Raa Tsania, 24 Nov 2024
Drakor tuh mirip karya seni yang bernapas menurut gue. Juga yang bisa kasih gue napas.
Memang, ada banyak film, seni, serial mancanegara yang juga bernapas dan memberi kesan buat gue di realita. Tapi, drama korea punya cara berbeda. Apalagi, untuk genre-genre melodrama. Genre-genre sentimental, yang barangkali mengikat dan menyeret gue untuk merasakan hal yang sama. Lebih parah lagi, kalo sampe ketemu drama korea yang seolah merepresentasikan hidup kita.
Di hidup gue, ada 1 drama korea yang sampe hari ini, ost-nya masih gue dengerin sebagai teman tidur. Setelah 9 tahun dirilis, emosi karakternya masih melekat dan gue rasakan setiap kali denger lagunya. Drama korea yang bikin gue merenung satu bulan lamanya setelah nonton, dan meraung ketika melihat katakternya yang udah kaya ngeliat diri sendiri.
Judulnya Another Miss Oh. Rilis 9 tahun yang lalu, dan gue nonton setelah 5 tahun dirilis, itu karena denger ost sentimentalnya yang berjudul If It Is you dari Jung Seung Hwan.
Sebagian orang mungkin gak familier dengan dramanya, tapi, ost-nya yang super nyakitin ini fenomenal banget dan dikenal sejak dinyanyikan Jungkook BTS dan Rose Blackpink.
Mungkin, situasi gue dan karakternya gak persis. Oh Hae Young dalam drama korea ini seumur hidup menerima takdir menyedihkan dan perlakuan berbeda cuma karena punya nama yang sama dengan orang lain. Oh Hae Young lainnya yang lebih cantik.
Dalam kasus gue, ini hanya karena gue punya cita-cita yang sama dengan orang lain.
Di drakor itu, hidup Oh Hae Young seolah bukan milik dia, karena selalu dikaitkan dengan Oh Hae Young lainnya yang selalu lebih baik darinya. Oh Hae Young lain yang menghantui hidupnya sejak masa sekolah. Nama yang melekat itu bahkan terus menghantui setelah Oh Hae Young gagal menikah dan bahkan saat dia menemukan orang yang baru.
Gue bukan Oh Hae Young. Gue enggak berada di sekitar orang dengan nama yang sama dan selalu berada di sekitar gue. Gue gak harus dibandingkan dengan seseorang yang itu-itu aja, sehingga bikin gua benci setengah mati dengan dia. Kasus kita gak sama. Tapi, dari kecil, gue gak pernah lebih baik dari siapapun. Setiap kali mau mendapat identitas dari menyukai sesuatu, misal suka nyanyi, gua dibandingin dengan kakak gue yang punya suara lebih bagus dan lebih cantik.
Sehingga, kesukaan pada menyanyi itu segera redup. Karena orang-orang sekitar gue lebih senang dengar kakak gue nyanyi. Dan gue tau gue gak akan punya identitas itu. Karena akan selalu ketutupan oleh kakak yang lebih baik dari gue.
Gua selalu pengen lepas dari bayang-bayang keluarga yang enggak anggap gua ada. Gue gak punya identitas, seolah akan selalu menjadi bayangan kakak gue aja. Maka dari itu, impian gua adalah berhenti ketemu dengan keluarga besar dan hidup berdiri tanpa ditutupi bayangan siapa pun. Persis keadaan Oh Hae Young yang selalu jadi bayangan Oh Hae Young lain yang lebih cantik.
Tapi, gua kira dengan keluar dari rumah dan kuliah ke luar, gak akan ada stigma apapun lagi yang mengikuti. Setidaknya gua makan jadi bayangan kakak. Seperti harapan Oh Hae Young saat lulus sekolah.
Tapi, lagi-lagi seolah takdir gak bersedia memberi tangan kanan, gue harus jadi bayangan orang yang gua bahkan gak kenal. Cuma karena cita-cita kita sama. Namanya kita sebut saja sebagai Anne. Sebelum masuk kuliah jurnalistik, gua berusaha banyak untuk membentuk identitas dan berdiri sebagai gue, si jurnalistik. Menekuni bidang ini. Tapi ketika Anne dateng, gaya tulisannya yang mirip dengan gue dan lebih rapi, gua langsung tersisihkan karena kurang menonjol.
Gua begini bukan karena gua pengen caper dan menjadi pusat perhatian. Tapi karena gua selalu ingin punya identitas.
Dan ternyata gua masih pengecut. Gue masih gak berani untuk lebih menonjol dan menunjukkan siapa diri gue dan gak berani stand up. Gak berani untuk berdiri sebagai diri sendiri, sangking seringnya menjadi bayangan orang lain. Gua langsung ciut begitu Anne dateng, persis kaya Oh Hae Young ketika bertemu lagi dengan Oh Hae Young cantik itu bertahun-tahun kemudian.
Orang yang selalu mau stand up dan dikenal sebagai diri sendiri, tapi selalu menjadi bayangan orang lain karena belum berhasil lebih baik dari mereka, pasti mengerti perasaan gue. Seberapa menyedihkan perasaan gue waktu tau arti dari ost utama drama Another Miss Oh, If It Is You.
"Jika kamu, jadi aku, hari-hari yang suram kan terus menghantuimu."
Gua tau sebagian dari kesalahan gue adalah karena gua pengecut, masih terbelenggu dari takut akan terus menjadi bayangan orang lain. Entah itu dari keluarga maupun teman. Keterpurukan ini kayak mimpi buruk, yang membuat gua makin gak mau pergi ke mana-mana, tapi juga gak mau ada di lingkungan ini lagi.
Gue kaya orang yang kebingungan mau lari ke mana.
Ketika Oh Hae Young memutuskan pindah rumah setelah gagal nikah, tangisan frustrasi dan setiap sikap gilanya membuat gua pengen ngelakuin hal yang sama. Kesedihan kami sudah terlalu banyak. Meski kami sudah melangkah jauh, tidak bisa dielakkan kalau kaki kami makin rapuh dan telah berdarah-darah, tapi masih terus dipaksa melangkah.
Kosongnya tatapan Oh Hae Young tiap datang kesedihan tepat saat dia mau bahagia, menggambarkan gimana gue tiap kali udah ngerasa sebuah identitas itu gue miliki, tapi rupanya, gua gak bisa membuktikan bahwa itu adalah identitas gua begitu ada orang lain yang lebih baik. Di satu titik, gua seolah berkaca. Oh Hae Young dan gue terasa sama. Kita sama-sama pengen berhenti menjalani hari ini saking capeknya. Kita sama-sama muak dibandingkan dengan orang lain.
Ketika melihat Oh Hae Young ketemu dengan Dokyeong, gua nostalgia ke masa ketika gue naksir teman sekelas, yang dimana kita dekat waktu sama-sama gabung ke event literasi kampus. Ini klimaksnya. Plot twist dalam drama, Dokyeong adalah mantan Oh Hae Young cantik yang selalu dihindari si Oh Hae Young biasa saja. Yang membuat Oh Hae Young yakin, pertemuan dan jatuh cinta pada Dokyeong adalah bukti, selamanya di akan jadi bayangan orang lain cuma karena nama yang sama.
Lalu dalam kasus gue, apa twist nya?
Ternyata cowok yang gue taksir, Indra, naksir temen gue. Dan gue gagal menangkap sinyal itu. Indra udah lama naksir teman gue. Teman dekat yang selalu duduk disebelah gue di setiap kelas. Temen yang jadi alasan Indra ajak gue ngobrol di event. Kedengaran gak nyata dan kaya di drama televisi, gue pun juga gak nyangka bisa ngalamin hal kaya gini. Rupanya, sampai waktu itu, gua masih jadi bayangan orang lain. Gua cuma enggak nyadar. Takdir bercandain gue lagi. Hancurnya Hae Young, menggambarkan hancurnya gue waktu itu. Kami mengalami ini lagi. Jadi bayangan orang lain lagi. Untuk kesekian kali. Dan kali ini, kita dijadikan bayangan oleh orang yang kita cintai.
Pikiran gue selalu,
"They will choose her over me."
Hati gue remuk waktu gue sadar, gue gaakan dipilih jadi nomor satu dan dipilih karena gue adalah gue. Gue gaakan ditanya apakah gue sedih. Dan gak seorangpun bersedia ngetti seberapa terluka gue karena ini.
Drakor ini membuat gue nangis sejadi-jadinya. Serelate itu sama hidup gue. Dan para aktor di drakor ini memerankan peran mereka dengan sempurna. Oh Hae Young menggambarkan karakter dan lukanya dengan sempurna. Gue nonton ini pas di titik terendah gue gak mau kemana-mana dan ngapa-ngapain. Sehingga gue memilih drakor yang sejak dulu nangkring di drakor list gue.
Perubahan paling besar dalam hidup Oh Hae Young ketika dia meyakinkan diri bahwa hidup dia, ya punya dia. Kalau harus gila sekalipun, dia gak mau lagi dilihat sebagai orang lain. Begitu drakor itu beres gue tonton, gue bangkit dari kasur. Kemudian gue pilih baju yang selalu pengen gue pake tapi gue malu, dan pergi ke tempat yang gue suka.
Di dunia ini, gue memang butiran kecil. Tapi di dunia yang ada di kepala gue, gue tuhannya. Gue yang atur. Dan gue gamau lagi dunia di kepala gue diatur orang lain. Gue mau punya identitas. Seperti apa yang selama ini gue bayangin.
Meski realisasinya selalu sulit, karena gue selalu takut, dimanapun gue berpijak, gue bakal jadi bayangan orang lain. Apalagi, baru kena pukulan telak oleh Indra kemarin.
Tapi melihat Oh Hae Young, gue jadi merasa punya temen senasib.
Liat dia bangkit, gue jadi pengen bangkit. Gue kesel ngeliat hidup dia yang selalu gak beres, tapi dia mirip gue. Itu bikin gue merasa kemarahan gue ini bisa gue manfaatkan untuk merubah diri dan keadaan. Â Disakiti berkali-kali, Oh Hae Young masih mencoba berdiri dan memperkuat identitasnya di tempat yang membuat dia terluka. Walau sambil nangis.
Selain itu, semangat menggebu-gebu ini membuat gue lebih berani untuk bercerita pada seseorang yang gue sadari selama ini menjadi satu-satunya orang yang melihat gue sebagai gue. Mama.
Mama berusaha bikin gue percaya dia liat gue sebagai gue. Tapi karena kesedihan akan kakak yang selalu mendominasi, gue anggep rata semua orang gak anggep gue ada. Menjelang gue tumbuh, pesan mama pernah mengorek luka lama sekaligus menjahitnya.
"Menang kalahnya adek, adek udah berhasil membuat sesuatu. Artinya adek udah menjadi seorang jurnalis." Bubble chatnya masih gue sematkan sampai hari ini.
Eventhought, only "she was". Someone ever did. Kalau diri gue sebelum nonton drakor ini dibandingkan dengan gue yang sekarang mungkin akan kelihatan lucu, karena sekarang, gue udah mampu berpijak di dunia gue dengan identitas yang menggandeng erat siapa gue. Tanpa perlu diakui orang lain, gue meyakinkan diri dengan baik. Bahkan membuat akun dengan nama, Ryo si jurnalis keren!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H