Zikir dan istighfar, sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah SAW dan para salafus shalih, memiliki keutamaan yang sangat besar dan membawa banyak kebaikan serta pahala yang berlimpah. Amalan ini tidak hanya terbatas pada saat-saat tertentu atau ketika seseorang sedang dalam kondisi kesulitan, tetapi dapat dilakukan kapan saja, baik dalam keadaan lapang maupun sempit, sebagai bentuk penghambaan dan pengakuan atas kelemahan diri di hadapan Allah SWT.
Para salafus shalih, generasi awal umat Islam yang terkenal dengan ketakwaan dan kesalehannya, menjadikan zikir dan istighfar sebagai amalan harian yang tidak pernah mereka tinggalkan. Mereka menyadari betul bahwa meskipun mereka berusaha keras dalam ketaatan, tetap ada kekurangan dan dosa yang tidak terhindarkan. Oleh karena itu, mereka memperbanyak istighfar sebagai sarana pembersihan jiwa dan mendekatkan diri kepada Allah. Dalam kitab Hilyat al-Awliya', disebutkan bahwa Abu Hurairah RA, salah satu sahabat yang banyak meriwayatkan hadis dari Rasulullah SAW, biasa memohon ampun dan bertaubat kepada Allah sebanyak dua belas ribu kali setiap hari. Ini adalah bukti nyata betapa besar perhatian para salafus shalih terhadap amalan istighfar dan zikir.
Kisah Abu Hurairah RA ini menggambarkan betapa seorang sahabat yang begitu dekat dengan Rasulullah SAW merasa perlu untuk terus memperbanyak istighfar, meskipun beliau adalah salah satu dari generasi yang dijamin kebaikannya. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada seorang pun, seberapa saleh pun dia, yang terlepas dari kebutuhan untuk memohon ampunan kepada Allah. Justru, semakin seseorang mendekat kepada Allah, semakin besar kesadarannya akan kekurangan diri dan kebutuhannya untuk terus meminta ampun.
Istighfar dan zikir yang dilakukan tanpa batas waktu atau sebab tertentu juga merupakan bentuk kesadaran penuh akan keberadaan Allah dalam setiap aspek kehidupan. Dengan memperbanyak zikir dan istighfar, hati seorang hamba menjadi lebih tenang, jiwanya menjadi bersih dari penyakit-penyakit spiritual, dan hidupnya dilimpahi dengan keberkahan serta ketenangan. Inilah yang dilakukan oleh generasi salafus shalih—mereka tidak hanya beramal dengan tindakan lahiriah, tetapi juga senantiasa menjaga hubungan batiniah mereka dengan Allah melalui zikir yang berkelanjutan.
Zikir dan istighfar adalah dua amalan yang ringan di lisan, tetapi memiliki dampak besar dalam kehidupan seorang Muslim. Oleh karena itu, kita pun seharusnya mencontoh para pendahulu kita yang saleh dengan memperbanyak istighfar dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, kita berharap agar Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat, mengampuni dosa-dosa kita, dan memberikan ketenangan serta keberkahan dalam setiap langkah hidup yang kita jalani.
Dimanapun kita berada, kapanpun itu, penting untuk senantiasa mengingat Allah melalui istighfar. Istighfar bukanlah amalan yang terikat pada waktu atau tempat tertentu, tetapi dapat dilakukan kapan saja dan di mana saja, bahkan dalam situasi yang tampak sepele sekalipun. Zikir yang paling baik adalah "zikrul hal," yakni zikir yang dilakukan dalam keheningan, tanpa diketahui oleh orang lain. Zikir ini dilakukan dengan hati yang senantiasa mengingat Allah, bahkan ketika kita sedang berbincang, bekerja, atau dalam keadaan sibuk lainnya.
"Zikrul hal" mengajarkan kita untuk tetap terhubung dengan Allah dalam setiap keadaan. Ketika orang lain sedang bercakap-cakap, hati kita bisa tetap berzikir dan memohon ampun kepada-Nya. Bahkan saat sedang berkendara atau melakukan aktivitas sehari-hari, lisan dan hati ini tetap dapat diisi dengan istighfar. Inilah bentuk kesadaran spiritual yang tertanam kuat, di mana seorang hamba tidak pernah lupa akan kehadiran Allah dan selalu berusaha mendekatkan diri kepada-Nya.
Zikir semacam ini, meski dilakukan secara diam-diam dan tidak terlihat oleh orang lain, justru memiliki nilai yang tinggi di sisi Allah SWT. Sebab, zikir yang dilakukan dalam kesunyian hati menunjukkan ketulusan seorang hamba dalam mengingat Allah tanpa mencari perhatian atau pujian dari manusia. Zikir yang tulus ini pula yang menguatkan hubungan seorang Muslim dengan Tuhannya, membuat hati menjadi lebih tenang, pikiran lebih jernih, dan hidup lebih terarah.
Kebiasaan beristighfar dalam situasi apa pun juga melatih kita untuk terus merendah di hadapan Allah, menyadari bahwa meskipun kita menjalani aktivitas duniawi, kita tetap membutuhkan rahmat dan ampunan-Nya. Istighfar yang terus-menerus dilakukan, baik secara lisan maupun hati, akan menghapus dosa-dosa kecil yang mungkin tidak kita sadari, dan menambah keberkahan dalam setiap langkah kehidupan kita.
Dengan demikian, memperbanyak istighfar dan zikir dalam berbagai keadaan adalah salah satu cara terbaik untuk menjaga hati tetap terhubung dengan Allah, menghindarkan diri dari kelalaian, dan mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat. Inilah esensi dari zikrul hal, zikir yang dilakukan dengan kesadaran penuh dan kontinuitas, yang membawa kita pada kedekatan spiritual dengan Sang Pencipta, meski dalam kesibukan dunia yang tidak pernah berhenti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H