Gua selalu pengen lepas dari bayang-bayang keluarga yang enggak anggap gua ada. Gue gak punya identitas, seolah akan selalu menjadi bayangan kakak gue aja. Maka dari itu, impian gua adalah berhenti ketemu dengan keluarga besar dan hidup berdiri tanpa ditutupi bayangan siapa pun. Persis keadaan Oh Hae Young yang selalu jadi bayangan Oh Hae Young lain yang lebih cantik.
Tapi, gua kira dengan keluar dari rumah dan kuliah ke luar, gak akan ada stigma apapun lagi yang mengikuti. Setidaknya gua makan jadi bayangan kakak. Seperti harapan Oh Hae Young saat lulus sekolah.
Tapi, lagi-lagi seolah takdir gak bersedia memberi tangan kanan, gue harus jadi bayangan orang yang gua bahkan gak kenal. Cuma karena cita-cita kita sama. Namanya kita sebut saja sebagai Anne. Sebelum masuk kuliah jurnalistik, gua berusaha banyak untuk membentuk identitas dan berdiri sebagai gue, si jurnalistik. Menekuni bidang ini. Tapi ketika Anne dateng, gaya tulisannya yang mirip dengan gue dan lebih rapi, gua langsung tersisihkan karena kurang menonjol.
Gua begini bukan karena gua pengen caper dan menjadi pusat perhatian. Tapi karena gua selalu ingin punya identitas.
Dan ternyata gua masih pengecut. Gue masih gak berani untuk lebih menonjol dan menunjukkan siapa diri gue dan gak berani stand up. Gak berani untuk berdiri sebagai diri sendiri, sangking seringnya menjadi bayangan orang lain. Gua langsung ciut begitu Anne dateng, persis kaya Oh Hae Young ketika bertemu lagi dengan Oh Hae Young cantik itu bertahun-tahun kemudian.
Orang yang selalu mau stand up dan dikenal sebagai diri sendiri, tapi selalu menjadi bayangan orang lain karena belum berhasil lebih baik dari mereka, pasti mengerti perasaan gue. Seberapa menyedihkan perasaan gue waktu tau arti dari ost utama drama Another Miss Oh, If It Is You.
"Jika kamu, jadi aku, hari-hari yang suram kan terus menghantuimu."
Gua tau sebagian dari kesalahan gue adalah karena gua pengecut, masih terbelenggu dari takut akan terus menjadi bayangan orang lain. Entah itu dari keluarga maupun teman. Keterpurukan ini kayak mimpi buruk, yang membuat gua makin gak mau pergi ke mana-mana, tapi juga gak mau ada di lingkungan ini lagi.
Gue kaya orang yang kebingungan mau lari ke mana.
Ketika Oh Hae Young memutuskan pindah rumah setelah gagal nikah, tangisan frustrasi dan setiap sikap gilanya membuat gua pengen ngelakuin hal yang sama. Kesedihan kami sudah terlalu banyak. Meski kami sudah melangkah jauh, tidak bisa dielakkan kalau kaki kami makin rapuh dan telah berdarah-darah, tapi masih terus dipaksa melangkah.
Kosongnya tatapan Oh Hae Young tiap datang kesedihan tepat saat dia mau bahagia, menggambarkan gimana gue tiap kali udah ngerasa sebuah identitas itu gue miliki, tapi rupanya, gua gak bisa membuktikan bahwa itu adalah identitas gua begitu ada orang lain yang lebih baik. Di satu titik, gua seolah berkaca. Oh Hae Young dan gue terasa sama. Kita sama-sama pengen berhenti menjalani hari ini saking capeknya. Kita sama-sama muak dibandingkan dengan orang lain.