Mohon tunggu...
Qanita Zulkarnain
Qanita Zulkarnain Mohon Tunggu... Lainnya - Magister Psikologi

Psychology Undergraduate and Psychometrics Graduate.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Self-Sabotage dalam Kemasan Self-Love

27 Maret 2023   13:22 Diperbarui: 29 Maret 2023   11:01 490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Tim Gouw on Unsplash

Manusia adalah ciptaan yang kompleks dan sering memiliki pikiran dan emosi yang saling bertentangan. Kita punya kecenderungan untuk selalu menjaga diri kita sendiri dan memprioritaskan kesejahteraan kita. Meskipun demikian, pada saat yang sama, kita mungkin melakukan perilaku yang berbahaya bagi diri kita sendiri.

Bagaimana bisa?

Kita hidup dalam masyarakat yang sering mempromosikan budaya perfeksionis, di mana kita diharapkan memiliki segalanya, sukses dalam karir dan pendidikan, serta bahagia sepanjang waktu. Tekanan untuk menjadi sempurna ini dapat menyebabkan perasaan tidak mampu dan keraguan diri, yang dapat mempersulit praktik mencintai diri sendiri (self-love).

Selain itu, kita mungkin memiliki pengalaman atau trauma masa lalu yang membuat kita percaya bahwa kita tidak pantas mendapatkan cinta atau kebahagiaan, yang dapat menyebabkan kita melakukan sabotase diri (self-sabotage).

Misalnya, ketika beban kerja sangat besar dengan waktu pengerjaan yang sempit, kita menolak untuk langsung mengerjakan sampai tuntas lalu rehat, melainkan kita memilih untuk mengambil rehat tanpa perhitungan dengan alasan sedang mempraktikkan self-love, yang padahal justru menjadi bumerang karena waktu pengerjaan yang sempit menjadi semakin sedikit dengan beban kerja yang tetap besar. Tekanan yang dialami menjadi lebih tinggi ketika waktu pengerjaan lebih sedikit. Hal ini adalah self-sabotage yang dikemas dalam judul self-love.

Kenapa self-love bisa menjadi rentan akan self-sabotage?

Kita mungkin tidak selalu menyadari keyakinan dan motivasi yang mendasari tindakan kita. Kita mungkin terlibat dalam perilaku self-sabotage tanpa menyadarinya, atau kita mungkin terlibat dalam perilaku yang menurut kita adalah self-love tetapi sebenarnya dimotivasi oleh keinginan untuk menghindari ketidaknyamanan atau rasa sakit.

Pada akhirnya, mempertanyakan "self-love atau self-sabotage?" adalah langkah penting untuk menjadi lebih sadar diri dan memahami pola perilaku kita sendiri.

Dengan memahami pikiran dan emosi kita, kita dapat mengenali diri kita saat kita melakukan self-sabotage lalu berupaya mengubah pola pikir kita menuju self-love.

Proses eksplorasi diri dan penemuan diri ini bisa jadi menantang, tetapi pada akhirnya bermanfaat dan dapat mengarah pada kehidupan yang lebih sejahtera.

Self-love dan self-sabotage adalah konsep penting dalam psikologi, karena dapat sangat memengaruhi kesehatan mental dan kesejahteraan kita.

Dalam literatur psikologi, self-love sering disebut sebagai welas asih (self-compassion), yang melibatkan memperlakukan diri sendiri dengan penuh kebaikan dan pengertian, terutama pada saat menghadapi tekanan atau kesulitan.

Self-sabotage, di sisi lain, sering dipandang sebagai bentuk perilaku merusak diri sendiri yang dapat menimbulkan konsekuensi negatif bagi kesehatan mental seseorang.

Baik self-love atau self-compassion mengacu pada perilaku yang sama. Namun, istilah self-compassion lebih lumrah digunakan dalam dunia akademik dan klinis, karena telah dipelajari secara ekstensif dan divalidasi sebagai praktik yang bermanfaat untuk kesehatan mental dan kesejahteraan.

Sementara itu, istilah self-love lebih sering digunakan dalam budaya populer dan literatur self-help.

Oleh karena itu, jika Anda ingin mencari benefit "self-love" dalam literatur ilmiah, Anda dapat menggunakan istilah self-compassion yang bermakna kurang lebih sama.

Di antara penelitian yang telah dilakukan, self-love atau self-compassion terbukti memiliki banyak dampak positif terhadap kesehatan mental. Sebagai contoh, sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Personality and Social Psychology menemukan bahwa individu yang mempraktikkan self-compassion memiliki tingkat depresi, kecemasan, dan stres yang lebih rendah daripada mereka yang tidak memiliki self-compassion. Selain itu, self-compassion telah dikaitkan dengan tingkat kepuasan dan ketahanan hidup yang lebih tinggi.

Sebaliknya, self-sabotage identik dengan sederet dampak negatif bagi kesehatan mental, termasuk peningkatan tingkat stres, kecemasan, dan depresi. Perilaku self-sabotage seperti menunda-nunda, mengkritik diri sendiri, dan perilaku adiktif juga dapat berdampak negatif pada hubungan dan performa kerja.

Salah satu teori yang membantu menjelaskan self-sabotage adalah konsep self-handicapping. Self-handicapping mengacu pada proses menciptakan hambatan-hambatan atau alasan untuk diri sendiri untuk melindungi harga diri jika terjadi kegagalan.

Misalnya, seorang siswa mungkin dengan sengaja begadang semalaman sebelum ujian supaya ketika gagal bisa menyalahkan kondisinya yang tidak fit karena begadang.

Bagaimana cara mempraktikkan self-love yang baik?

Mempraktikkan self-love dan menghindari self-sabotage tidak mudah, tetapi tetap dapat dilakukan. Berikut beberapa tip dalam mempraktikkan self-love dan menghindari self-sabotage:

  • Tetapkan tujuan yang realistis: Tetapkan tujuan yang dapat dicapai dan realistis untuk meminimalisir kegagalan. Ini dapat membantu Anda menghindari perasaan kecewa dan mengkritik diri sendiri, yang dapat menyebabkan self-sabotage.
  • Jaga kesehatan fisik: Saat Anda berada di bawah tekanan, mudah untuk mengabaikan perawatan diri. Namun, menjaga kesehatan fisik juga dapat membantu Anda merasa lebih baik secara emosional. Pastikan untuk tidur yang cukup, makan makanan yang seimbang, dan berolahraga secara teratur.
  • Berusaha mindful dengan melatih perhatian: Perhatian dapat membantu Anda tetap terpusat dan fokus selama masa tekanan. Cobalah berlatih teknik mindfulness seperti pernapasan dalam, meditasi, atau yoga. Bagi orang beragama, bisa dengan beribadah yang khusyuk.
  • Latih welas asih terhadap diri sendiri: Bersikaplah baik dan pengertian kepada diri sendiri, terutama ketika segala sesuatunya tidak berjalan sesuai rencana. Ketahuilah bahwa kemunduran dan kegagalan adalah bagian normal dari proses pembelajaran, dan perlakukan diri Anda dengan kebaikan dan kasih sayang yang sama seperti yang akan Anda berikan kepada seorang teman.
  • Latih kesadaran diri: Berusaha sadar dalam memproses pikiran dan perasaan Anda, terutama yang mungkin menyabotase diri sendiri. Usahakan agar Anda tidak berlarut-larut dalam self-talk atau segala hal yang negatif. 
  • Identifikasi dan tantang self-talk negatif: Ketika Anda merasakan tekanan, Anda mungkin mulai berkonspirasi dengan diri sendiri mengenai hal-hal negatif tentang diri Anda atau kemampuan Anda. Luangkan waktu sejenak untuk mengenali pikiran-pikiran ini dan tantang pikiran-pikiran buruk tersebut. Tanyakan pada diri Anda apakah ada bukti yang mendukungnya, dan cobalah untuk membingkai ulang dengan cara yang lebih positif.
  • Tetapkan batasan atau boundaries: Tetapkan batasan yang sehat dan prioritaskan kebutuhan dan kesejahteraan Anda sendiri. Ini dapat membantu Anda menghindari kelelahan dan melindungi diri Anda dari perilaku self-sabotage seperti komitmen berlebihan atau mengabaikan kebutuhan Anda sendiri.
  • Rawat diri (self-care): Terlibat dalam aktivitas yang memberi Anda kegembiraan dan relaksasi, seperti membaca, bermeditasi, atau menghabiskan waktu bersama orang yang Anda cintai. Meluangkan waktu untuk diri sendiri dapat membantu Anda merasa lebih terpusat dan segar, yang dapat mencegah perilaku self-sabotage yang mungkin timbul dari perasaan kewalahan atau kelelahan.
  • Mencari dukungan: Jangan takut untuk mencari bantuan saat Anda membutuhkannya. Baik itu mencari dukungan dari orang yang dicintai, terapis, atau kelompok pendukung, memiliki sistem pendukung yang kuat dapat membantu Anda tetap mengikuti praktik self-love dan self-compassion serta mencegah self-sabotage.

Ingatlah bahwa self-love dan self-compassion adalah pembelajaran seumur hidup. Tidak apa-apa jika dalam pembelajaran ini kita membuat kesalahan atau mengalami kemunduran. Mari berbaik hati pada diri sendiri dan terus mengusahakan hal-hal baik untuk diri sendiri dan sekitar kita. 

Simpulan

Secara keseluruhan, self-love atau self-sabotage adalah konsep penting dalam psikologi yang dapat sangat memengaruhi kesehatan mental dan kesejahteraan kita.

Dengan mempraktikkan self-love atau self-compassion dan berusaha menghindari self-sabotage, kita dapat meningkatkan kualitas hidup kita secara keseluruhan dan mencapai kesejahteraan hidup. (0ni)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun