Mohon tunggu...
Putri EkaSari
Putri EkaSari Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawati

Semoga menulis menjadikan amal shalih yang bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"Bila Esok Ibu Tiada", Sebuah Renungan di Hari Ibu

22 Desember 2024   17:44 Diperbarui: 23 Desember 2024   08:01 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pun ketika Ibu Rahmi sakit vertigo, Ia pun memilih berobat sendiri tanpa diantar anak-anaknya yang sibuk. Karena tak ingin merepotkan, meskipun saran dokter ia harus ditemani karena penyakitnya yang bisa menyebabkan ia kehilangan keseimbangan dan terjatuh.

Sosok Ibu Rahmi dalam film terlihat berusaha kuat, tegar dihadapan anak-anaknya, ia yang sedang sakit seolah tak ingin menampakkan rasa sakit, kesedihan dan kerinduannya kepada almarhum suami. Ia hanya menceritakan kepada adiknya saja.

Lalu memilih untuk memendamnya sendiri, bahkan ia pergi tanpa kabar untuk menengok makam suaminya di Purwokerto. Karena ia sadar, dengan menceritakan perasaannya, bisa jadi ia akan memberatkan pikiran anaknya.

Sepanjang film, beberapa orang di Bioskop tempat saya menonton pun terlihat tersentuh dengan film ini. Termasuk saya, yang terasa berkaca dengan diri sendiri. Saya yang kadang sibuk dengan pekerjaan, yang kadang mungkin lupa menanyakan keadaan orang tua di rumah.

Setiap anak memiliki kesibukan dan tingkat kesuksesan masing-masing.

Sebuah problema ketika setiap anak memiliki kesibukan yang kadang tak bisa ditinggalkan. Namun juga tak bisa menceritakan setiap masalah yang dimiliki secara mendetail kepada orang tua, karena khawatir akan menambah beban orang tua.

Terlihat dari Ranika, sang anak sulung. Selepas sang Ayah meninggal dunia, ia praktis menjadi tulang punggung keluarga. Ia pun rela tak menikah karena berusaha melindungi keluarga, memenuhi kebutuhan sang Ibu dan adik yang kuliah.

Beban dan tanggung jawab si anak sulung yang tidak bisa ia bagi, kadang membuat ia seolah terpaksa mengalah. Bahkan ketika ia melihat Rania, adiknya yang terlihat dekat dengan orang yang dia sukai.

Sifat Ranika yang cenderung tidak bisa berekspresi, bercerita secara detail. Dan kadang ketus atau salah ucap (terlihat penuh beban dan banyak pikiran). Yang ditangkap adik-adiknya seolah Ranika sebagai sang Kakak tertua yang bersikap otoriter dan suka mengatur.

Sehingga sepanjang film kita akan melihat konflik antara Ranika sang anak sulung dengan Rangga anak kedua. Rania sang anak ketiga yang berprofesi sebagai artis. Juga Hening sang anak bungsu.

Ketidak akuran keempatnya jelas terlihat ketika Ibu Rahmi ulang tahun. Anak-anaknya yang awalnya lupa ulang tahun sang Ibu. Malah bertengkar di meja makan, karena Ranika sang kakak yang memiliki pekerjaan bagus, salah berbicara kepada Rangga yang saat itu belum memiliki pekerjaan tetap. Dan Rania sang adik yang merasa tersinggung, karena hanya aktris pemeran hiburan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun