi: Teknik Pemasyarakatan B
Nomer Absen :36
Nama Dosen Pembimbing :Bapak Markus Marselinus Soge,S.H.,M.H.
 Â
                                                               ARTIKEL ILMIAH 1
Judul Artike : ADAPTASI MANTAN NARAPIDANA DIDALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT (Studi Kasus pada Mantan Narapidana Kasus Narkotika di Lembaga Pemaysrakatan Narkotika Kelas II A Cirebon)Â
Nama Penulis Artikel : Cesaviani, M., & Apriani, R.Â
Nama Jurnal, Penerbit, dan Tahun Terbit: Cesaviani, M., & Apriani, R.Â
Link Artikel Jurnal :http://jurnal.um-tapsel.ac.id/index.php/nusantara/article/view/4233Â
  PendahuluanÂ
Banyak kasus kejahatan yang ada di dalam masyarakat, beberapa kasus yang dianggap sangat meresahkan diantaranya adalah pembunuhan, perampokan dan narkotika. Kasus-kasus tersebut merupakan kasus yang dianggap sangat berbahaya dan sering terjadi di tengah- tengah masyarakat. Keterlibatan individu ke dalam kasus tersebut dapat memungkinkan penolakan dan pandangan negatif dari masyarakat. Hal itu karena semakin berat kasus kejahatan yang dilakukan individu maka semakin berat pula penerimaan dirinya ditengah masyarakat. Selain itu, perbedaan latar belakang kehidupan dan kasus kejahatan dari individu akan sangat mempengaruhi mereka dalam beradaptasi. Bukan hanya stigma, cemoohan atau benci dari masyarakat, mantan narapidana juga mendapatkan tindakan diskriminatif juga oleh perusahaan, prilaku diskriminatif perusahaan kepada mantan narapidana adalah dengan tidak memperkerjakan seseorang mantan narapidana dalam perusahaannyaÂ
 Teori dan Tujuan PenelitianÂ
Penelitian ini lebih berfokus pada penelitian hukum normatif, yang berarti ia lebih berfokus pada menganalisis hukum yang ada daripada mendasarkan diri pada teori tertentu. Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami perlakuan terhadap mantan narapidana, khususnya dalam konteks pemasyarakatan. Lebih khusus lagi, penelitian ini tampaknya bertujuan untuk mengidentifikasi isu-isu hukum yang terkait dengan stigma yang dialami mantan narapidana setelah mereka keluar dari penjara
                                                        Metode Penelitian Hukum Normatif
Obyek PenelitianÂ
Obyek penelitian dalam konteks ini adalah perlakuan terhadap mantan narapidana, khususnya terkait dengan stigma yang mereka alami dari keluarga dan masyarakat.Â
Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan hukum normatif, yang berarti penelitian ini berfokus pada analisis dokumen hukum yang ada, peraturan, dan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Pendekatan yuridis digunakan untuk menganalisis masalah dari sudut pandang hukum
Â
Jenis dan Sumber DataÂ
Penelitian ini dapat diklasifikasikan sebagai penelitian hukum normatif yang menggunakan metode deskriptif analisis. Penelitian ini tidak melibatkan pengumpulan data primer melalui wawancara atau observasi, melainkan menggunakan bahan hukum sekunder yang didapat dari sumber-sumber tertulis.Â
Teknik Pengumpulan Data, Pengolahan, dan Analisis DataÂ
Dalam penelitian ini diperoleh dari penelitian kepustakaan dengan menggunakan metode pendekatan yuridis, yaitu menganalisa titik permasalahan dari sudut pandang, ketentuan hukum, maupun perundang-undangan yang berlaku. Penulisan artikel ini menggunakan bahan hukum sekunder yang kemudian diolah oleh peneliti dari bahan pustakaÂ
Hasil dan PembahasanÂ
Upaya yang Dilakukan Mantan Narapidana Untuk Menyesuaikan Diri Dalam Lingkungan Masyarakat Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi mantan narapidana narkoba tersebut dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan masyarakat, antara lain: a) Faktor sikap, minat, kondisi fisik dan mental dalam diri individu b) Faktor Perhatian Keluarga c) Faktor Penerimaan Lingkungan Tetangga/Masyarakat d) Faktor Penerimaan Dalam Dunia Kerja Perubahan yang Terjadi Terhadap Mantan Narapidana Setelah Melakukan Adaptasi Didalam Masyarakat Perubahan yang terjadi terhadap mantan narapidana setelah melakukan adaptasi dalam masyarakat, yaitu Pertama, berdasarkan Pasal 14 huruf a dan b mereka mendapatkan ilmu kerohanian yang dapat merubah segala sikap para mantan narapidana, yang dapat membuat semua narapidana yang berada di lembaga pemasyarakatan sadar akan dosa yang telah ia perbuat di masa lalu. Kedua, bersikap baik dan menjauhi kebiasaan yang kurang baik di masa lalu. Kaitan antara lingkungan, masyarakat, dan sosialisasi merupakan perubahan yang baik dalam membentuk pribadi seseorang menjadi lebih baik. Ketiga, aktif dalam kegiatan kemasyarakatan. Perubahan ini merupakan nilai plus setelah bergaul dengan masyarakat sekitar yang menjadi pribadi seseorang yang lebih baik.Â
Kelebihan dan Kekurangan Artikel Serta SaranÂ
Kelebihannya mudah dipahami, abstraknya tidak bertele-tele. Kekurangannya yaitu referensi yang digunakan hanya sedikit dan dari tahun yang sudah lama. Sarannya yaitu penelitian lebih lanjut dapat melibatkan narapidana atau mantan narapidana sebagai subjek penelitian, atau penelitian yang melibatkan survei atau wawancara dengan masyarakat atau keluarga yang memiliki pandangan atau stigma terhadap mantan narapidana. Selain itu, penelitian lebih lanjut dapat menggali lebih dalam dampak hukum dan sosial dari stigma yang dialami mantan narapidana
 Â
                                                                  ARTIKEL ILMIAH 2
ARTIKEL ILMIAH 2Â
Nama Penulis Artikel :TELAAH NORMATIF ASAS PERSAMAAN HUKUM (EQUALITY BEFORE THE LAW) PERKARA KORUPSI DALAM PEMBERIAN REMISIÂ
Nama Penulis Artikel:Irawan, A., Ramadhan, M. W., Wahyudi, M. T., & Sari, E. M
Nama Jurnal, Penerbit, dan Tahun Terbit:Consensus: Jurnal Ilmu Hukum, 2023Â
Link Artikel Jurnal :https://consensus.stihpada.ac.id/index.php/S1/article/view/55Â
 Pendahuluan
Mengukur keberhasilan Sistem Pemasyarakatan, bukanlah pekerjaan yang mudah, apalagi menentukan keseluruhan bidang yang bergerak adalah lingkungan Sistem Pemasyarakatan. Keberhasilan Sistem Pemasyarakatan diawali tinggi/rendahnya angka remisi yang dicapai dalam pembinaan di dalam masyarakat. Setiap narapidana yang mengalami pidana lebih dari 6 (enam) bulan dapat diberikan dorongan berupa upaya remisi untuk memperpendek masa pidana, apabila telah menunjukan prestasi dengan berbuat dengan berkelakuan baik atau turut mengambil bagian berbakti terhadap Negara. Hak remisi merupakan prestasi narapidana, diatur secara bersama-sama untuk dapat diterima bertepatan dengan Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia setiap Tanggal 17 Agustus dan Hari Besar Keagamaan. Namun, dari peraturan perundang undangan yang mengatur tentang remisi terlihat adanya perbedaan dalam mendefinisikan berkelakuan baik sebagai syarat untuk perolehan remisi, berbuat jasa terhadap negara, maupun melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi Negara, maupun melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi negara dan kemanusiaan. Terjadinya perbedaan definisi tersebut menunjukan bahwa peraturan dibuat secara tumpang tindih dan tidak terdapat keselarasan.
 Sebagai contoh, istilahberbuat jasa terhadap negara maupun melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi Negara dan kemanusiaan di dalam berbagai peraturan itu hanya mencantumkan contohcontoh perbuatan dan tidak ditentukan definisi yang tegas. Kondisi yang demikian ini menimbulkan berbagai penafsiran pada tataran implementasi peraturan yang pada akhirnya dapat menjadi celah bagi petugas terkait untuk menyalahgunakan kewenangan yang dimilikinya. Menghadapi kondisi tersebut diatas, khususnya dalam pemberian remisi terhadap narapidana sudah seharusnya berlandaskan pada asas hukum pidana. Salah satu asas terpenting dalam hukum modern ialah Asas Persamaan Kedudukan di Hadapan Hukum. Asas ini menjadi salah satu sendi doktrin Rule of law yang juga menyebar pada negara negara berkembang seperti Indonesia. Dalam Amandemen Undang-undang dasar 1945, teori Equality before the law termasuk dalam Pasal 27 Ayat (1) yang menyatakan bahwa "Segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinyaÂ
 Teori dan Tujuan Penelitian :
Penelitian ini menggunakan teori hukum normatif sebagai landasan penelitiannya. Hukum normatif adalah pendekatan penelitian yang berfokus pada analisis bahan hukum sekunder, seperti peraturan, undang-undang, dan ketentuan hukum yang ada. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji penerapan asas persamaan hukum (equality before the law) dalam pemberian remisi kepada narapidana yang terlibat dalam kasus tindak pidana korupsi. Penelitian ini berusaha untuk memahami bagaimana pemasyarakatan berusaha mencapai tujuan rehabilitasi dan resosialisasi narapidana korupsi melalui remisiÂ
                                               Metode Penelitian Hukum Normatif
 Obyek Penelitian:
Obyek penelitian dalam konteks ini adalah pemberian remisi kepada narapidana yang terlibat dalam tindak pidana korupsi. Fokusnya adalah bagaimana Lembaga Pemasyarakatan mempertimbangkan dan menerapkan remisi dalam konteks kasus korupsi.
Pendekatan Penelitian:
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah hukum normatif, yang berarti penelitian ini berfokus pada analisis dokumen hukum yang ada, seperti undang-undang dan peraturan terkait dengan remisi untuk narapidana kasus korupsi.Â
Jenis dan Sumber Data :
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, yang berarti penelitian ini lebih berfokus pada analisis hukum yang ada daripada pengumpulan data primer. Dalam hal ini, penelitian ini menganalisis ketentuan hukum yang berkaitan dengan remisi narapidana korupsi.
Teknik Pengumpulan Data, Pengolahan, dan Analisis DataÂ
Analisis deskriptif dengan tinjauan literatur dan peraturan perundang-undangan
Hasil dan PembahasanÂ
Penerapan Asas Persamaan Hukum (Equality Before The Law) dalam Pemberian Remisi Terhadap Narapidana Kasus Tindak Pidana Korupsi Pemberian remisi bagi narapidana secara umum pada dasarnya mengacu kepada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan dan Keputusan Presiden Nomor 174 Tahun 1999 tentang Remisi. Namun pada perkembangannya terkait dengan kebijakan moratorium yang dikeluarkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, remisi bagi narapidana tindak pidana korupsi didasarkan pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Perubahan tersebut tidak hanya terkait dengan pemberian remisi namun juga terhadap pembebasan bersyarat.
 Perubahan tersebut dibuat guna menyesuaikan dengan perkembangan hukum dan rasa keadilan dalam masyarakat terutama terkait dengan narapidana yang telah melakukan tindak pidana yang mengakibatkan kerugian yang besar bagi negara. Pada dasarnya, remisi merupakan salah satu alat pembinaan dalam Sistem Pemasyarakatan yang berfungsi untuk mempercepat upaya meminimilasi pengaruh prisonisasi, untuk mempercepat proses pemberian tanggung jawab pada masyarakat luas, sebagai alat modikasi perilaku dalam proses pembinaan selama di dalam Lembaga Pemasyarakatan, secara tidak langsung dapat mengurangi gejala over kapasitas di Lembaga Pemasyarakatan, dan dalam rangka efesiensi anggaran negara. Dengan demikian, tidak sepatutnya pemberian remisi terhadap narapidana korupsi dihentikan mengingat banyaknya fungsi yang dijalankan dalam pemberian remisi. Setiap narapidana memiliki hak untuk mendapatkan remisi, akan tetapi terkhusus bagi narapidana tindak pidana korupsi lebih diperketat dalam pemberian remisi dengan alasan bahwa korupsi merupakan kejahatan yang luar biasa (extra ordinary crime) yang menyengsarakan rakyat, melumpuhkan kepastian dan keadilan hukum.
Kelebihan dan Kekurangan Artikel Serta Saran
Kelebihannya yaitu menggunakan bahasa yang mudah dipahami Kekurangannya yaitu referensi yang digunakan hanya sedikit dan abstrak belum sesuai ketentuan Sarannya yaitu enelitian selanjutnya dapat memperdalam analisis dampak penerapan asas persamaan hukum dalam pemberian remisi kepada narapidana kasus korupsi pada tingkat praktis. Misalnya, dengan mengumpulkan data lapangan dan melakukan wawancara dengan narapidana, petugas pemasyarakatan, atau pihak terkait lainnya. Selain itu, penelitian lebih lanjut dapat mempertimbangkan dampak sosial dan efektivitas dari upaya rehabilitasi dan resosialisasi narapidana korupsi yang melibatkan pemberian remisi
Â
                                                                 ARTIKEL ILMIAH 3
Judul Artikel: Mekanisme Pemberian Remisi Narapidana Koruptor Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 Tentang PemasyarakataÂ
Nama Penulis Artikel : Fitri, E., & Wahyudhi, DÂ
Nama Jurnal, Penerbit, dan Tahun Terbit :PAMPAS: Journal of Criminal Law, 2023Â
Link Artikel Jurnal:ttps://online-journal.unja.ac.id/Pampas/article/view/26990Â
PendahuluanÂ
Pemberian remisi (pengurangan masa menjalani hukuman) merupakan salah bentuk telah dipenuhinya tanggungjawab seorang terpidana atas kesalahan yang dilakukan, remisi diberikan sebagai bentuk kepercayaan pemerintah kepada pelaku kejahatan bahwa ada sisi baik dalam diri setiap manusia untuk berada pada jalan yang benar sekalipun seorang narapidana. Remisi dalam system pelaksanaan pidana penjara khususnya yang menyangkut system pemasyarakatan sangat penting, karena menyangkut pembinaan yang dilakukan oleh para petugas LAPAS. Sistem pemasyarakatan yang dicetuskan oleh Sahardjo menyebutkan bahwa tujuan pidana penjara disamping menimbulkan rasa derita juga membimbing narapidana agar menjadi anggota masyarakat yang baik. Sebelum dibentuk Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan.Â
Pemberian remisi bagi narapidana koruptor diatur dalam Undang Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan, dengan aturan pelaksananya Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan. Selanjutnya, Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Pemasyarakatan tersebut bertentangan dengan Hak Asasi Manusia karena adanya perbedaan syarat pemberian remisi antara narapidana korupsi dengan narapidana lainnya, sehingga kemudian peratuan tersebut dihapus. Seiring dengan berjalannya waktu maka pemerintah membentuk Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan. dalam Undang Undang tersebut pada pasal 10 ayat (2) terdapat syarat-syarat untuk mendapatkan remisi yaitu: berkelakuan baik, aktif mengikuti program pembinaan, dan telah menunjukkan penurunan tingkat resiko
Teori dan Tujuan Penelitian
Penelitian ini berfokus pada analisis dokumen hukum, seperti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis mekanisme pemberian remisi kepada narapidana koruptor berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan. Fokusnya adalah pada syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh narapidana koruptor untuk mendapatkan remisi
                                                          Â
                                                     Metode Penelitian Hukum Normatif
Obyek Penelitian:
Obyek penelitian dalam konteks ini adalah mekanisme pemberian remisi kepada narapidana koruptor yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 22Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan. Penelitian ini mencoba memahami persyaratan yang harus dipenuhi oleh narapidana koruptor untuk mendapatkan remisi.
Pendekatan PenelitianÂ
Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yuridis. Pendekatan ini berarti penelitian ini lebih berfokus pada analisis dokumen hukum yang ada, perundang-undangan, dan ketentuan hukum yang berkaitan dengan remisi narapidana koruptor sesuai dengan UU Pemasyarakatan.
Jenis dan Sumber DataÂ
Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yuridis. Pendekatan ini berarti penelitian ini lebih berfokus pada analisis dokumen hukum yang ada, perundang-undangan, dan ketentuan hukum yang berkaitan dengan remisi narapidana koruptor sesuai dengan UU Pemasyarakatan.
Teknik Pengumpulan Data, Pengolahan, dan Analisis Data:
Menganalisis data yang bersumber dari buku, artikel ilmiah, dan peraturan perundang undangan.
Hasil dan Pembahasan
Hasil menunjukkan bahwa narapidana pidana harus memenuhi beberapa syarat yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan untuk mendapatkan remisi. 1. Pengaturan pemberian remisi narapidana koruptor menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 Dalam Undang-Undang pemasyarakatan ini tidak mengatur lebih lanjut pemberian hak remisi narapidana, namun pada ketentuan peralihan dijelaskan bahwa peraturan pelaksana dari Undang-Undang ini yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan. Dalam peraturan ini pelaksanaanpemberian remisi juga tidak diatur secara rinci hanya terdapat sebagian kecil membahas mengenai remisi, yaitu terdapat dalam bagian kesembilan pasal 34 ayat (1), (2), dan (3) berdasarkan konsideran dari isi pasal tersebut dapat diketahui bahwa, remisi diberikan kepada setiap narapidana yang dikategorikan baik selamadi lembaga pemasyarakatan. Remisi ini juga berlaku bagi narapidana dan anak pidana yang menunggu grasi sambil menjalani pidana. Dalam pasal 35 menyatakan bahwa, ketentuan mengenai remisi diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden. 2. Mekanisme Pemberian Remisi Terhadap Narapidana Koruptor Menurut UndangUndang Nomor 22 Tahun 2022 Terkait dengan mekanisme/tata cara pemberian remisi bagi narapidana korupsi, diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 3 Tahun 2018 tentang syarat dan tata cara pemberian remisi, asimilasi, cuti mengunjungi keluarga, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas, dan cuti bersyarat, terdapat dalam Pasal 22-26.
 Mekanisme Besaran Pemberian Remisi Kemanusiaan Dalam Pasal 30 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 7 Tahun 2022 tentang perubahan kedua Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusi tentang syarat dan tata cara pemberian remisi, asimilasi, cuti mengunjungi keluarga, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas, dan cuti bersyarat menyatakan: "(1) Dalam hal narapidana memenuhi lebih dari 1(satu) syarat sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 ayat (1) dalam tahun yang bersamaan, remisi hanya dapat diberikan untuk salah satu syarat yang dipenuhi; (2) Remisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sebesar usulan remisi umum yang diperoleh pada tahun berjalan." Mekanisme Besaran Pemberian Remisi Tambahan Dalam pasal 6 Keputusan Presiden Nomr 174 Tahun 1999 menyatakan: "Besarnya remisi tambahan adalah: a. (satu perdua) dari remisi umum yang diperoleh pada tahun yang bersangkutan nagi narapidana dana anak pidana yang berbuat jasa kepada negara atau melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi negara dan kemanusiaan; dan b. 1/3 (satu pertiga) dari remisi umum yang diperoleh pada tahun yang bersangkutan bagi narapidana dan anak pidana yang telah melakukan perbuatan yang membantu kegiatan pembinaan di lembaga pemasyarakatan sebagai pemuka."Â
Kelebihan dan Kekurangan Artikel Serta Saran
Kelebihannya mudah dipahami, abstraknya tidak bertele-tele. Kekurangannya yaitu referensi yang digunakan hanya sedikit dan dari tahun yang sudah lama. Sarannya yaitu : Penelitian selanjutnya dapat mempertimbangkan aspek praktis dari pemberian remisi kepada narapidana koruptor, seperti efektivitas mekanisme remisi dalam memfasilitasi rehabilitasi dan resosialisasi mereka. Selain itu, penelitian lanjutan dapat melibatkan wawancara dengan narapidana koruptor atau petugas pemasyarakatan untuk mendapatkan pandangan mereka tentang proses remisi ini. Analisis dampak sosial dan hukum dari pemberian remisi juga bisa menjadi fokus penelitian selanjutnya Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H