Mohon tunggu...
Rachel Mujahaid
Rachel Mujahaid Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi - Universitas Sari Mulia

Hallo... Perkenalkan Aku Rachel Mujahid, seorang mahasiswi yang sekarang masih mengejar gelar S.Pd nya di Universitas Sari Mulia Banjarmasin dengan Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris atau kebanyakan orang bilang ELESP (English Languange Education Study Program).

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Fenomena Bullying di Sekolah yang Sedang Marak Terjadi.

8 Agustus 2024   22:15 Diperbarui: 8 Agustus 2024   22:23 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Green Hills Pediatric Associates | How to Recognize Bullying: greenhillspeds.com 

Artikel atau Paper ini saya buat dikarenakan melihat kondisi maraknya pembullyan yang terjadi pada tahun 2023-2024 sekarang, banyak sekali bisa di lihat sosial media kasus pembullyan yang endingnya sangat berbahaya jika dipikirkan bahwa dampak bullying ini. 

Fenomena bullying telah lama menjadi bagian dari dinamika sekolah. Umumnya orang lebih mengenalnyad enganistilah-istilah seperti penggencetan, pemalakan, menggertak, menghina, pengucilan, intimidasi dan lain-lain. Istilah bullying sendiri memiliki makna yang lebih luas mencakup berbagai bentuk penggunaan kekuasaan atau kekuatan untuk menyakiti orang lain sehingga korban merasa tertekan, trauma,dan takberdaya (Wiyani, 2014:17).

Bullying dapat berdampak pada keadaan psikologis maupun fisik korban. Remaja yang menjadi korban bullying akan merasa tertekan, dan memilih untuk tidak berangkat kesekolah untuk menghindari bullying. Korban bullying mengalami tekanan yang terjadi terus-menerus hingga membuat korban menjadi stress. Keadaan stress tersebut yang dapat menimbulkan dampak fisik dari bullying, seperti sakit kepala, sakit dada, sakit tenggorokan, dan flu.

Menurut Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), terdapat 30 kasus bullying alias perundungan di sekolah sepanjang 2023. Angka itu meningkat dari tahun sebelumnya yang berjumlah 21 kasus. Sebanyak 80% kasus perundungan pada 2023 terjadi di sekolah yang dinaungi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), dan 20% di sekolah yang dinaungi Kementerian Agama. Dari 30 kasus perundungan pada 2023, sebanyak 50% terjadi di jenjang SMP/sederajat, 30% di jenjang SD/sederajat, 10% di jenjang SMA/sederajat, dan 10% di jenjang SMK/sederajat yang dapat dilihat pada data dibawah ini.

Annur Mutia, C. (2024). Ada 30 Kasus Bullying Sepanjang 2023, Mayoritas Terjadi di SMP
Annur Mutia, C. (2024). Ada 30 Kasus Bullying Sepanjang 2023, Mayoritas Terjadi di SMP

Retno juga mencatat ada satu kasus perundungan di jenjang SD yang diduga menjadi salah satu pemicu korban bunuh diri. "Meskipun faktor penyebab bunuh diri seseorang tidak pernah tunggal," katanya. Kasus perundungan sepanjang 2023 tersebar di 12 provinsi yang mencakup 24 kabupaten/kota, dengan rincian berikut:

  1. Jawa Timur: Kabupaten Gresik, Pasuruan, Lamongan, Banyuwangi, dan Biltar
  2. Jawa Barat: Kabupaten Bogor, Garut, Bekasi, Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Sukabumi, dan Cianjur
  3. Jawa Tengah: Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Cilacap
  4. DKI Jakarta: Jakarta Selatan
  5. Kalimantan Selatan: Kota Banjarmasin
  6. Kalimantan Tengah: Kota Palangkaraya
  7. Kalimantan Timur: Kota Samarinda
  8. Bengkulu: Kota Bengkulu dan Kabupaten Rejang Lebong
  9. Sumatera Utara: Kabupaten Samosir
  10. Sumatera Selatan: Palembang
  11. Maluku Utara: Kabupaten Halmahera Selatan
  12. Sulawesi Tenggara: Kabupaten Muna

"Hal ini (lokasi kejadian perundungan) meningkat karena pada 2022 meliputi 11 provinsi dengan 18 kabupaten atau kota," kata Retno.

Menteri Pendidikan dan Budaya (Mendikbud) Nadiem Makarim memaparkan hasil survei karakter yang dilakukan Kemendikbud. Survei tersebut melibatkan 260 ribu sekolah di Indonesia di level SD/Madrasah hingga SMA/SMK. Ada 6,5 juta peserta didik dan 3,1 juta guru yang dilibatkan dalam survei tersebut. Dari survei tersebut ada 24,4 persen potensi perundungan atau bullying di lingkungan sekolah.

"Ini angka yang sangat besar. Menariknya, ada korelasi negatif antara (sekolah) punya program perundungan dengan insidensi perundungan yang terjadi," ungkap Nadiem dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi V di Gedung DPR, Selasa (12/4).

Cyberbullying: Racun Sosial Media di Indonesia - identitas Unhas: https://identitasunhas.com/cyberbullying-racun-sosial-media-di-indonesia/ 
Cyberbullying: Racun Sosial Media di Indonesia - identitas Unhas: https://identitasunhas.com/cyberbullying-racun-sosial-media-di-indonesia/ 

Pada Pasal 76 C UU 35 Tahun 2014 telah menjelaskan tentang bullying yaitu perlindungan Anak dengan ancaman pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72 juta. "Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap Anak." Pada pasal tersebut dijelaskan bahwa jika seseorang melakukan tindakan cyberbullying maka akan ditindak pidana secara hukum yang ada. Akan tetapi kenapa jika sudah ada tindak pidana, fenomena bullying ini masih terjadi hingga sekarang yang dimana banyak sekali fenomena tersebut terjadi di sekolah pada tingkat SMP. Ada beberapa alasan mengapa bullying masih terjadi:

1) Kurangnya kesadaran betapa pentingnya dampak bullying

2) Kurangnya pengawasan dan penegakan aturan perihal bullying 

3) Pengaruh Sosial Media

4) Balas Dendam

Salah satu penelitian yang meneliti tentang dampak bullying dilakukan di Ghana yang menyatakan bahwa bullying berdampak pada prestasi akademik siswa yang terkena bullying (Kibriya et al., 2015). Mereka menemukan bahwa kebanyakan siswi perempuan lebih menderita karena bullying dibandingkan dengan siswa laki-laki. Dalam penelitian ini juga didapatkan bahwa bullying memiliki efek langsung pada kinerja akademik dan tidak disebabkan oleh faktor penentu sosial ekonomi lainnya. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa program pencegahan bullying harus memiliki komponen sensitif gender.

Menurut Coloroso (2007:78) bullying/penindasan adalah tindakan intimidasi yang dilakukan pihak yang lebih kuat terhadap pihak yang lemah, dilakukan dengan sengaja dan bertujuan untuk melukai korbannya baik secara fisik maupun secara emosional. Adapun bentuk-bentuk bullying menurut Coloroso diantaranya yaitu:

1) Bullying fisik

Penindasan atau tindakan untuk menyakiti orang lain yang disertai dengan adanya kontak fisik. Penindasan ini merupakan jenis tindakan yang paling tampak dan paling dapat diidentifikasi diantara bentuk-bentuk penindasan yang lain. Bentuk dari bullying secara fisik diantaranya menendang, mencubit, menampar, meludahi, memukul, merusak barang, memalak, menggigit, memiting, dan memilim telinga.

2) Bullying verbal

Penindasan atau tindakan untuk menyakiti orang lain secara lisan atau dengan menggunakan bahasa verbal. Bentuk dari bullying secara verbal diantaranya memanggil dengan nama panggilan yang buruk, mengolok-olok, menyebarkan isu buruk, mengancam, berkata kasar, dan mengkritik kejam.

3) Bullying psikis

Penindasan psikis merupakan pelemahan harga diri korban secara sistematis melalui pengucilan atau pengabaian dan mempermalukan. Jenis penindasan ini paling sulit dideteksi dari luar. Bentuk dari bullying secara psikis diantaranya pengucilan, pengabaian, mempermalukan.

Bentuk-bentuk bullying lain yang dilakukan oleh seorang atau kelompok meliputi : (1) Fisikal (memukul, menendang, mendorong, merusak benda-benda milik orang lain), (2) Verbal (mengolok-olok nama panggilan, melecehkan dari segi penampilan, mengancam, menakut-nakuti), (3) Sosial (menyebarkan gosip/rumor tentang orang lain, mempermalukan orang lain di depan umum, mengucilkan dari pergaulan, menjebak seseorang agar dia dianggap melakukan suatu tindakan yang sebenarnya tidak dilakukannya), (4) Cyber atau elektronik (melakukan penghinaan melalui jejaring sosial (facebook, Friendster, twitter) ataupun SMS, menyebarluaskan foto tanpa seizin pemiliknya, membongkar rahasia orang lain melalui internet ataupun SMS (Andri Priyatna, 2010:21).

Bullying merupakan fenomena yang telah lama menjadi bagian dari dinamika sekolah, dikenal dengan berbagai istilah seperti pemalakan, intimidasi, dan pengucilan. Bullying melibatkan penggunaan kekuasaan atau kekuatan untuk menyakiti orang lain, menyebabkan korban merasa tertekan, trauma, dan tak berdaya. Dampaknya dapat dirasakan baik secara psikologis maupun fisik oleh korban, seperti stres yang berujung pada berbagai keluhan kesehatan.

Meski sudah ada regulasi yang mengatur hukuman bagi pelaku bullying, fenomena ini tetap marak terjadi, disebabkan oleh kurangnya kesadaran, pengawasan, penegakan aturan, serta pengaruh media sosial. Bullying tidak hanya berdampak pada kesejahteraan emosional korban, tetapi juga prestasi akademik mereka, terutama pada perempuan yang lebih rentan. Bentuk bullying beragam, termasuk fisik, verbal, psikis, sosial, dan cyber, masing-masing dengan dampak signifikan terhadap korban. Oleh karena itu, perlu adanya upaya kolaboratif antara sekolah, orang tua, dan masyarakat untuk menerapkan strategi pencegahan yang efektif, meningkatkan kesadaran, serta membangun budaya sekolah yang lebih inklusif dan suportif. Dengan langkah-langkah yang tepat, kita dapat menciptakan lingkungan belajar yang aman, di mana setiap siswa merasa dihargai dan dilindungi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun