Mohon tunggu...
PUTRIYANA ASMARANI
PUTRIYANA ASMARANI Mohon Tunggu... Editor - Bookstagrammer

Lahir di Mojokerto. Esai, resensi, puisi, dan cerpennya terbit di media lokal dan internasional; Jawa Pos, The Suryakanta, TelusuRI, The Jakarta Post, Cassandra Voices, Indian Periodical, dst.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Joseph Conrad dalam Intrik Despotisme dan Megalomania

17 Maret 2024   05:08 Diperbarui: 17 Maret 2024   07:36 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Instagram @Putri_shelf

            Di Eropa, di awal karya-karya Joseph Conrad meroket, orang menganggapnya sebagai pakar fiksi petualangan samudra, mengunjungi pulau-pulau barbar eksotis. Namun dalam perkembangannya, karya-karyanya menjadi iktibar dan cakrawala relasi kekuasaan dan praktik imperialisme dan kolonialisme. Misalnya, berbeda dengan konsep penulisan sejarah yang kerap mendistorsi konflik hanya dengan satu kata kerja 'Belanda melawan Inggris', An Outcast of The Island bisa menjadi referensi penting untuk mengisi kecelakaan minimalis dalam narasi historis.

            Saya cukup beruntung tidak membaca novel ini dalam tahun kabisat, karena itu berarti membutuhkan dua bulan untuk memereteli skema despotisme dan relasi kekuasaan antar imperialis yang korup dan najis luar biasa. Selama tiga puluh hari, saat itu bulan Februari, saya menuntaskan novel ini dibantu dengan segudang referensi. Waktu telah tercurahkan sedemikian rupa karena novel ini achornical, tanpa sebelumnya membaca Almayer's Folly, mungkin pembaca akan tersesat.

            Tikungan plot cukup panjang sehingga sulit menghubungkan kejadian satu dan kejadian lainnya. Banyak sekali percakapan yang tidak mencantumkan siapa yang bicara dan siapa pula yang menanggapinya. Sehingga ini membutuhkan kesabaran untuk kembali pada paragraf atau bab sebelumnya hanya untuk mencari pendapat mana yang lebih memungkinkan diungkapkan oleh siapa. Perubahan perspektif terjadi begitu tiba-tiba, dan saya sebagai pembaca mengalami jet lag beberapa kali hanya karena perubahan mendadak tersebut.

Semua ini tidak lepas dari dan disebabkan oleh betapa eksesif kecemasan eksistensial dan megalomania Peter Willems tokoh utama, juga romantisasi Kapten Lingard. Ketimpangan ini begitu terasa dan sebagai pembaca saya nyaris ingin mengajukan perubahan judul pada Joseph Conrad, bagaimana kalau diganti Buku Harian Willems saja.

Jadi, apakah novel ini begitu padat, menjengkelkan, dan menguras tenaga? Padat informasi dan menguras tenaga, tentu saja. Tapi tidak menjengkelkan sama sekali. Berbeda dengan kebanyakan orang yang mengenal Joseph Conrad dari karya bangkotannya Heart of Darkness, saya pertama kali mengenalnya dari An Outcast of The Island tanpa sebelumnya membaca Almayer's Folly. Sejak itu, saya begitu bombastis mencintai Joseph Conrad, sangat terobsesi dengannya sampai saya bercita-cita untuk mengarungi Tujuh Samudra hanya untuk mengunjungi makam Joseph Conrad di pusara Canterbury, Britania Raya.

Bagi beberapa pembaca mungkin rasa ketidaknyamanan bisa dengan sengaja muncul karena novel ini gelap dan suic*dal. Bagi pembaca yang disarankan dokter jiwa untuk menghindari trigger, mungkin novel ini tidak direkomendasikan. Novel ini bercerita tentang Willems si narsis megalomania juga monomania dalam puncak kejayaannya di bawah kedermawanan Hudig & Co. Dulunya ia hanya orang Belanda buangan yang kebetulan terdampar di kapal dagang Belanda, Hudig & Co. Ia tumbuh besar disokong Hudig & Co dan dinikahkan dengan gadis Portugis kebanggaan Hudig.

Tapi ia kemudian dikhianati orang-orang yang paling ia percaya, di tambah ia sendiri telah berbuat nista pada praktek kerjanya, korup dan menilap uang. Ia dibuang secara tidak hormat dan memutuskan untuk bund*r. Tapi lagi-lagi ia orang tinggi hati satu ini menerima kebaikan dari Lingard & Co. Kapten Lingard, penguasa dagang Inggris, terkenal sebagai Rajah Laut. Julukan ini kemudian sangat populer dilahirkan Joseph Conrad diperkenalkan di kancah literatur dunia.

Kembali pada Willems, Lingard & Co membeberkan rahasia Hudig & Co tentang pernikahan Willems dengan gadis Portugis ayu yang ternyata hanya untuk memuluskan politik dagang Hudig. Gadis Portugis ini ternyata juga bukan anak halal Hudig, bukan pula simbol kebangaan Hudig yang selalu didengar Willems. Willems menyadari ternyata selama ini ia hanya sebagai 'alat' belaka. Dari sini saya kemudian mendapatkan pengalaman kondisi mental orang narsis yang terluka.

Cerita tidak berhenti di sana. Kasihan dengan Willems, Lingard memberinya posisi untuk menempati pos dagang di Borneo Timur, berharap agar wilayah ini bisa 'terkendali dengan baik'. Ini wilayah yang sama di mana ada pos dagang Belanda di bawah naungan Hudig yang ditugaskan pada Kaspar Almayer. Konspirasi mengental di bagian ini. Willems harus membuktikan dirinya bisa berkompetisi melawan bangsanya sendiri dan mengembalikan kebanggaannya yang telah dirampok. Hanya saja Willems malah terbawa arus melankolis ke Sambir.

Di Sambir terdapat raja lokal, Lakamba yang punya sohib mantan penyamun bermata satu, Babalatchi. Di tempat ini Willems bertemu dengan Aiisa, putri dari petarung yang kini cacat dan dendam setelah melawan Belanda. Aiisa merawat bapaknya yang uring-uringan, Willems jatuh cinta padanya sebagaimana Aiisa jatuh cinta pada Willems. Di mata Babalatchi dan Lakamba, romansa ini bisa dijadikan siasat untuk memonopoli dan membuka pos dagang Arab baru di Sambir.  Dendam dengan Orang Belanda yang telah membuat bapak Aiisa cacat dan hidup Aiisa menderita, tentu saja Willems sulit diterima dan dipercaya. Untuk membuktikan cintanya pada Aiisa, itu berarti Willems harus menumbangkan Almayer (pos dagang Belanda) dan mengkhianati Lingard (pos dagang Inggris).

Di Semenanjung Melayu, Belanda dan Inggris adalah dua rival raksasa yang tentu saja tidak mudah ditumbangkan. Untuk itu, Willems, Lakamba, dan Babalatchi meminta bantuan Syed Abdulla untuk keberhasilan terbukanya pos dagang Arab di Sambir. Bagaimana kisah ini berlanjut dan berakhir, tentu saja akan menjadi spoiler tak termaafkan. Karena di sini lah letak magisnya Joseph Conrad dalam menuliskan kejutan-kejutan tak terduga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun