"Kaya kami dongg, hidup senang, makan enak. Lagian ini penampilan kamu kok kaya gembel gini. Ihh, udah berapa hari sih ngak mandi. Bau banget." Ujar Elisa menggebu gebu.
"Sutttt, Elina kamu ngak boleh begitu. Kamu bisa bikin Fauziya sedih. Seharusnya kita itu semangatin dia dan bantu dia. Bukan malah ngerendahin dia." Ujar Sanii
"Yaa, aku gak peduli sih. Ehh, aku udah di jemput supir nii. Bye teman teman." Pamit Elisa.Â
"Jangan di masukkin ke hati kalimat si Elisa tadi Fauziya. Aku bisa bantu kamu kok. Aku bakal tanya papa apa masih ada lowongan kerja di perusahannya, suapa ayah kamu punya pekerjaan tetap. Jadi kamu besok bisa sekolah."Â
"Aku juga bisa minta tolong Mama untuk ngerawat ibu kamu. Kan mama aku dokter."Â
Hati Fauziya pun mengahangat. Ia lupa. Selama ini ia memiliki teman teman baik hati. Ia juga malu untuk meminta bantuan teman teman sebelumnya. Ia takut di rendahkan.
"Terima kasih banyak teman teman." Ucap Fauziya tersenyum.
Lain dengan Fauziya, Elisa sedang mengamuk di rumahnya. Ia membanting semua barang yang ada di dekatnya. Bahkan handphone mahalnya pun ikutan menjadi korban.
"AKU NGAK MAU JATUH MISKIN. AYAAAH BILANG INI CUMA BERCANDA. AYAH NGAK BANGKRUT KAN?" Ujar Elisa sambil menangis.
Sepulang dari tempat Fauziya, ia mendapat kabar bahwa ayahnya di tipu sehingga mengalami kebangkrutan.Â
Elisa menangis sejadi jadinya. Mau ditaruh dimana mukanya saat bertemu teman temannya besokk. Ia malu, ia tidak mau menjadi orang kurang mampu seperti Fauziya.