Pada posisi saat ini, perubahan Perda RPJMD Kota Pekanbaru berpotensi dibatalkan  karena dinilai tidak melalui jalan kuorum pada rapat paripurna sehingga jika tidak tercapai juga pada kesepakan perubahan Perda RPJMD maka akan menghidupkan kembali Perda Nomor 7 Tahun 2017 tentang RPJMD Kota Pekanbaru, artinya kita harus bersiap-siap dampak dari penolakan perubahan Perda RPJMD akan kembali kepada indikator kinerja yang memiliki perncanaan yang begitu besar seperti tersedianya MRT dan ATCS tentu ini juga berimbas kepada pemborosan APBD karena kembali akan menghidupkan 10 tujuan, 19 sasaran dan  40 indikator sasaran yang begitu "gemuk" dan memaksa Pemko Pekanbaru lebih banyak menjalankan program yang tidak sesuai dengan "konsisi riil kekinian" sehingga jauh dari asas efektif dan efisien.
Pandangan isu riil terkini juga harus tergambar seperti yang sudah penulis sampaikan diatas dengan pendekatan analisis deskriptif, penjabaran kualitatif dan kuantitatif hingga disajikan dengan keterangan grafik, gambar hingga berbentuk tabel, jika ada pandangan lain maupun penolakan atas perubahan RPJMD maka harus ada data pembanding yang dapat diuji kedudukannya, misalnya jika ada tersebar isu adanya proyek ambisius Pemko Kota Pekanbaru terkait perubahan RPJMD maka penolakan itu harus disajikan dengan data valid. Dengan kata lain pada bab yang mana Pemko Pekanbaru berpotensi membuat proyek ambisius, pada tabel berapa, pada deskripsi yang mana, pada data kualitatif yang  mana Pemko Pekanbaru berpotensi membuat proyek ambisius.
Persoalan perubahan Perda RPJMD adalah persoalan substantif karena pokok pikiran RPJMD terdapat pada lampiran Perda tersebut maka pendekatan yang harus dilakukan adalah pendekatan teknokratik dan sistematika. Maka jika ada yang menolak maupun memberi masukan maka juga harus juga melalui pendekatan teknokratik dan sistematika.
Sekali lagi, Perda RPJMD adalah bentuk dokumen publik yang dapat diakses masyarakat luas tidak ada yang bisa ditutup-tutupi dan tidak mungkin pula ada semangat teselubung dalam membuat kebijakan karena harus disadari sifat Perda RPJMD adalah teknokratik dan bersistematika yang terukur. Maka anggota DPRD Kota yang menolak atas Perubahan RPJMD tersebut harus mampu menunjukkan ada yang salah dari analisis deskriptif, penjabaran kualitatif dan kuantitatif dan ada yang salah dengan keterangan grafik, gambar hingga berbentuk tabel.
Misalnya ada data tabel yang bersumber dari Badan Pusat Statistik yang dirujuk didalam bab-bab RPJMD maka penolakan atas data tabel itu juga harus dibandingkan dengan tabel juga dan menyebutkan sumber datanya dari mana. Misalnya lagi, jika ada kesalahan yang  berkaitan dengan kerangka pendanaan pembangunan dan program perangkat daerah yang disusun oleh Bappeda atau ada kesalahan pada tabel indikasi rencana program prioritas  yang disertai kebutuhan  pendanaan  kota Pekanbaru maka kesalahan itu sebaiknya dilengkapi dengan data pembanding sebagai bentuk penolakan perubahan RPJMD.
Lampiran Perda perubahan RPJMD merupakan substansi yang dapat diukur karena sifatnya sangat teknokratik dan sistematis sehingga jika ada pertentangan antara Pemko Kota dengan DPRD Kota Pekanbaru maka yang harus dilakukan adalah adu dekskriptif, adu data kualitatif maupun kuantitatif, adu tabel dan adu grafik yang tertuang dalam sistematika, sehingga dari itu terpetakan mana yang mendekati kebenaran dan memihak masyarakat.
Jika perlu penolakan atas RPJMD disajikan dalam makalah yang diseminarkan sehingga penolakan RPJMD dapat diukur secara objektif dan ilmiah. Jika  penolakan perubahan RPJMD tidak dilakukan dengan data pembanding maka agak sulit menilai keobjektifitasannya justru yang terlihat adalah RPJMD dilakukan dengan politisir apalagi terkesan asumsi belaka.
- Menyoroti Arah dan Evaluasi GubernurÂ
Hasil dari Perda yang "cacat hukum" dikarenakan keputusan paripurna perubahan RPJMD tidak mencapai kuorum maka harus dianggap sebuah kenyataan hukum, namun keadaan yang menyatakan "cacat hukum" tidak bisa diklaim oleh beberapa pihak kecuali lembaga yang mempunyai otoritas untuk menyatakan Perda RPJMD itu terbukti "cacat hukum". Sebelum diuji oleh otoritas yang berwenang maka perubahan Perda RPJMD itu harus dianggap sah karena melekat didalamnya asas Vermoeden Van Rechtmatigheid dimana setiap tindakan hukum harus dianggap sah sepanjang tidak ada pembatalan dari otoritas yang berwenang.
Berbicara otoritas yang berwenang maka kini posisi Gubernur menjadi sangat menentukan karena berdasarkan peraturan perundang-undangan (UU No.23/2014, Permendagri No.80/2015, Permendagri No.86/2017) sebelum Walikota menetapkan Perda RPJMD maka harus terlebih dahulu di evaluasi oleh Gubernur melalui Bappeda Provinsi, Evaluasi yang dilakukan Bappeda Provinsi berdasarkan pasal 334 Permendagrai No.86/2017 yakni untuk menguji kesesuaian RPJMD Kota Pekanbaru dengan RPJDP Kota Pekanbaru, RPJMD Provinsi, RT/RW Kota, RPJMN hingga menguji RPJMD Kota Pekanbaru dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Jika Gubernur menyatakan hasil evaluasi perubahan Perda RPJMD sesuai dengan pasal 334 Permendagri No.86/2017 maka diikuti dengan pemberian nomor registrasi untuk dipersiapkan sebagai bahan pengundangan namun sebaliknya jika Gubernur menyatakan hasil evaluasi tidak sesuai dengan pasal 334 tersebut maka berdasarkan pasal 338 ayat (3) Permendagri No.86/2017 bahwa Walikota Pekanbaru bersama DPRD Kota Pekanbaru kembali harus melakukan penyempurnaan terkait peubahan Perda RPJMD tersebut.
Saat ini menjadi momentum Gubernur melalui Bappeda Provinsi mendengar dan memberi solusi bagi kedua belah pihak bagi mereka yang menerima dan menolak perubahan RPJMD, Bappeda Provinsi dalam hal ini harus dapat membedakan mana bentuk penyempurnaan "materil" dan mana bentuk penyempurnaan "formil".