Mohon tunggu...
Qurotul Hasanah
Qurotul Hasanah Mohon Tunggu... lainnya -

Alumni Pon.Pes Al-Kamal Blitar dan Mahasiswa UIN Maliki Malang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen 1. Masa Lalu Salsa

10 Februari 2015   23:11 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:28 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

MASA LALU SALSA

Suatu minggu dipagi yg cerah, seorang gadis bersama ibunya sedang berjalan menyusuri lorong-lorong di pasar kota. Gadis itu bernama Salsa. Ketika itu, tak jauh dari tempat keduanya berada, berdiri sesosok gadis seusia Salsa memandang kearahnya.

“Hai! Kamu Salsa kan? Apa kabar? Lama sudah kita tak jumpa” Sapa gadis tersebut.

“Hai juga. Ya aku Salsa, kamu?” Salsa mengernyitkan dahi. “Emmm...ini Maudy kan? Ya Tuhan, maaf tadi aku pangkling sama kamu, habis lama tak jumpa. Oh ya, aku baik. Kamu?”

“Alhamdulillah baik juga. Sa, aku kangeeen banget sama kamu,”

“Aku juga Maudy, emmm sejak kapan pulang?” Tanya Salsa.

“Aku sudah sebulan dirumah. Alhamdulillah kedua orangtuaku udah baikan lagi. Dan mulai sekarang aku kembali ke kota ini untuk hidup bersama-sama keduanya kembali”.

“Oh yaa? Syukurlah. Aku ikut senang mendengarnya kawan. Jadi sekarang kita bisa bersama lagi seperti dulu” Kata Salsa.

“Saa, ayo kita pulang. Ibu sudah selesai belanjanya”. Kata seorang ibu pada Salsa.

“Iya Bu, mari!”

“Maudy, maaf ya, aku harus harus ngantar ibu dulu. Nanti aku tunggu kamu di taman kota. Pastinya banyak cerita selama kita terpisah. Aku ingin dengar cerita-ceritamu”.

“Oke! Tidak apa-apa. Aku tunggu kamu di taman”.

Maudy pun melihat teman masa kecilnya berjalan semakin sujauh. “Ibu??? Tapi kok....????”, Gumam Maudy bingung.


**********

Taman kota yang sejuk. Duduk dua gadis remaja dibawah sebuah pohon Akasia yang rindang. Jilbabnya berkelok-kelok tertiup angin, membuat keduanya semakin berseri-seri.

“Hampir 14 tahun kita berpisah. Dan selama itu semuanya telah berubah. Aku pikir aku akan kehilangan semuanya, tapi ternyata tidak. Aku menemukan teman masa kecilku kembali”. Gumam Salsa.

“Iya, aku juga gak nyangka selama itu kita berpisah. Andai saja waktu itu orangtuaku tidak bercerai, pasti aku akan selalu bersamamu.” Kata Maudy.

“Sudahlah, yang penting sekarang keluargamu sudah rukun kembali dan kita juga bisa bersama-sama lagi.” Ucap Salsa.

“Emmm....Sa, maaf aku mau tanya. Yang tadi itu ibu kamu? Ibu Indayah? Tapi sepertinya aku belum pernah melihat wajahnya. Apa akunya yang lupa ya?” Tanya Maudy.

“Hmmm....iya, itu Ibuku. Tapi bukan Ibu Indayah, namanya Ibu Sa’diyah.” Kata Salsa sambil tersenyum.

“Bukan Ibu Indayah? Maksudnya? Maaf, apa orangtuamu berpisah?..” Tanya Maudy.

“Emmm....apa ya namanya? Maudy, Ibu Indayah yang kamu kenal kini sudah tenang, sudah hampir 13 tahun aku tidak hidup bersama-sama dengannya lagi.”

“Maksudnya Sa?”

“Maudy, Ibu Indayah adalah Bunda ku, guru ngaji kita. Beliau sudah lama pergi dari dunia ini, kurang lebih dua bulan setrang lebih dua bulan setelah perceraian kedua orangtuamu dan kepindahanmu ke kota ayahmu.

“Innalillahi wa inna ilaihi rooji’un, benarkah Sa? Tapi karena apa? Sakitkah? Rasanya dulu itu Ibu Indayah sehat-sehat aja.”

“Yah, ceritanya panjang Maudy. Apa akuMaudy. Apa aku boleh bercerita?”

“Ceritalah Sa, aku sahabatmu, aku pasti dengarkan, maaf waktu itu aku tidak bisa disampingmu, menemanimu menangis.”

“Bunda memang terlihat sehat. Tapi sejatinya ia rapuh karena Bunda mempunyai penyakit komplikasi Liver dan Batu Ginjal. Makin hari penyakit itu bertambah parah, maka Bunda jadi sering keluar masuk RS. Tak sedikit biaya yang dihabiskan Ayah untuk kesembuhan Bunda. Tapi apa boleh buat, kuasa Allah lebih agung. Waktu itu, Bunda baru saja beberapa hari pulang opname. Tapi tiba-tiba kakekku masuk RS karena ada virus titanus dalam tubuhnya. Seingat aku kakek hanya tiga hari dirawat di RS, dan cerita nenek, semalam sebelum kakek meninggal, Bunda berkata pada nenekku. Kata Bunda, “Buk, aku ingin ikut bapak. Bapak itu sudah mati. Boleh ya?”. Semua orang terbengong mendengar kata-kata Bunda. Apalagi nenek, ia sebagai seorang ibu mempunyai firasat buruk tentang hari esok. Dan ternyata benar. Hari itu 09-09-99 pukul 03.00 dini hari kakek meninggal di RS. Setelah jenazah dibawa pulang dan disemayamkan, suasana duka masih terlihat pada dengan sepupu-sepupuku. Tapi ternyata aku salah. Itu bukanlah hari yang menyenangkan, tetapi itu justru hari paling buruk dalam sejarah hidupku. Kenapa? Bayangkan saja, dalam hari, tanggal, bulan, dan tahun yang sama, aku dan keluargaku kehilangan dua orang yang yang kami sayang, yang aku cinta. Kakek dan Bunda ku Maudy. Ternyata Bunda benar-benar ikut kakek. Bunda meninggal sore harinya. Ia meninggalkanku, anak satu-satunya. Aku sangat menyesal Maudy, karena beberapa menit sebelum Bunda meninggal, ia memintaku memeluk dan menciumnya lalu ia ingin memeluk dan menciumku. Tapi karena aku terlalu asyik bermain, aku hanya membalas pelukan dan ciumannya hanya sekedar pelukan biasa. Padahal ia memelukku erat sekali, seolah-olah tak ingin melepasnya. Aku tak tahu kalau itu adalah pelukan dan ciuman terakhir dari Bunda. Aku gak tahu, aku bodoh, aku jahat Maudy. Andai saja waktu dapat diputar kembali, aku ingin tak ada penyakit dalam tubuh Bunda.......aku,aku,...............”. Salsa tak dapat lagi membendung air matanya, ia tak sanggup lagi meneruskan kata-katanya. Maudy pun memeluknya.

“Sa, sudahlah. Maafkan aku, aku tak bermaksud mengingatkanmu pada masa lalu itu. Sekapang hapus air matamu dan jangan bersedih lagi. Percayalah! Bundamu pasti sudah tenang dialamnya sana.” Kata Maudy menenangkan sahabatnya.

“Iya, makasih ya Maudy. Awalnya aku memang tak mempercayai semua yang terjadi. Tapi sekarang aku sudah dewasa, aku sudah tahu kalau kematian itu adalah fakta dan menyakitkan. Sekarang aku bisa memahami semuanya, mungkin ini adalah yang terbaik bagi Bunda. Aku juga percaya Allah pasti melapangkan jalan Bunda”.

“Benar Salsa, aku juga percaya, Ibu Indayah adalah orang yang baik. Lagiankan sekarang kamu sudah dapat Ibu baru, kamu harus bisa jalani semua ini”.

“Ya, karena ini takdirku. Awalnya memang sakit. Tapi sekarang aku sadar, aku beruntung mendapat Ibu pengganti yang baik padaku. Walau aku takkan pernah bisa lupakan Bunda, dan posisinya takkan tergantikan oleh yang lain dihatiku. Aku akan selalu berusaha untuk jadi anak yang baik, yang berbakti pada Bunda, Ayah, dan Ibuku. Aku ingin bahagiakan mereka semua Maudy.”

“Kamu pasti bisa Salsa. Pasti!!” Dukung Maudy.

Salsa pun tersenyum. Lalu memeluk sahabatnya. Tak lama setelah itu keduanya bangkit dari duduk dan berjalan beriringan meninggalkan taman kota, lalu menuju ke arah pemakaman untuk menziarahi makam Ibu Indayah. Sesekali terdengar suara tawa dari keduanya.

“Sa, ternyata dibalik senyum dan keceriaanmu, kau menyimpan suatu masa lalu yang sangat menyedihkan. Tapi sepertinya aku melihat suatu semangat baru dalam hidupmu. Berjuanglah meraih mimpimu kawan!!” Gumam Maudy sambil memandang ke arah Salsa. Sedangkan Salsa memandang lurus ke arah depan. Ia juga sedang bergumam. “Bunda..... ini aku Salsa putrimu, aku janji aku akan jadi anak yang baik, berbakti, dan insyaallah bisa menjadi anak yang sholihah yang akan mendoakanmu selalu. Dan aku ingin suatu saat nanti, aku bisa menjadi seorang penulis yang akan menulis semua tentangmu dengan tinta emas milikku. Aku merindukanmu Bunda.............”

******************************

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun