Sosoknya murah senyum dan sangat ramah. Saat Parlementaria mendatangi ruang kerjanya di Gedung Nusantara I DPR, ia menyapa penuh keakraban. Kepada Reporter Ria Nur Mega dan Fotografer Runi Sari Budiati, ia menceritakan banyak hal tentang masa kecilnya di desa dan kenangan masa mudanya di Kota Medan. Inilah Marwan Dasopang, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI.
Hari Minggu, menjadi salah satu hari yang sangat ditunggu oleh Marwan kecil, karena hari itu adalah hari dimana ayahnya selalu memberikannya Koran Angkatan Bersenjata selama satu minggu terakhir. Marwan kecil sangat mencintai koran, karena terinspirasi dari falsafah gurunya yang mengatakan 'Bila ingin mengetahui sesuatu, maka rajinlah membaca'. Baginya, koran bukan sekedar bisa menambah pengetahuan, namun juga menjadi penyemangat hidup untuk mewujudkan tekadnya merubah nasib diri dan keluarganya.
Tak ada selembar koranpun yang terlewatkan untuk dibaca, semuanya sangat berarti bagi anak desa yang waktu itu tidak menikmati teknologi, bahkan jejak mobilpun tak tampak di mata Marwan yang tinggal di desa terpencil di Desa Pangikiran, Kecamatan Halongonan, Kabupaten Padang Lawas Utara, Sumatera Utara.
Marwan memulai jenjang pendidikan formalnya di SD Negeri Rondaman, pada tahun 1976. Marwan ingat betul, ayahnya yang seorang pengetua serta guru ngaji di desanya, sering mengilustrasikan suatu hal yang jangkaunnya masa depan. Ilustrasi sederhana ayahnya menjadikan Marwan anak yang penuh imaji dalam dunia fantasi dan selalu ingin menjadikan perspektif nyata. Fantasinya ialah perihal objek remeh, namun krusial.
"Waktu kecil, ayah saya pernah mengilustrasikan bahwa suatu hari nanti ada orang yang akan menemukan alat yang bisa membungkus cahaya, lalu dilepaskan pada saat malam hari untuk menerangi desa. Ungkapan sederhana itu merangsang cara berpikir saya, karena waktu itu  belum ditemukan teknologi tenaga surya. Tapi apa yang dia sampaikan arahnya untuk masa depan," ungkapnya, seraya mengagumi ajaran ayahnya yang menjadikan Marwan sosok anak kecil yang punya rasa kuriositas tinggi serta pemikiran yang kritis.
Di luar itu, Marwan tetaplah seorang anak kecil lugu yang memiliki angan-angan sederhana. Marwan hanya ingin menjadi seperti sosok yang ada di kalender rumahnya waktu itu, yaitu Presiden RI ke-2 Soeharto. Namun, Marwan kecil tidak begitu mengenal sosok Soeharto, dia hanya ingin berpakaian seperti Soeharto di dalam kalender, yang duduk dengan tangan menyatu dengan pakaian jas dipadu dasi segitiga.
Lulus jenjang SD, Marwan tidak langsung melanjutkan sekolah karena keterbatasan ekonomi, serta tidak ada fasilitas yang diberikan oleh negara. Untuk itu, selama dua tahun berlalu, hari-hari Marwan disibukkan dengan membantu orang tuanya menyadap karet, sampai akhirnya ada salah satu tokoh di desa yang mendirikan Madrasah.
Hal itu disambut gembira oleh Marwan yang memiliki semangat membara untuk belajar. di Madrasah Ar Rosidiyah, Marwan kembali melanjutkan pendidikannya, dengan menempuh sekolah setingkat Madrasah Tsanawiyah (Mts). Namun, bukan berarti ia berhenti membantu orang tuanya. Kegiatan menyadap karet untuk memenuhi kebutuhan hidup, tetap dijalani Marwan sebelum masuk sekolah pukul 16.00-18.00 WIB. Marwan tak kenal letih untuk terus menuntut ilmu.
"Kami harus punya tekad yang kuat untuk bisa sekolah. Dalam kebimbangan, kekejaman karena tidak difasilitasi negara, saya tetap punya tekad kuat untuk sekolah. Karena modal pendidikan di pesantren yang mengajarkan sifat sabar dan qana'ah, maka perasaan didzalimi terhapus dengan sendirinya. Maka saya selalu menerapkan  Man Jadda Wa Jada (Siapa yang bersungguh-sungguh, pasti akan mendapatkan hasil)," ungkapnya.
Marwan tidak pernah lelah untuk memuaskan diri akan hausnya menambah wawasan pengetahuan. Lulus dari MTs, ia melanjutkan ke Madrasah Aliyah (MA) di Pesantren Al-Mukhtariyah. Lulus dari MA, Marwan muda melanjutkan studi di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sumatera Utara di Medan. Namun, tidak semudah itu Marwan bisa duduk di bangku kuliah. Marwan juga mengajar ngaji untuk sekadar memenuhi kebutuhan hidup dan biaya kuliah. Namun, keinginan untuk merubah diri menjadi orang terpandang terus terpatri. Dengan itulah, ia bekerja dan bergaul dengan banyak orang.
Hobi membaca koran, terus mengiringi langkah Marwan hingga duduk di bangku kuliah. Rubrik Opini di halaman 4 Koran Kompas, adalah 'makanan' Marwan setiap hari. Berbagai isu di Kompas menjadi bahan untuk dikaji  bersama dengan teman-teman di organisasi. Marwan banyak tergabung di organisasi mulai dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Kota Medan (PMII), Gerakan Pemuda (GO) Ansor, Komite Nasional Pemuda Indonesai (NKPI) hingga Nahdlatul Ulama.Tidak hanya membaca dan mengkaji, Marwan juga menulis untuk mengkritisi permasalahan yang sedang terjadi. "Saya sering menulis opini di Waspada, Analisa dan Mimbar Umum. Itulah cara hidup saya sambil aktif berogranisasi," jelasnya.Â
 Panggung Politik
Singkat cerita, setelah lulus kuliah dan aktif berorganisasi, Marwan tergabung dalam Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tahun 1999 dan menepati jabatan sebagai Sekretaris Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PKB Sumatera Utara. Tahun 2009, ia mencalonkan diri menjadi Anggota DPR RI. Sayangnya, ketika itu ia gagal memperoleh suara minimal. Hal itu sempat menyurutkan langkahnya untuk 'berlaga'di Senayan. Namun baginya, kegagalan bukan sebuah kiamat. Ia kembali mencoba tahun 2014 dengan meninggalkan strategi tahun 2009 yang menghabiskan biaya cukup banyak.
"Modalnya dengan keliling menyapa masyarakat. Saya  bilang 'Saya mau Caleg suara kalian mau taruh ke siapa?'. Mereka bilang 'Sebelumnya tidak ada yang datang ke sini, jadi kami tidak tahu. Tapi ada bapak ke sini, kami akan pilih'. Nah dari sekian Caleg saya hadir. Maka kesimpulannya, Caleg itu harus turun ke Daerah Pemilihan dan benar-benar menyapa," katanya.
Akhirnya, Marwan pun terpilih menjadi Anggota DPR RI periode 2014-2019 dari PKB, Daerah Pemilihan Sumatera Utara II, yang terdiri dari 19 Kabupaten dan Kota. Semula, ia duduk di Komisi IX DPR RI, namun tak lama kemudian pindah ke Komisi VIII DPR RI dan mendapat amanah dari partai untuk duduk menjadi Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI.
Namun, karena ada perpindahan komisi itu, Marwan menyesalkan masih adanya utang kepada konstituen yang belum tuntas sewaktu ia duduk di Komisi IX DPR RI, khususnya masalah BPJS Kesehatan. Namun, semangat untuk melindungi pekerja migran telah diselesaikannya, saat ia dan Anggota Komisi IX DPR RI lain berhasil menyelesaikan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Migran Indonesai (RUU PPMI).Tantangan pun ditemuinya saat di Komisi VIII, karena urusan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) serta permasalahan Program Keluarga Harapan (PKH) sulit didapatkan oleh konstituennya di Dapil.
Menurut Marwan, infrastruktur di Dapilnya belum baik, sehingga konstituennya enggan mengurus PKH, karena biaya untuk mengurus lebih besar daripada bantuan uang yang diterima. Untuk itu, dalam setiap rapat dengan Kementerian Sosial, ia selalu meminta Pemeritah menyelesaikan masalah ini. Menurutnya, setidaknya ada bank yang buka minomal dua kali dalam seminggu, untuk menampung aspirasi kebutuhan masyarakat dan agar tersalurkannya dengan tepat bantuan sosial yang digulirkan oleh pemerintah melalui bank.
"Permasalahan ini sudah maksimal kita perdebatkan di Komisi VIII DPR RI, sampai diangggap bermusuhan. Karena mereka seperti tidak mau tahu. Saat kita laporkan ada masalah yang ditemukan, pemerintah bilang sudah selesai. Tapi saat reses ke Dapil, masalahnya yang disampaikan itu lagi. Â Menjadi Anggota DPR, tidak enak saat turun ke Dapil, tapi permasalahan belum tuntas. Andai kita yang punya program ini, kita ingin segera menyelesaikan. Tapi kan DPR tidak ada anggaran dalam hal program. Jadinya, masyarakat Dapil menganggap DPR tidak bekerja," jelasnya.
Selalu Ingin Pulang Ke Rumah
Di luar parlemen, Marwan adalah sosok suami dan ayah yang baik bagi istri dan ketiga anaknya. Sang istri, Ismah Amrina, dan ketiga anaknya, Rania Adiba Dasopang, M. Zaki Fadilah Dasopang  dan  Raisa Alika Dasopang kini tinggal di Medan. Sementara Marwan di Jakarta. Jauh dari keluarga, membuat Marwan ingin selalu pulang ke Medan, hanya untuk sekedar melepas rindu.
Ada sedikit cerita lucu yang hanya diceritakan Marwan kepada Parlementaria. Hal itu terjadi ketika anaknya yang terakhir masih kecil. Akibat terlalu lama merantau ke Jakarta, saat kembali ke Medan, si bungsu enggan mengenali dirinya. Tentu rasanya sedih dan sangat terenyuh, hingga akhirnya pelukan yang menyatukan ayah dan anak.
"Saya dan istri memiliki komitmen dalam membina rumah tangga LDR (long distance relationship), sehingga keputusan ini tidak menjadikan kita uring-uringan. Dalam hal itu, saya sangat memuji istri saya. Karena dengan usia yang lebih muda dari saya, tapi bisa paham dengan keadaan. Masa awal-awal dulu, saya merasa sedih karena lama tidak pulang anak saya yang kecil tidak mau digendong. Dia sudah tidak mengenali ayahnya, tapi begitu dipeluk dia mau. Itu saya simpulkan, tidak boleh terlalu lama jauh dari anak. Karena membina anak, selain memberi kecukupan pembinaan, tetapi perlu kedekatan secara personality," jelasnya penuh tawa.
Dalam mendidik anak, Marwan menirukan cara ayahnya dulu yang mengajarkan anaknya mengkritisi segala sesutu. "Misalnya saja waktu itu saya sedang jalan dengan anak, ada seorang pengemis dijalan, lalu itu menjadi diskusi kami selama perjalanan. Saya jelaskan hal itu sudah diatur di UU. Saya katakan 'Nanti kau baca pasal per pasal, kalau kau nanti jadi kepala daerah, itu menjadi tugasmu'. Dari situ mereka mulai menyampaikan ide-idenya yang diawali kata 'Kalau saya jadi Wali Kota...'. Paling tidak, saya membawa mereka berangan-angan. Dirangsang agar mereka mencari dasarnya apa," ungkapnya.Â
Namun, saat pulang ke Medan dan ingin menghabiskan waktu dengan keluarga, ada saja tamu yang datang. Sadar sebagai Anggota DPR yang dijadikan jembatan bagi kosntiuennya untuk menyampaikan berbagai masalah, sehingga ia tidak bisa menolaknya.
Mengakhiri perbincangan, Marwan mengatakan masih banyak utang kepada kosntituennya, yang cukup membuatnya merasa terbebani dan ingin segera melunasinya. Namun ia berkomitmen untuk melunasi utang-utang dan menjalankan tugas sebagai Anggota DPR RI sesuai dengan tugas dan fungsinya. (rnm/sf)
*Tulisan ini telah dimuat sebelumnya dalam Majalah Parlementaria DPR RI edisi bulan April 2018.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H