Mohon tunggu...
Athifatul Khusniyyati Qonitah
Athifatul Khusniyyati Qonitah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

Saya mahasiswa Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Book Artikel Utama

Mengulik Keseharian Canda dan Rindu dalam Kaleng Merah Khong Guan Joko Pinurbo

31 Desember 2023   17:16 Diperbarui: 7 Januari 2024   00:15 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penyair Joko Pinurbo. (Foto: KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN)

Ada 4 humor dalam tubuh manusia: kuning, hitam, merah, dan putih. Jika seseorang memiliki humor kuning lebih banyak dia akan cenderung bersifat koleris, hitam melankolik, merah sanguinis, dan putih flegmatis. Cairan tersebut ternyata hanya mitos dan menjadi sebuah lelucon (humor) (Pradopo, 2018).

Sebenarnya puisi tentang Khong Guan ini adalah tragedi, bagaimana orang-orang memperlakukan kaleng Khong Guan pada umumnya di masyarakat. 

Namun ketika disampaikan ke publik, pembaca merasa bahwa ini adalah semacam candaan, komedi. Membuat kita tersenyum simpul melihat tragedi yang terjadi yang disampaikan Joko Pinurbo. 

Hal ini sejalan dengan humor dalam pandangan shakespeare yaitu, "Yang pertama terjadi adalah tragedi, yang kedua adalah komedi."

Di sisi lain, gambar anggota keluarga yang ada di depan kaleng Khong Guan jadi ikon tertentu. Gambarnya adalah keluarga yang tengah menikmati jamuan biskuit-biskuit yang ada dalam kaleng  khong guan. 

Ada ibu, anak laki-laki, dan anak perempuan. Lalu kemudian muncullah meme-meme yang lucu. Seolah-olah mereka tengah bercengkerama. 

Ada pula yang jeli melihat kekosongan pihak ayah. Kemudian seakan-akan mereka-reka di mana ayah mereka. Inilah yang kemudian diangkat sebagai humor parodi. 

Warganet mencoba memarodikan jika mereka berbicara dalam gambar-gambar meme yang beredar. Sepertinya, Jokpin tertarik untuk ikut memparodikan apa yang terjadi sesuai dengan pemikirannya.

Ada sebuah pandangan lazim dalam pembacaan sastra yang membedakan karya sastra dengan yang bukan sastra dari segi pemakaian bahasanya. 

Dengan kata lain, ada anggapan yang cukup banyak diikuti bahwa bahasa sastra berbeda dari bahasa bukan sastra. Anggapan ini agak tertantang ketika kita membaca beberapa puisi Jokpin dalam kumpulan ini. 

Kesan umum adalah puisi-puisi ini "ringan", menggunakan bahasa sehari-hari, dan karena itu berbeda dari karya sastra lazimnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun