Mohon tunggu...
Raabiul Akbar
Raabiul Akbar Mohon Tunggu... Guru - ASN Guru MAN 1 Kota Parepare

S1 Universitas Al-Azhar Mesir. S2 SPS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Beasiswa Indonesia Bangkit (BIB) LPDP Kemenag RI. (Dalam Negeri) Anggota MUI Kec. Biringkanaya. Sulawesi Selatan. Penulis buku "Perjalanan Spiritual Menuju Kesempurnaan Melalui Cahaya Shalat" dan "Warisan Kasih: Kisah, Kenangan, dan Hikmah Hadis". Prosiding : the 1st International Conference on Religion, Scripture & Scholars Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal Jakarta, berjudul "The Spirit of Ecology in the Hadith: Protecting Nature in Love of Religion" yang terbit pada Orbit Publishing Jakarta. Hal. 237-249. Tahun 2024. Peneliti Jurnal Ilmiah sinta 6 berjudul "Zindiq Al-Walīd bin Yazīd An Analysis of Orthodoxy and Heterodoxy in the perspective of Civil Society in the Umayyad Dynasty" yang terbit pada Journal Analytica Islamica Program Pscasarjana UIN Sumatera Utara Medan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Keutamaan Istigfar dan Zikrul Hal dalam Kehidupan

10 September 2024   10:19 Diperbarui: 10 September 2024   10:24 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.liputan6.com/

Secara keseluruhan, hadis ini mengajarkan kepada kita bahwa istighfar tidak hanya sekadar ritual atau ucapan, tetapi juga sebuah proses spiritual yang mendalam. Ini adalah upaya untuk memperbaiki hubungan kita dengan Allah SWT, memohon ampunan, dan memohon perlindungan dari segala kekhilafan yang mungkin kita lakukan. Sebagai umat Rasulullah SAW, kita diharapkan dapat meneladani beliau dengan menjadikan istighfar sebagai amalan harian yang konsisten, sehingga kehidupan kita senantiasa diberkahi dan diliputi rahmat-Nya.

Dari Ibn Umar RA, beliau berkata: "Kami pernah menghitung Rasulullah SAW dalam suatu majelis, beliau mengucapkan: 'Ya Rabb, ampunilah aku dan terimalah taubatku, sesungguhnya Engkau adalah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang,' sebanyak seratus kali." Hadis ini diriwayatkan oleh Ibn Majah dan lainnya.

Hadis yang diriwayatkan oleh Ibn Umar RA ini menambah bukti kuat tentang betapa seringnya Rasulullah SAW memohon ampunan dan bertaubat kepada Allah. Dalam suatu majelis, para sahabat menghitung bahwa beliau mengucapkan, "Ya Rabb, ampunilah aku dan terimalah taubatku, sesungguhnya Engkau adalah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang," sebanyak seratus kali. Ini menunjukkan intensitas dan ketulusan taubat yang beliau ajarkan, meskipun beliau adalah manusia yang terjaga dari dosa.

Melalui amalan ini, Rasulullah SAW  mengajarkan bahwa taubat dan istighfar tidak hanya dilakukan pada waktu-waktu tertentu atau setelah melakukan dosa besar saja, tetapi harus menjadi bagian dari keseharian seorang Muslim. Beliau menunjukkan bahwa memohon ampun kepada Allah adalah jalan untuk mendekatkan diri kepada-Nya, memurnikan hati, dan menjaga spiritualitas agar selalu terhubung dengan Sang Pencipta.

Selain itu, hadis ini juga menegaskan pentingnya konsistensi dalam beristighfar. Rasulullah SAW tidak hanya beristighfar dalam jumlah yang sedikit, tetapi dalam jumlah yang besar, bahkan sampai seratus kali dalam satu majelis. Hal ini menjadi pelajaran penting bagi umatnya, bahwa semakin banyak kita beristighfar, semakin besar peluang kita untuk mendapatkan ampunan, rahmat, dan kasih sayang Allah SWT. Istighfar bukan hanya untuk orang yang banyak berbuat dosa, tetapi juga merupakan bentuk kerendahan hati dan kesadaran akan kebutuhan kita terhadap rahmat dan pengampunan Allah, yang selalu terbuka bagi mereka yang memintanya.

Kata-kata yang dipilih oleh Rasulullah SAW dalam doa tersebut juga sangat bermakna. Ucapan "Ya Rabb, ampunilah aku dan terimalah taubatku" menekankan aspek permohonan ampunan atas dosa, sementara pengakuan bahwa Allah adalah Maha Penerima Taubat menunjukkan keyakinan bahwa taubat seorang hamba, sebesar apa pun dosanya, pasti akan diterima jika ia tulus dan ikhlas. Tambahan sifat Maha Penyayang (Ar-Rahim) dalam doa ini juga menggambarkan betapa Allah adalah Tuhan yang tidak hanya menerima taubat, tetapi juga mengaruniakan rahmat dan kasih sayang yang tiada batas bagi hamba-hamba-Nya.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sebagai umatnya diajarkan untuk meneladani Rasulullah SAW dengan menjadikan istighfar sebagai amalan yang konsisten. Baik dalam kesibukan duniawi maupun dalam keadaan lapang, istighfar hendaknya selalu menghiasi lisan dan hati kita. Dengan begitu, kita tidak hanya membersihkan diri dari dosa, tetapi juga menjaga hubungan yang kuat dengan Allah, yang senantiasa siap memberikan pengampunan dan kasih sayang-Nya kepada mereka yang kembali kepada-Nya dengan hati yang penuh penyesalan.


Maka, bersyukurlah kepada Allah Ta'ala atas karunia besar yang telah diberikan-Nya, yaitu taufik untuk senantiasa mengingat-Nya melalui istighfar dan doa. Mengingat Allah adalah tanda keberuntungan seorang hamba, karena tidak semua orang diberi hidayah untuk bisa memperbanyak dzikir dan memohon ampunan. Ketika Allah memudahkan kita untuk beristighfar, itu adalah bentuk kasih sayang-Nya yang memungkinkan kita membersihkan hati dari dosa dan memperkuat hubungan dengan-Nya.

Syukur atas nikmat ini seharusnya tidak hanya diucapkan, tetapi juga diwujudkan dalam tindakan nyata, dengan terus meningkatkan kualitas dan kuantitas ketaatan kepada Allah. Allah SWT berfirman dalam Surat Ibrahim Ayat 7: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat." Maka, dengan bersyukur atas hidayah yang kita terima, Allah akan menambah nikmat-Nya, baik dalam bentuk kekuatan iman, kelapangan rezeki, atau ketenangan jiwa.

Selain itu, kita juga harus senantiasa memohon kepada Allah agar menambah nikmat-Nya dengan memberikan keteguhan dalam ketaatan. Tidak ada jaminan bahwa seseorang yang saat ini istiqamah akan tetap berada di jalan kebaikan di masa mendatang. Oleh karena itu, kita memerlukan pertolongan Allah agar hati kita tetap teguh dan tidak terpengaruh oleh godaan dunia atau hawa nafsu.

Berdoalah agar Allah tidak hanya memberi kita kesempatan untuk mengingat-Nya, tetapi juga meneguhkan hati dalam menjalankan setiap bentuk ketaatan, baik dalam keadaan senang maupun susah. Seperti yang diajarkan oleh Rasulullah SAW dalam doanya, "Ya muqollibal qulub tsabbit qolbi ala diinik" yang artinya "Ya Allah, tetapkanlah hatiku di atas agama-Mu," karena keteguhan iman adalah salah satu nikmat terbesar yang dapat diperoleh seorang hamba. Dengan terus beristighfar, bersyukur, dan memohon keteguhan dalam ketaatan, insyaAllah kita akan mendapatkan ridha-Nya dan menjalani kehidupan yang penuh dengan berkah serta rahmat-Nya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun