Namun konsekuensi penyempurnaan Perda kembali melalui proses politik di Paripurna tentu bisa saja berpotensi kembali menemukan jalan buntu karena yang dilakukan adalah pendekatan politik, jika memang Perda perubahan RPJMD kembali menemui jalan buntu maka mau tidak mau harus kembali ke Perda No.7/2017 tentang RPJMD Kota Peknbaru 2017-2022, kembali ke Perda semula bukan berarti meringankan beban justru menambah beban dari Pemerintah Kota. Maka konsekuensi jika kembali ke Perda semula (No.7/2017) yakni :
- Pemko Pekanbaru tidak lagi memiliki kesempatan untuk menyelaraskan RPJMD Kota Pekanbaru dengan PerPres No.18/2020 tentang RPJMN (2020-2024)
- Pemko Pekanbaru tidak lagi memiliki kesempatan untuk menampung rekomendasi KemenPan-RB agar tujuan dan sasaran RPJMD lebih fokus kepada pencapaian target.
- Pemko Pekanbaru tidak lagi memiliki kesempatan untuk menyelaraskan RPJMD Kota Pekanbaru dengan Permendagri No.90/2019 tentang Klasifikasi, Kodefikasi, dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah.
- Pemko Pekanbaru kembali harus menjalankan 10 tujuan, 19 sasaran dan 40 indikator sasaran yang begitu "gemuk" dan tidak sesuai dengan kondisi kekinian bahkan berpotensi menguras APBD Kota Pekanbaru.
- Pemko Pekanbaru kembali harus memakai substansi sistematika pada lampiran Perda yang lama dimana lampiran itu justru tidak menggambarkan konsdisi kekinian (Eksisting Condition).
Dari gambaran konsekuensi dan pertimbangan-pertimbangan diatas mudah-mudahan kita bisa mengukur dan menguji secara objektif dengan mengembalikan kepada aturan hukum yang berlaku terkait perbedaan pendapat perubahan Perda RPJMD dan dari itu masyarakat dapat juga mengukur mana yang lebih banyak mendatangkan kemanfaatan atas Perubahan RPJMD Kota Pekanbaru. Wassalam...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H