Hal ini dapat dianggap situs tersebut disamakan posisinya sebagai lembaga, dimana lembaga dapat menerima imbalan secara tidak langsung melalui iklan yang diklik klien. Oleh karena itu, hal ini dapat  saja dianggap tidak melanggar Pasal 33 Kode Etik HIMPSI yang berbunyi:
Pasal 33
Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi menjunjung tinggi profesionalitas dan senantiasa terus meningkatkan kompetensinya. Berkaitan dengan hal tersebut Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi perlu dihargai dengan imbalan sesuai profesionalitas dan kompetensinya. Pengenaan biaya atas layanan psikologi kepada pengguna jasa perorangan, kelompok, lembaga atau organisasi/institusi harus disesuaikan dengan keahlian dan kewenangan Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi, dengan kewajiban untuk mengutamakan dasar-dasar profesional.
Namun, jika situs-situs tersebut dianggap lembaga, tentunya wajib memiliki SIPP. Namun pada kenyataannya, lebih banyak situs yang tidak memiliki SIPP tersebut.
Dalam hal ini, terjadi ambiguitas dalam pemaknaan  situs-situs konsultasi tersebut. Jika situs-situs tersebut hanya dianggap sebagai tempat netizen mencurahkan isi hati dan mendapatkan saran secara acak, tentu saja tak membutuhkan SIPP. Tetapi apabila situs tersebut menggunakan jasa profesional psikolog/ilmuwan psikologi, situs tersebut dapat diibaratkan sebagai lembaga penyedia jasa layanan psikologi yang wajib memiliki SIPP.
Fungsi SIPP sendiri adalah untuk meningkatkan kualitas psikolog di Indonesia, memberi kontribusi pengetahuan baru dalam bidang keilmuan psikologi, perlindungan untuk psikolog, dan melindungi masyarakat dari praktek psikologi yang tidak benar. Oleh karena itu, SIPP perlu dimiliki oleh penyedia jasa layanan psikologi.
Selain fasilitas konsultasi, banyak situs lain yang menawarkan tes psikologi online yang mengundang banyak kontroversi lantaran situs-situs tersebut kebanyakan tidak berada dibawah psikolog yang tentu saja menyalahi kode etik. Bahkan seseorang dengan latar belakang pendidikan psikologi seperti ilmuwan psikologi dan bukan seseorang yang memiliki sebutan psikolog tidak dapat melakukan tes dengan alat psikologi, apalagi sesorang yang hanya mempelajari psikologi secara otodidak.
Ilmuwan psikologi tidak boleh melakukan tes psikologi dengan menggunakan alat tes dan memberikan hasil asesmen, ilmuwan psikologi hanya sebatas pengadministrasianasesmen bukan sebagai penyelenggara asesmen.
Hal ini tercantum dalam Kode Etik HIMPSI Pasal 62 ayat (1) dan (2) tentang Dasar Asesmen:
Pasal 62
Asesmen Psikologi adalah prosedur evaluasi yang dilaksanakan secara sistematis. Termasuk didalam asesmen psikologi adalah prosedur observasi, wawancara, pemberian satu atau seperangkat instrumen atau alat tes yang bertujuan untuk melakukan penilaian dan/atau pemeriksaan psikologi