3) Bullying psikis
Penindasan psikis merupakan pelemahan harga diri korban secara sistematis melalui pengucilan atau pengabaian dan mempermalukan. Jenis penindasan ini paling sulit dideteksi dari luar. Bentuk dari bullying secara psikis diantaranya pengucilan, pengabaian, mempermalukan.
Bentuk-bentuk bullying lain yang dilakukan oleh seorang atau kelompok meliputi : (1) Fisikal (memukul, menendang, mendorong, merusak benda-benda milik orang lain), (2) Verbal (mengolok-olok nama panggilan, melecehkan dari segi penampilan, mengancam, menakut-nakuti), (3) Sosial (menyebarkan gosip/rumor tentang orang lain, mempermalukan orang lain di depan umum, mengucilkan dari pergaulan, menjebak seseorang agar dia dianggap melakukan suatu tindakan yang sebenarnya tidak dilakukannya), (4) Cyber atau elektronik (melakukan penghinaan melalui jejaring sosial (facebook, Friendster, twitter) ataupun SMS, menyebarluaskan foto tanpa seizin pemiliknya, membongkar rahasia orang lain melalui internet ataupun SMS (Andri Priyatna, 2010:21).
Bullying merupakan fenomena yang telah lama menjadi bagian dari dinamika sekolah, dikenal dengan berbagai istilah seperti pemalakan, intimidasi, dan pengucilan. Bullying melibatkan penggunaan kekuasaan atau kekuatan untuk menyakiti orang lain, menyebabkan korban merasa tertekan, trauma, dan tak berdaya. Dampaknya dapat dirasakan baik secara psikologis maupun fisik oleh korban, seperti stres yang berujung pada berbagai keluhan kesehatan.
Meski sudah ada regulasi yang mengatur hukuman bagi pelaku bullying, fenomena ini tetap marak terjadi, disebabkan oleh kurangnya kesadaran, pengawasan, penegakan aturan, serta pengaruh media sosial. Bullying tidak hanya berdampak pada kesejahteraan emosional korban, tetapi juga prestasi akademik mereka, terutama pada perempuan yang lebih rentan. Bentuk bullying beragam, termasuk fisik, verbal, psikis, sosial, dan cyber, masing-masing dengan dampak signifikan terhadap korban. Oleh karena itu, perlu adanya upaya kolaboratif antara sekolah, orang tua, dan masyarakat untuk menerapkan strategi pencegahan yang efektif, meningkatkan kesadaran, serta membangun budaya sekolah yang lebih inklusif dan suportif. Dengan langkah-langkah yang tepat, kita dapat menciptakan lingkungan belajar yang aman, di mana setiap siswa merasa dihargai dan dilindungi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H