Mohon tunggu...
Qurotun Aini
Qurotun Aini Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Saya seorang pelajar dan saya ingin membuat artikel sejarah yang menarik.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kolonialisme dan Perubahan Struktur Agraria di Indonesia Pada Abad ke-19

12 November 2024   09:33 Diperbarui: 12 November 2024   09:46 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendahuluan

Pada abad ke-19, Indonesia mengalami perubahan besar dalam struktur agrarianya akibat kolonialisme yang dilakukan Belanda. Perubahan ini tidak hanya berdampak pada tatanan sosial-ekonomi masyarakat, tetapi juga mempengaruhi pola kepemilikan lahan dan sistem produksi pertanian di berbagai wilayah Indonesia. Kebijakan-kebijakan kolonial yang diterapkan Belanda untuk mengeksploitasi sumber daya alam Indonesia demi keuntungan ekonomi mereka, telah menciptakan dinamika baru dalam sektor agraria yang berdampak panjang hingga pasca-kemerdekaan.

Perubahan Struktur Agraria di Indonesia pada Abad ke-19

Sebelum kedatangan Belanda, sistem agraria di Indonesia didasarkan pada pola kepemilikan komunal di bawah pengelolaan masyarakat adat dan raja-raja lokal. Sistem ini memberikan hak kepada masyarakat untuk mengelola lahan secara bersama-sama berdasarkan kebutuhan bersama. Namun, ketika Belanda menerapkan sistem kolonial, mereka mulai memperkenalkan berbagai kebijakan yang mengubah tatanan tersebut.

Tanam Paksa (Sekolah Tinggi Budaya)

Salah satu kebijakan penting yang diterapkan Belanda pada abad ke-19 adalah Sistem Tanam Paksa atau Cultuurstelsel. Kebijakan ini diterapkan pada tahun 1830 oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch untuk mengatasi krisis ekonomi di Belanda. Melalui sistem ini, petani pribumi diwajibkan menanam tanaman ekspor, seperti kopi, tebu, dan nila, di sebagian lahan mereka. Hasil tanaman ini kemudian diserahkan kepada pemerintah kolonial sebagai bentuk pajak. 

Tanam Paksa berdampak negatif pada petani karena mereka kehilangan kendali atas lahan mereka sendiri dan hanya diperbolehkan menggarap sebagian kecil untuk kebutuhan pangan mereka. Tanam Paksa menimbulkan penderitaan dan kemiskinan di kalangan petani, yang terkadang harus berhutang atau menjual harta benda untuk bertahan hidup.

Pola Kepemilikan Lahan

Dalam struktur agraria tradisional, lahan pertanian dimiliki oleh komunitas dan didistribusikan secara merata sesuai kebutuhan. Namun, sistem kolonial mengubah pola kepemilikan lahan ini dengan mengadopsi sistem sewa lahan atau bahkan monopoli lahan oleh penguasa kolonial. Belanda mulai mengeluarkan hak istimewa kepada perusahaan-perusahaan Eropa untuk memiliki dan mengelola lahan di Indonesia. 

Salah satu contohnya adalah pendirian perkebunan besar oleh perusahaan Belanda yang diberikan hak istimewa oleh pemerintah kolonial untuk menguasai tanah di pulau Jawa dan Sumatra. Perubahan pola kepemilikan lahan ini menyebabkan ketimpangan yang semakin besar antara masyarakat pribumi dan pemilik modal asing.

Eksploitasi Buruh Tani

Sistem ekonomi kolonial mengharuskan masyarakat pribumi bekerja di perkebunan-perkebunan yang dikelola oleh pemerintah kolonial atau perusahaan-perusahaan Eropa. Hal ini menciptakan ketergantungan masyarakat pribumi terhadap penguasaan kolonial dalam hal pendapatan. Kondisi kerja yang tidak manusiawi, seperti upah yang sangat rendah dan jam kerja yang panjang, menyebabkan penderitaan bagi para buruh tani. Mereka tidak lagi memiliki otonomi dalam mengolah lahan dan hanya menjadi pekerja di lahan mereka sendiri.

Kebijakan Agraria 1870

Setelah Tanam Paksa berakhir pada tahun 1870, pemerintah kolonial mengeluarkan Agrarische Wet atau Undang-Undang Agraria 1870. Undang-undang ini memungkinkan pengusaha asing untuk menyewa tanah di Indonesia dalam jangka waktu yang panjang, hingga 75 tahun. 

Kebijakan ini diharapkan dapat mendorong investasi asing di sektor agraria dan membuka lahan baru untuk perkebunan besar. Namun, Undang-Undang Agraria justru memperkuat kontrol kolonial atas tanah dan semakin memperluas wilayah perkebunan yang dikuasai oleh perusahaan asing. Pada akhirnya, masyarakat pribumi semakin tersingkir dari kepemilikan lahan mereka sendiri, dan ketimpangan sosial-ekonomi semakin meningkat.

Dampak Perubahan Struktur Agraria

Perubahan struktur agraria akibat kebijakan kolonial Belanda berdampak pada hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat Indonesia pada abad ke-19. Berikut beberapa dampaknya:

Penurunan Ketahanan Pangan : Sistem Tanam Paksa memaksa petani untuk menanam komoditas ekspor, mengurangi lahan untuk tanaman pangan lokal. Hal ini menyebabkan krisis pangan di beberapa wilayah dan meningkatkan kemiskinan.

Polarisasi Sosial : Adanya perpecahan antara pemilik modal (terutama pengusaha Eropa) dan buruh tani pribumi menciptakan ketimpangan sosial yang besar. Struktur sosial tradisional berubah, dan kemerosotan ekonomi semakin melebar.

Eksploitasi dan Penderitaan Buruh Tani : Sistem kerja paksa dan upah rendah menyebabkan penderitaan di kalangan petani. Para petani kehilangan otonomi dan hak untuk menguasai hasil kerja mereka.

Perubahan Pola Kepemilikan Lahan : Struktur agraria tradisional yang komunal digantikan oleh sistem kepemilikan perseorangan dan sewa jangka panjang yang dikuasai oleh pengusaha asing.

Dampak Perubahan Struktur Agraria

 

Perubahan struktur agraria yang terjadi akibat kolonialisme memiliki dampak yang besar bagi Indonesia.

 

- Eksploitasi Sumber Daya Alam: Kolonialisme Belanda memanfaatkan sumber daya alam Indonesia untuk kepentingan ekonomi mereka sendiri.

- Kesenjangan Sosial: Sistem tanah milik pribadi dan perkebunan swasta menciptakan kesenjangan sosial antara penduduk pribumi dan elit Belanda.

- Kemiskinan dan Ketidaksetaraan: Penduduk pribumi terjebak dalam kemiskinan dan ketidaksetaraan akibat eksploitasi dan upah rendah.

- Kerusakan Lingkungan: Penggunaan lahan yang tidak terkendali dan eksploitasi sumber daya alam menyebabkan kerusakan lingkungan.

Kesimpulan

Kolonialisme Belanda membawa perubahan besar dalam struktur agraria Indonesia pada abad ke-19. Kebijakan Tanam Paksa, monopoli lahan oleh perusahaan asing, dan eksploitasi buruh tani telah mengubah tatanan sosial-ekonomi masyarakat Indonesia secara signifikan. 

Dampak dari kebijakan agraria kolonial ini masih dirasakan hingga saat ini, terutama dalam hal ketimpangan sosial-ekonomi dan masalah kepemilikan lahan yang masih menjadi isu penting di Indonesia. Mempelajari sejarah kolonialisme dan dampaknya terhadap agraria di Indonesia dapat memberikan pemahaman yang lebih dalam mengenai akar permasalahan agraria di Indonesia saat ini dan pentingnya kebijakan agraria yang adil untuk masa depan.

Daftar Pustaka

Alatas, Syed Hussein. (1980). Mitos Penduduk Asli yang Malas . London: Frank Cass.

Boomgaard, Peter. (1989). Anak-anak Negara Kolonial: Pertumbuhan Penduduk dan Pembangunan Ekonomi di Jawa, 1795-1880 . Amsterdam: Free University Press.

Elson, Robert E. (1994). Desa Jawa di bawah Sistem Tanam Paksa . Sydney: Allen & Unwin.

Furnivall, JS (2009). Hindia Belanda: Sebuah Studi tentang Ekonomi Plural . Cambridge: Cambridge University Press.

Geertz, Clifford. (1963). Involusi Pertanian: Proses Perubahan Ekologis di Indonesia . Berkeley: University of California Press.

Ricklefs, MC (2001). Sejarah Indonesia Modern Sejak Tahun 1200. Stanford: Stanford University Press.

Suryo, Dwi. (1984). "Pengaruh Tanam Paksa Terhadap Perubahan Struktur Agraria di Jawa," dalam Jurnal Sejarah Indonesia , Vol. 3.

Van den Doel, HW (1994). De Stille Macht: Het Europese Binnenlands Bestuur op Java en Madoera, 1808-1942 . Amsterdam: Pers Universitas Amsterdam.

Artikel ini memberikan pandangan kritis tentang perubahan agraria di Indonesia pada masa kolonial yang bisa dijadikan sebagai dasar pemahaman untuk kebijakan agraria yang lebih berkeadilan di Indonesia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun