Mohon tunggu...
Qenan Saputra
Qenan Saputra Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah Kehidupan

Waktu itu tak berhenti, jangan ada kata sesal di kemudian hari.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sosbud: Kesetaraan Gender dalam Seni Tradisi Jaipong

8 Maret 2022   13:36 Diperbarui: 8 Maret 2022   13:47 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sepuluh tahun lalu, hari Jumat sore sekitar pukul 15.00 WIB suhu udara masih terasa panas. Suara perempuan-perempuan yang sedang berbincang tidak mengurangi kesengatan matahari yang sudah mulai condong. Perempuan-perempuan asal Karawang dan Subang tersebut adalah para sinden dan penari seni tradisi jaipong. 

Mereka menempati wilayah di pinggir jalan raya perbatasan Bekasi - Bogor. Pemilik tempat grup jaipong tersebut adalah seorang petani yang bernama Pak Mamat dan merupakan warga asli Limusnunggal. Ia telah diberikan tongkat estafet pemimpin grup jaipong sejak tahun 1996. 

Seni tradisi jaipong telah memiliki ruang tersendiri di wilayah Limusnunggal. Para penari, sinden, dan penabuh adalah warga migrasi dari beberapa wilayah seperti Karawang, Subang, dan Cikarang. "Di sini ada 12 orang yang terdiri dari sinden dan penari. Biasanya yang tua jadi sinden soalnya yang muda nggak bisa nyanyi," kata Pak Mamat. 

Para sinden dan penari sebelum manggung beraktivitas seperti masyarakat pada umumnya. Sambil menunggu jam manggung, mereka berkumpul di pelataran rumah milik Pak Mamat hanya sekadar mengobrol. Satu per satu perempuan datang ikut berkumpul setelah pada siang hari istirahat di dalam rumah. Itulah aktivitas setiap hari sebelum warga Cikatineung melakukan pertunjukan. "Yah, beginilah nasib di kampung orang," kata Junaedi, koordinator Cikatineung.

Tepat pukul 20.00 WIB, warga Cikatineung sedang mempersiapkan pertunjukan jaipong di panggung sederhana. Panggung yang berada menjorok ke dalam namun masih terlihat dari jalan raya yang dilintasi lalu-lalang pengendara bermotor. Para laki-laki penabuh (nayaga) telah merapikan dan menata alat musik yang akan mengiringi pertunjukan jaipong. 

Jadwal rutinitas pertunjukan jaipong pukul 21.00 hingga pukul 02.00 dini hari telah molor. Pertunjukan jaipong Cikatineung berlangsung pukul 22.00. "Memang biasanya kita mulai jam sembilan malam sampai jam dua pagi, tapi sekarang lebih santai karena para bajidor sudah jarang yang datang," kata Junaedi. 

Beberapa tahun belakangan ini pertunjukan jaipong di Cileungsi sudah tidak mendapat perhatian lagi. "Paling yang datang satu, dua, orang," lanjut Junaedi. Dengan situasi seperti itu, pertunjukan Cikatineung masih tetap eksis dan tidak mengurangi semangat untuk merebutkan ruang di wilayah Cileungsi.

Pertunjukan yang sangat sederhana diikuti oleh empat perempuan yang terdiri atas tiga penyinden dan satu penari. Dari 12 perempuan warga Cikatineung yang disebutkan oleh Pak Mamat memiliki dua tugas yang berbeda. Satu kelompok sebagai pemain pertunjukan di atas panggung, dan satu kelompok lagi menjaga warung sebagai pelayan untuk para bajidor yang datang. 

Perjalanan pertunjukan jaipong Cikatineung yang berliku-liku telah menguatkan tekadnya untuk terus mempertahankan seni tradisi jaipong. Kedatangan para penari, penyinden, dan nayaga di Cileungsi adalah pencarian nasib yang ditentukan oleh para penyawer atau bajidor. Kedatangan mereka yang mencari keuntungan dari sebuah pekerjaan seni pertunjukan harus menerima semua hasil yang didapatnya. 

Identitas semu yang dimiliki oleh warga Cikatineung telah menjadi penghalang untuk membuka akses dengan warga setempat. Pertujukan jaipong di Cileungsi harus dapat bersaing dengan seni tradisi asli daerah setempat seperti Pencak atau Degung Karawitan. 

"Di sini terdapat kesenian Pencak yang biasa digunakan untuk acara di masyarakat dan pemerintahan desa. Atau di sekolah-sekolah dasar telah diajarkan degung karawitan sebagai seni tradisi daerah setempat," kata Aman Durahman, pegawai desa Limusnunggal bagian birokrasi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun