Empati melibatkan resonansi emosional dan empati kognitif.
Empati dapat dibangkitkan dengan mengambil perspektif orang lain.
Martin L. Hoffman, seorang psikolog terkenal, telah memberikan kontribusi signifikan dalam memahami perkembangan empati. Teorinya berfokus pada bagaimana empati berkembang dari masa kanak-kanak hingga dewasa, dan bagaimana hal itu memengaruhi perkembangan moral seseorang.
Hoffman mengidentifikasi tiga tahap perkembangan empati:
Â
Empati Global (0-1 tahun): Pada tahap ini, bayi tidak dapat membedakan antara diri sendiri dan dunia di sekitarnya. Mereka merespons emosi orang lain dengan cara yang sama seperti mereka merespons emosi mereka sendiri. Misalnya, bayi mungkin menangis jika melihat bayi lain menangis, karena mereka belum dapat memahami bahwa bayi lain adalah individu yang terpisah.
Empati Ego-Sentris (1-2 tahun): Anak-anak pada tahap ini mulai memahami bahwa mereka adalah individu yang terpisah dari orang lain, tetapi mereka masih memiliki kesulitan untuk memahami perspektif orang lain. Mereka cenderung merespons emosi orang lain dengan cara yang ego-sentris, yaitu dengan fokus pada bagaimana emosi orang lain memengaruhi mereka sendiri. Misalnya, anak mungkin mencoba menghibur teman yang sedang menangis dengan memberikan mainan favoritnya, karena itu adalah cara yang mereka gunakan untuk menghibur diri sendiri.
Empati Berpusat pada Orang Lain (2 tahun ke atas): Pada tahap ini, anak-anak mulai memahami bahwa orang lain memiliki pikiran, perasaan, dan pengalaman yang berbeda dari mereka sendiri. Mereka dapat menempatkan diri pada posisi orang lain dan merasakan apa yang orang lain rasakan. Mereka juga mulai mengembangkan kemampuan untuk merespons emosi orang lain dengan cara yang lebih sesuai dan membantu.
Â
Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Empati
Â