Selalu ada permasalahan dalam perjalanan demokrasi di Indonesia. Dominasi kekuasaan dalam pengaturan jalannya demokrasi tampak nyata dalam era orde baru.Â
Penguasa sangat dominan dalam menentukan pelaksanaan Pemilihan Umum pada saat itu. Intimidasi maupun teror dijadikan alat legitimasi dalam upanyanya memenangkan Pemilu.Â
Walaupun pemilu adalah salah satu syarat berjalannya demokrasi tetapi menjadi alat penguasa untuk mengatur pelanggengan kekuasaan atas nama demokrasi.
Pada ujung perjalanan 26 tahun tumbangnya orde baru sepertinya pola tersebut kembali terulang. Walaupun secara kasat mata tidak terlihat tetapi seperti semilir angin bisa dirasakan.Â
Kehebatan para aktor politik yang dekat dengan kekuasaan sepertinya mampu mengontrol pilihan masyarakat lewat sihir poltik yang mereka ciptakan.Â
"Sihir" yang bukan klenik tetapi cara cerdas yang mampu membuat masyarakat seolah tidak memiliki pilihan lain selain tokoh politik yang mereka ciptakan sendiri.
Susah untuk menghakimi bahwa pilihan masyarakat tidak demokratis karena kenyataannya memang demokratis. Dilakukan lewat pemilu yang memiliki legalitas tinggi dan proses demokrasi yang wajar.Â
Bahkan banyak aktor politik yang mengatakan kalau pemilu dianggap diatur oleh penguasa berarti mencederai pilihan rakyat. Memang hal tersebut seolah menjadi alat pembenaran karena rakyat lah yang memilih.Â
Rakyat menjadi obyek dalam mengatur arah pilihan mereka. Lembaga survey juga menjadi alat untuk mempengaruhi pilihan masyarakat.Â
Sehingga ada tokoh lembaga survey yang tiba-tiba menjadi dekat dengan penguasa dan adapula yang karena ketidakcocokan dengan cara kerja lembaga survey menjadi mundur dari lembaga survey.Â