Namanya Nesya Amanda. Wanita yang dalam kesehariannya selalu mengenakan jilbab, kaca mata minus, tas punggung, dan sapu tangan pink. Aku pertama kali melihatnya di acara bedah buku. Aku selaku moderator dengan sangat mudah mengenali wanita cantik itu karena ia duduk di barisan paling depan dengan tampilan yang mentereng. Wajahnya yang kejepang-jepangan membuatnya lebih mudah menarik tatapan mata.
Sudah dua tahun aku menjalani hidup dengan Nesya. Sebuah kebersamaan  yang tidak mudah untuk dimengerti. Perjalanan cinta yang tidak pernah terbayangkan. Pasalnya, walaupun aku tertarik pada Nesya saat pertama kali bertemu dengannya, tapi kami sama sekali tidak menjalin komunikasi. Bahkan aku sama sekali tidak tahu nama wanita elegan itu. Ya, karena aku sangat menjaga diri dari yang namanya wanita. Satu prinsip yang kupegang, aku hanya akan memberikan cintaku pada wanita yang memang ditakdirkan Tuhan menjadi jodohku. Jadi, selama aku merasa belum siap untuk menikah, maka aku tidak akan mencoba menjalin hubungan yang aneh-aneh dengan wanita manapun.
Masih sangat segar diingatanku, bagaimana sketsa itu terjadi. Aku masih sangat mengingatnya......
"Ada job super dahsyat, Sob. Kamu mau?" tutur Aldo dengan antusias. Sebagai seorang petualang tentu aku sangat tertarik dengan penuturan pria berkulit putih itu.
"Job apa?"
"Menikahi wanita cantik dan saleha. Job hebat, kan? Kalau saja aku belum menikah, tentu aku yang bakal eksekusi job ini." Aldo menyeringai.
"Huh, kamu ini, Al. Kukira job betulan. Buat orang kecewa saja."
"Hei, Bung Firansyah. Ini lebih dari sekedar job seperti yang sering kita kerjakan. Aku mendapat amanah dari Ustadz Imran untuk mencari seorang lelaki yang siap menikah, syaratnya minimal hafal satu juz Al-quran. Mudah, kan? Kamu lebih dari sekedar memenuhi syarat itu."
"Hahaha. Tapi aku belum siap menikah, Al.."
"Fir, kamu lebih dari sekedar siap. Hanya kamu tidak mau memikirkannya saja."