Mohon tunggu...
Qanita Zulkarnain
Qanita Zulkarnain Mohon Tunggu... Lainnya - Magister Psikologi

Psychology Undergraduate and Psychometrics Graduate.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

7 Istilah dalam Psikologi yang Berbeda Namun Sering Dianggap Sama

15 April 2023   15:23 Diperbarui: 26 April 2023   06:05 662
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Brett Jordan on Unsplash

Pernahkah Anda merasa bingung atau tidak yakin saat mendiskusikan masalah kesehatan mental dengan seseorang?

Pernahkah Anda merasa kebingungan sendiri ketika mencoba mengomunikasikan perasaan Anda sendiri kepada ahli kesehatan mental karena ragu kalau kata-kata Anda tidak mewakili apa yang sebenarnya Anda maksudkan?

Hal-hal di atas mungkin tidak menjadi masalah bagi banyak orang, namun ketika kita ingin mendeskripsikan keadaan diri dengan lebih baik, tentunya kita berusaha mengindari penyalahgunaan istilah psikologis umum.

Jika Anda ingin menjabarkan permasalahan yang mengganggu kesehatan mental secara mandiri, atau Anda mungkin hanya sedang tertarik untuk belajar lebih banyak tentang bidang psikologi, penting untuk memahami perbedaan antara istilah-istilah ini dan menggunakannya secara akurat.

Dengan melakukan itu, kita dapat lebih memahami pengalaman dan perasaan kita sendiri, serta berkomunikasi dengan lebih efektif dengan profesional kesehatan mental dan orang-orang terkasih tentang kesejahteraan psikologis kita.

Psikologi adalah bidang yang kompleks dan terus berkembang yang berupaya memahami pikiran dan perilaku manusia. Penting bagi kita untuk selalu berusaha menggunakan bahasa yang tepat dan akurat untuk berkomunikasi secara efektif tentang berbagai fenomena psikologis. 

Meskipun demikian, ada banyak istilah dalam psikologi yang sering digunakan seolah-olah artinya sama, meskipun makna dan implikasinya berbeda. 

Misalnya, mencampuradukkan perasaan dan emosi dan menganggap keduanya adalah hal yang sama.

Atau, yang sering kita temui, menggunakan kata depresi dan sedih tanpa mengetahui perbedaan di antara keduanya.

Atau, kenapa ada psikolog dan ada psikiater sih? Kenapa namanya berbeda kalau kerjaannya itu itu juga? Apa bedanya?

Hal ini dapat menyebabkan kebingungan, kesalahpahaman, dan bahkan pada kasus ekstrem dapat menyebabkan kesalahan diagnosis terkait gangguan dan perawatan kesehatan mental (seharusnya tidak sampai ekstrem karena praktisi yang profesional dan ahli dapat menggali kebutuhan klien dengan tepat). 

Maka dari itu, penting untuk memeriksa beberapa istilah umum yang sering digunakan seolah-olah artinya sama padahal sebenarnya tidak.

Dengan demikian, kita dapat memperoleh pemahaman yang lebih dalam tentang nuansa dalam bidang psikologi, dan memastikan bahwa kita berkomunikasi secara efektif dan akurat tentang konsep-konsep psikologis yang penting.

Berikut adalah 7 istilah dalam psikologi yang berbeda makna namun sering dianggap, "ah sama saja!":

1.  Feelings VS Emotions (Perasaan VS Emosi)

Perasaan dan emosi kurang lebih membahas hal yang terlihat sama; bahagia, sedih, dan lain-lain. Tapi, emosi lebih intens dari perasaan. Berikut penjelasannya.

Perasaan mengacu pada pengalaman subjektif dari kondisi mental seseorang. Mereka sering digambarkan menggunakan kata-kata seperti bahagia, sedih, marah, atau cemas. Perasaan dapat muncul dari berbagai sumber, termasuk peristiwa eksternal dan pemikiran atau keyakinan internal. Mereka biasanya lebih sementara dan dapat berfluktuasi sepanjang hari.

Emosi, di sisi lain, adalah keadaan psikologis kompleks yang melibatkan kombinasi gairah fisiologis, perasaan subjektif, dan ekspresi perilaku.

Tidak seperti perasaan, emosi memiliki pemicu yang lebih spesifik dan dapat diidentifikasi, seperti peristiwa atau situasi yang signifikan. Emosi juga lebih intens dan bertahan lebih lama daripada perasaan.

Dalam psikologi, terdapat teori-teori mengenai emosi dasar manusia, yang mana jika pembaca sekalian ingin memahaminya, salah satunya adalah dengan mengkaji film Inside Out (2015), yang pembuatan filmnya diasistensi oleh pakar emosi, Dr. Paul Ekman.

Perasaan bersifat temprorer dan bisa bersumber dari segala hal. Emosi adalah perasaan yang sudah naik kelas; di mana bersifat lebih kuat dan intens, dan sumbernya adalah kejadian yang cukup signifikan dalam hidup. Perasaan mudah berubah-ubah, sedangkan emosi lebih sulit hilang dan pergi. Umumnya, emosi akan terlihat dalam perilaku sedangkan perasaan tidak.

Hari yang cerah membuat semua orang merasa bahagia, tapi hari yang cerah belum tentu membuat semua orang mengalami emosi bahagia, tergantung seberapa signifikan 'hari yang cerah' dalam hidup orang yang mengalaminya.

2. Depression VS Sadness (Depresi VS Sedih)

Di era di mana kesadaran masyarakat akan kesehatan mental semakin baik, kita jadi mengenal istilah-istilah seperti depresi. Meskipun demikian, depresi seringkali dianggap sama dengan sedih, atau sebaliknya. Hal ini berpotensi 1) mengglorifikasi sedih dan 2) meremehkan depresi. Kedua hal ini adalah hal yang berbeda, berikut penjelasannya.

Sedih adalah respons emosional yang normal dan niscaya terjadi pada situasi yang sulit atau menantang. Sedih adalah perasaan sakit atau ketidaknyamanan emosional yang sering disertai dengan tangisan, suasana hati yang buruk, dan penurunan energi atau motivasi. Kesedihan biasanya bersifat sementara dan dapat diselesaikan setelah situasi berlalu.

Depresi, di sisi lain, adalah kondisi kesehatan mental yang melibatkan perasaan sedih dan putus asa yang terus-menerus dan parah. Ini adalah gangguan mood yang dapat mengganggu kemampuan seseorang untuk berfungsi dalam kehidupan sehari-hari dan dapat memiliki gejala fisik seperti perubahan nafsu makan, gangguan tidur, dan penurunan energi.

Depresi lebih dari sekadar merasa sedih - ini adalah keadaan yang terus-menerus dan meresap yang dapat berlangsung selama berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau bahkan bertahun-tahun. Penegakan diagnosis oleh profesional bersertifikasi diperlukan untuk mengetahui apakah seseorang depresi atau tidak.

Perlu diketahui bahwa merasa sedih belum tentu berarti seseorang sedang mengalami depresi. Kesedihan adalah bagian normal dari pengalaman manusia, dan bahkan dapat bermanfaat sebagai cara untuk memproses emosi dan pengalaman yang sulit. Depresi, di sisi lain, adalah kondisi medis yang memerlukan diagnosis dan perawatan profesional.

3. Personality VS Character (Kepribadian VS Karakter)

Kepribadian mengacu pada kumpulan sifat dan pola perilaku yang relatif konsisten dari waktu ke waktu dan lintas situasi. Ini mencakup berbagai faktor, termasuk temperamen, sikap, kepercayaan, dan nilai-nilai. Ciri-ciri kepribadian dapat diukur dan sering digunakan untuk memprediksi perilaku, karena memberikan wawasan tentang bagaimana individu cenderung merespons dalam situasi yang berbeda.

Karakter, di sisi lain, mengacu pada kualitas moral dan etika seseorang. Ini melibatkan kemampuan untuk membedakan yang benar dari yang salah, dan untuk bertindak sesuai dengan nilai dan prinsip seseorang.

Sementara kepribadian lebih fokus pada perbedaan individu dalam perilaku dan temperamen, karakter berkaitan dengan nilai-nilai moral dan etika yang dimiliki bersama lintas budaya dan masyarakat.

Salah satu cara untuk memahami perbedaan antara kepribadian dan karakter adalah dengan menggunakan analogi berikut. Kepribadian seperti merek dan model mobil, ia memberikan informasi tentang desain dan kemampuan mobil. Karakter, di sisi lain, seperti pengemudi mobil, yang menentukan bagaimana mobil dikemudikan dan kemana perginya.

4. Stress VS Anxiety (Stres VS Kecemasan)

Ada banyak istilah untuk menjelaskan ketidaknyamanan yang kita alami, di antanya stres dan cemas. Apa bedanya?

Stres adalah respons alami terhadap ancaman atau tuntutan yang dialami. Stres adalah keadaan terangsang yang memicu serangkaian respons fisiologis dan psikologis yang dirancang untuk membantu kita mengatasi situasi yang menantang.

Stres dapat dipicu oleh berbagai faktor, termasuk pekerjaan, hubungan, kesulitan keuangan, atau penyakit fisik. Stres memang bisa menjadi tidak menyenangkan dan tidak nyaman, tapi stres adalah bagian kehidupan yang normal dan bahkan perlu. (Baca  tulisan saya di sini mengenai Mencegah Stres Destruktif pada Anak-anak)

Kecemasan, di sisi lain, adalah kekhawatiran atau ketakutan yang terus-menerus dan berlebihan tentang kejadian atau situasi di masa depan.

Tidak seperti stres, yang biasanya merupakan respons terhadap pemicu tertentu, kecemasan dapat bertahan meski tidak ada ancaman yang dapat diidentifikasi. Kecemasan dapat mengganggu kemampuan seseorang untuk berfungsi dalam kehidupan sehari-hari dan dapat menyebabkan gejala fisik seperti detak jantung yang cepat, berkeringat, dan ketegangan otot.

Stres dan kecemasan mungkin memiliki beberapa ciri umum yang serupa, tapi kedua hal ini adalah pengalaman psikologis yang berbeda.

Stres adalah respons normal dan adaptif terhadap situasi yang menantang, sedangkan kecemasan adalah kekhawatiran atau ketakutan yang lebih persisten dan berlebihan.

Memahami perbedaan antara istilah-istilah ini dapat membantu individu mengidentifikasi dan mencari pengobatan yang tepat untuk masalah kesehatan mental dengan lebih baik.

5. Psychosis VS Neurosis (Psikosis VS Neurosis)

Kedua istilah ini mungkin lebih akrab bagi para pembelajar psikologi dan kesehatan mental, baik dalam pendidikan formal maupun otodidak. Sekilas, kelihatannya 'kayanya dia dia juga ini intinya' tapi kedua hal ini berbeda.

Neurosis adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan berbagai kondisi kesehatan mental, termasuk gangguan kecemasan, gangguan obsesif-kompulsif, dan gangguan somatik. Itu ditandai dengan kesusahan dan gangguan fungsi, tetapi individu tetap berhubungan dengan kenyataan. Istilah neurosis tidak lagi digunakan dalam psikologi modern dan tidak lagi digunakan untuk mendiagnosis kondisi kesehatan mental tertentu.

Sebaliknya, psikosis adalah istilah yang masih digunakan dalam sistem diagnostik modern, seperti DSM-5 (DSM-5 adalah panduan penegakan diagnosis gangguan jiwa).

Psikosis mengacu pada kondisi kesehatan mental yang parah yang ditandai dengan hilangnya kontak dengan kenyataan, termasuk gejala seperti halusinasi, delusi, dan pemikiran yang tidak teratur. Psikosis dapat menjadi gejala dari beberapa kondisi kesehatan mental, termasuk skizofrenia, gangguan bipolar, dan depresi berat.

Istilah psikosis dan neurosis memang tidak lagi digunakan sebagai istilah diagnostik, tapi memahami konteks historisnya dapat membantu individu lebih memahami evolusi diagnosis dan pengobatan kesehatan mental.

Penting untuk dicatat bahwa mencari dukungan profesional sangat penting bagi individu yang mengalami masalah kesehatan mental apa pun, terlepas dari bagaimana mereka diberi label atau dikategorikan.

Seorang profesional kesehatan mental dapat memberikan evaluasi menyeluruh, diagnosis, dan rencana perawatan berdasarkan kriteria diagnostik modern dan praktik terbaik.

6. Coping Mechanism VS Defence Mechanism (Mekanisme koping VS Mekanisme pertahanan)

Kita mungkin asing tidak asing dengan istilah mekanisme koping dan mekanisme pertahanan.

Mekanisme koping mengacu pada upaya aktif yang dilakukan individu untuk mengelola stres atau mengatasi situasi yang sulit. Strategi mengatasi dapat mencakup pemecahan masalah, mencari dukungan sosial, terlibat dalam teknik relaksasi, dan pendekatan proaktif lainnya untuk mengelola stres.

Strategi koping umumnya dipandang sehat dan adaptif, karena membantu individu mengelola situasi sulit dengan cara yang konstruktif dan proaktif.

Mekanisme pertahanan, di sisi lain, adalah strategi psikologis bawah sadar yang digunakan individu untuk melindungi diri dari emosi yang tidak menyenangkan seperti kecemasan, rasa bersalah, dan rasa malu. Mekanisme pertahanan ini banyak dibahas dalam literatur psikoanalisis.

Mekanisme pertahanan dapat mencakup represi, penyangkalan, proyeksi, dan strategi bawah sadar lainnya yang digunakan individu untuk menghindari menghadapi emosi atau pikiran yang tidak nyaman.

Sementara mekanisme pertahanan dapat memberikan kelegaan sementara, mereka umumnya dipandang tidak sehat dan maladaptif dalam jangka panjang, karena dapat menyebabkan penghindaran masalah penting dan kesulitan dalam hubungan interpersonal.

"Kalau kerjaannya dikritisi, dia diam saja, makan hati."

Ini bisa jadi adalah cara seseorang mengatasi tekanan dengan represi (mekanisme pertahanan). Karena sifatnya otomatis dan tidak sadar, yang dilakukan tidak menyelesaikan masalah dan dikhawatirkan menambah masalah lain di kemudian hari (karena meledak ketika terlalu banyak merepress). Berbeda ya, dengan mekanisme koping yang dilakukan dengan sadar untuk menyelesaikan masalah.

Jika kesulitan untuk melakukan mekanisme koping yang benar, mintalah bantuan profesional kesehatan mental.

Baik mekanisme koping maupun mekanisme pertahanan, keduanya dapat digunakan untuk mengelola stres. Meskipun demikian, keduanya merupakan pendekatan yang berbeda secara fundamental.

Strategi koping bersifat proaktif dan sadar, sedangkan mekanisme pertahanan bersifat otomatis dan tidak sadar. Memahami perbedaan antara mekanisme koping dan pertahanan dapat membantu individu mengelola stres dan emosi yang sulit dengan lebih baik dengan cara yang sehat dan konstruktif.

7. Psychiatrics VS Psychologist (Psikiater VS Psikolog)

Profesional kesehatan mental yang tersertifikasi untuk melakukan penegakan diagnosis dan pengobatan gangguan jiwa adalah psikolog dan psikiater. Apa bedanya?

Secara latar belakang pendidikan, psikolog merupakan lulusan S1 Psikologi yang melanjutkan S2 Profesi Psikologi, sementara psikiater merupakan lulusan S1 Kedokteran yang melanjutkan pendidikan spesialis gangguan jiwa (Sp.Kj). Jadi, pendekatannya akan berbeda.

Berikut penjelasannya lebih lanjut.

Seorang psikolog adalah seorang profesional kesehatan mental yang biasanya memiliki gelar doktor dalam bidang psikologi, dan dilatih dalam studi tentang perilaku manusia dan proses mental. Psikolog bekerja dengan individu, pasangan, keluarga, dan kelompok untuk memberikan terapi, konseling, dan intervensi lain untuk berbagai masalah kesehatan mental. Psikolog menggunakan berbagai teknik dan pendekatan berbasis bukti, seperti terapi perilaku-kognitif (CBT), terapi psikoanalitik, dan terapi humanistik, untuk membantu klien meningkatkan kesehatan mental dan kesejahteraan mereka.

Seorang psikiater, di sisi lain, adalah seorang dokter yang berspesialisasi dalam perawatan kondisi kesehatan mental, dan telah menyelesaikan residensi di bidang psikiatri.

Psikiater dapat meresepkan obat dan memberikan intervensi medis lainnya, seperti terapi elektrokonvulsif (ECT) dan stimulasi magnetik transkranial (TMS), untuk perawatan kondisi kesehatan mental. Psikiater juga dapat memberikan terapi, tetapi ini biasanya difokuskan pada manajemen pengobatan dan aspek pengobatan medis lainnya.

Psikolog dan psikiater sama-sama mengatasi individu dengan masalah kesehatan mental, tapi pelatihan dan kualifikasi mereka berbeda, dan peran mereka dalam perawatan dapat bervariasi.

Psikolog biasanya berfokus pada pemberian terapi bicara dan intervensi non-medis lainnya, sedangkan psikiater dapat memberikan pengobatan dan intervensi medis lainnya. Bergantung pada kebutuhan spesifik individu, mereka mungkin mendapat manfaat dari bekerja dengan psikolog, psikiater, atau keduanya.

Penutup

Sebenarnya masih ada banyak sekali istilah yang 'kayanya sama' tapi sebenarnya berbeda. Memahami nuansa terminologi psikologis sangat penting untuk komunikasi yang efektif tentang kesehatan mental.

Kita semua dapat berperan dalam mempromosikan penggunaan bahasa yang akurat dan mengurangi kebingungan seputar konsep psikologis yang penting. Dengan meluangkan waktu untuk mempelajari perbedaan ini dan menggunakannya secara akurat dalam percakapan kita sendiri, kita dapat meningkatkan komunikasi dengan ahli kesehatan mental dan orang-orang terkasih, dan pada akhirnya mendukung kesehatan mental kita sendiri. 

Jadi, mari kita melangkah menuju kesehatan mental yang lebih baik dengan berkomitmen untuk selalu berusaha menggunakan bahasa yang tepat saat mendiskusikan topik psikologis.(oni)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun