Mohon tunggu...
Qurnia Ty
Qurnia Ty Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Artikel Pendidikan

15 Oktober 2024   10:40 Diperbarui: 15 Oktober 2024   11:16 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

HAKEKAT PENDIDIKAN

DALAM PERSPEKTIF JOHN DEWEY

Tinjauan Teoritis

Wasitohadi

Program Studi S1 PGSD

FKIP - Universitas Kristen Satya Wacana

ABSTRAK

Mengenai hakekat pendidikan, mengandung banyak aspek dan sifatnya sangat kompleks.

Karena sifatnya yang kompleks itu, maka tidak sebuah batasanpun yang cukup memadai

untuk menjelaskan hakekat pendidikan secara lengkap. Batasan tentang hakekat pendidikan

yang dibuat para ahli beraneka ragam, dan kandungannya kadang berbeda satu dari yang

lainnya. Perbedaan tersebut mungkin terjadi karena perbedaan orientasinya, konsep dasar

yang digunakan, aspek yang menjadi tekanan, atau karena falsafah yang melandasinya.

Bagi John Dewey, pengalaman adalah basis pendidikan, atau dalam terminologi Dewey

sendiri "pengalaman" sebagai "sarana dan tujuan pendidikan". Pendidikan pada hakekatnya

merupakan suatu proses penggalian dan pengolahan pengalaman secara terus-menerus.

Inti pendidikan adalah usaha untuk terus-menerus menyusun kembali (reconstruction) dan

menata ulang (reorganization) pengalaman hidup subjek didik. Pendidikan haruslah

memampukan subjek didik untuk menafsirkan dan memaknai rangkaian pengalamannya

sedemikian rupa, sehingga ia terus bertumbuh dan diperkaya oleh pengalaman tersebut.

Kata kunci: Hakikat Pendidikan, John Dewey.

PENDAHULUAN

Istilah hakekat bisa diartikan sebagai

karakteristik atau ciri khas dari sesuatu, yang

bisa membedakannya dari yang lain. Hakekat

adalah hal terpenting dari sesuatu yang terdiri

atas pengertian yang sifatnya abstrak. Abstrak

berarti tidak konkrit atau tidak dapat dihayati

atau diamati dengan panca indra (Imam

Barnadib, 2002:4). Hakekat pendidikan,

misalnya, dengan demikian bisa dimaknai

sebagai karakteristik atau ciri khas dari

pendidikan, yang sifatnya abstrak, yang bisa

membedakannya dengan yang bukan pendidikan. Yang bukan pendidikan ini bisa

bermacam-macam wujudnya. George R.

Knight, misalnya, ketika membahas "apa

hakekat pendidikan itu", dengan sadar ia

membedakannya dengan istilah sekolah,

belajar dan pelatihan, meskipun istilahistilah tersebut saling berkaitan (George R.

Knight, 1982:7-10).

Sementara itu, ada pula yang memahami hakekat pendidikan itu, dengan bertolak

dari adanya perbedaan hakekat manusia

dengan makhluk lain, misalnya binatang.

Bertolak dari sini, kemudian muncul banyak

pemahaman, misalnya bahwa pendidikan itu

adalah untuk manusia, bukan untuk binatang.

Manusia, kata pendapat ini, adalah animal

educandum (binatang yang dapat dididik),

ada pula yang mengatakan manusia adalah

zoon politicon (hewan yang bermasyarakat),

Max Scheller bilang manusia adalah Das

Kranke Tier (hewan yang sakit) yang selalu

gelisah dan bermasalah (Umar Tirtarahardja,Satya Widya, Vol. 30, No.1. Juni 2014: 49-61

Dalam tulisan ini, penulis akan membahas mengenai "hakekat pendidikan dalam

perspektif John Dewey". Pembahasan dimulai

dengan memahami hakekat pendidikan

secara umum, baru kemudian hakekat pendidikan dalam perspektif John Dewey,

terutama menyangkut komponen-komponen

yang esensial. Sesudah itu, akan dilanjutkan

dengan catatan-catatan kritis dan kesimpulan

sebagai penutup tulisan ini.

HAKEKAT PENDIDIKAN DALAM

BERAGAMPERSPEKTIF

Pendidikan, seperti sifat sasarannya

yaitu manusia, mengandung banyak aspek

dan sifatnya sangat kompleks. Karena sifatnya yang kompleks itu, maka tidak sebuah

batasanpun yang cukup memadai untuk

menjelaskan hakekat pendidikan secara lengkap. Batasan tentang hakekat pendidikan

yang dibuat para ahli beraneka ragam, dan

kandungannya kadang berbeda satu dari yang

lainnya. Perbedaan tersebut mungkin terjadi

karena perbedaan orientasinya, konsep dasar

yang digunakan, aspek yang menjadi tekanan,

atau karena falsafah yang melandasinya.

Imam Barnadib (2002:4), memandang

pendidikan sebagai fenomena utama dalam

kehidupan manusia di mana orang yang telah

dewasa membantu pertumbuhan dan perkembangan peserta didik untuk menjadi

dewasa. Pendidikan dalam arti luas semacam

itu, telah ada sejak manusia ada. Sejak awal

mula kehidupannya, manusia sudah melakukan tindakan mendidik atas dasar pengalaman, bukan berdasarkan teori bagaimana sebaiknya mendidik. Dalam hal ini, pendidikan

menunjuk pada pendidikan pada umumnya,

yaitu pendidikan yang dilakukan oleh masyarakat umum.

Batasan pendidikan sebagaimana dikemukakan Imam Barnadib, mirip atau bisa

dikatakan inti substansinya sama dengan

pendapat Langeveld. Langeveld mengartikan

pendidikan sebagai suatu bimbingan yang

diberikan oleh orang dewasa kepada anak

yang belum dewasa untuk mencapai tujuan,

yaitu kedewasaan. Sementara itu, Crow and

Crow mendefinisikan pendidikan sebagai

proses yang berisi berbagai macam kegiatan

yang cocok bagi individu untuk kehidupan

sosialnya dan membantu meneruskan adat

dan budaya serta kelembagaan sosial dari

generasi ke generasi (Slameto, 2006:17)

Sementara itu, H.A.R Tilaar (1999: 17)

memahami hakekat pendidikan dari dua jenis

pendekatan, yaitu pendekatan reduksionisme

dengan pendekatan holistik integratif. Kedua

jenis pendekatan tersebut mempunyai kesamaan di dalam memberikan jawaban terhadap persoalan hakikat pendidikan, ialah

bahwa pendidikan tidak dapat dikucilkan dari

proses pemanusiaan. Tidak ada suatu masyarakatpun yang dapat eksis tanpa pendidikan.

Pendekatan reduksionisme melihat proses

pendidikan, peserta didik dan keseluruhan

perbuatan pendidikan, termasuk lembagalembaga pendidikan, telah menampilkan

pandangan-pandangan ontologis maupun

metafisis tertentu mengenai hakikat pendidikan. Pandangan-pandangan tersebut tidak

menampilkan hakikat pendidikan secara utuh

tapi sepihak berdasarkan sudut pandang yang

digunakan. Dengan demikian proses pendidikan tidak dilihat secara keseluruhan. Ada

berbagai jenis pendekatan reduksionisme,

yang berdasarkan sudut pandang yang digunakan, masing-masing memiliki pendapat yang

berbeda mengenai apa hakikat pendidikan

itu.

Pertama, pedagogisme. Dalam menjelaskan mengenai hakekat pendidikan, pendekatan ini bertolak dari keyakinan bahwa

anak akan dibesarkan menjadi dewasa. Ini

melahirkan teori yang menjelaskan faktorfaktor yang mempengaruhi perkembangan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun