"Ni.. aku di Clarke Quay, bingung mau kemana" kata ku di telpon, sambil kebingungan melihat maps dan keadaan sekitar.
"Coba cari halte bus terdekat ke arah hotel Ris.." kata sahabatku di sebrang telpon, dengan nada khawatir.
"Iya, tapi aku capek ni.. mau naik grab aja sepertinya" Kataku sambil menutup telepon, lelah.
Aku masih kebingungan, di hadapanku area pertokoan yang sudah sepi, karena waktu sudah diatas jam 9 malam. Di sebelah kananku sebuah dermaga, dengan beberapa yatch bersandar di perairan.
Dermaga ini terletak di ujung muara Singapore River dan Boat Quay. Grabcar sepertinya menjadi pilihan terakhir yang tepat karena malam semakin larut.
Setelah aku terpencar dari sahabatku di Negeri yang asing, Singapura. Dan sebelumnya aku tak sengaja terpisah di bus yang membawaku ke arah hotel, tempat kami menginap.
Aku tak sadar saat sahabatku mencolek untuk turun. Karena sibuk berfoto, mengabadikan momen dan menangkap kondisi jalanan Singapura yang tertata rapi, bebas sampah.
Saat aku sadar, bus sudah membawaku jauh dari area hotel di kawasan Arab Street. Langsung aku bertanya pada pengemudi bus, harus turun dimana, untuk melanjutkan perjalanan menuju ke hotel. Dengan info yang ada, kemudian aku pun turun dari bus di halte.
Namun aku sepertinya salah menentukan arah dan mengecek rute bus, dari semula di area orchard road, lalu terdampar di kawasan pusat perkotaan Singapura. Dan akhirnya terpental lagi ke tempat lain di China Town, karena sala naik bus. Hingga sampai ke area Clarke Quay.
Sebelum terpencar dan nyasar di negeri tetangga, Singapura. Aku tak sengaja mengucap kata, yang akhirnya membuatku menyesal.
"Ni.. Seru nih, malam minggu.. Menikmati udara malam di Negara Singapura yang kabarnya hanya sebesar kota Jakarta." Ujarku dengan enteng memandang ke luar jendela bus.
"Kakiku udah pegel banget Ris.. ingin cepat kembali ke hotel, selonjoran" Jawab Nia, ia ingin buru-buru sampai hotel sepertinya. Membuatku manyun seketika.
Sahabatku ingin pulang, karena hari sudah mulai gelap. Mungkin sekiar magrib kala itu, namun sayangnya tak terdengar azan magrib di Singapura, layaknya di Indonesia.
Nia kelelahan, karena sejak pagi kami berjalan-jalan mengelilinggi berbagai tempat-tempat wisata di Singapura. Berbeda denganku yang masih semangat menjelajah, memanfaatkan waktu hari libur sabtu yang sayang dilewatkan.
"Ni.. kita kan udah jauh-jauh dari Jakarta ke Singapura, masa malam minggu cuma di hotel aja..'' Ucapku, menanggapi ucapan sahabatku.
"Iya Ris, besok lagi lah.. Aku udah lelah.." Timpal Nia datar. Ia seolah tak ingin berdebat lagi.Â
Maka akhirnya aku pun terdampar di sudut kota Singapura, berkeliling sendirian layaknya orang hilang. Karena keteledoranku, aku yang tidak mengenal daerah Singapura menjadi berputar tak tentu arah. Maps di google yang membingungkan untuk dibaca.
Di awal perjalanan, ku kira hampir semua orang Singapura bisa berbicara melayu, layaknya bahasa Indonesia. Ternyata ada beberapa orang yang tidak bisa bahasa Melayu.
Sehingga aku yang memiliki kemampuan bahasa inggris pas-pasan ini. Menjadi kebingungan dengan perkataan orang Singapura yang tercampur dengan logat bahasa Hokian, dialek Mandarin. Ah.. andai aku tak berucap sembarangan..
Karena kata adalah doa..
Begitulah, aku terdampar di area Singapura tak tentu arah.
Pantaslah jika orang bilang, berkata baik atau diam. Dan peribahasa pun mengatakan, mulutmu harimaumu..
Maka itu hendaknya kita berhati-hati dalam berkata-kata. Karena yang baik atau buruk bisa saja terjadi kepada kita.
Terngiang dalam ingatanku, kala SMA dahulu. Aku berkata pada diri, ingin bisa ke luar Negeri. Sebuah impian yang kemudian ku tulis di selembar kertas, di tempel pada dinding kamar dekat pintu.
Sehingga praktis tiap lewat pintu, aku akan melewati dan membaca kata-kata tersebut sambil tersenyum. Membayangkannya saja sudah terasa menyenangkan.
Padahal di kala itu uang saja belum ku miliki. Untuk minta ke orang tua pun terasa tak mungkin, karena hidup yang pas-pasan.
Namun kata 'Ingin ke Luar Negeri' seolah memecut hatiku begitu dalam dan membekas. Mengajarkan tentang mimpi yang dapat diwujudkan dengan keyakinan, berbalut doa pada Sang pencipta dan tekad kuat untuk berusaha menggapainya.
Karena tentu Doa tanpa usaha adalah nihil adanya. Dan sebaliknya, usaha tanpa doa adalah bentuk kesombongan manusia.
Hingga akhirnya, kata itupun menjadi kenyataan. Beberapa tahun setelah bekerja, aku berhasil menjejakkan kaki di luar Negeri pertama. Sebuah Negara yang terdekat dengan Indonesia, yaitu Singapura.
Jalan-jalan ke Luar Negri dengan budget teramah di kantongku saat itu. Karena untuk ke sana, aku mendapatkan tiket promo, sehingga penerbangan yang hanya 1 jam ke luar Negeri terasa begitu dekat.
Di sana, aku dan sahabatku mengeksplorasi berbagai tempat hits di Singapura dengan bus dan MRT. Mengunjungi berbagai kawasan ikonik Singapura.Â
Diantaranya Marina Bay, Esplanade dan sekitarnya. Tak lupa ke Universal studio, Garden By the Bay tempat pohon buatan raksasa seperti di film avatar.
Selama di Singapura, aku memaknai semua langkah kaki dengan senyuman dan rasa syukur. Ah.. Begitu menakjubkannya sebuah kata-kata.
Hingga dua tahun kemudian Allah pun memanggilku ke kota lain di luar Negeri. Yang menjadi impian hampir semua muslim, yaitu Mekah dan Madinah.
Sebuah impian yang juga terwujud nyata. Kala penaku dahulu juga menuliskan kata 'Ingin Umroh bersama Ibunda' di selembar kertas sederhana yang sama dengan impian 'Ingin ke luar Negeri'.
Sebuah perjalanan menuju Mekah-Madinah juga di mulai dari Impian, dikuatkan dengan visualisasi foto berbingkai, tentang indahnya Masjid Nabawi di dinding rumah. Yang makin memicu semangat untuk beribadah di sana.
Perjalanan selama di Mekah dan Madinah adalah bagai menyusuri jejak Rasulullah, Nabi Muhammad SAW, merekam tiap langkahnya. Mengenang perjuangan kaum muslimin yang hijrah dan mentafakuri perjalanan Islam di Kota Suci umat Muslim ini.
Dengan Izin Allah, aku dapat menjejakkan kaki dan melaksanakan shalat di sana. Bukanlah hanya sekadar impian belaka, kata itu menjadi kenyataan. Karena Kata adalah Doa bagi yang mempercayai dengan segenap keyakinan dan iman.
Kata (doa) adalah bagian dari impian yang dilontarkan melalui mulut. Lalu menjadi afirmasi diri lewat Kalbu, yang secara tak langsung merupakan prasangka kita kepada Allah. Sehingga kemudian menjadi Action (kenyataan).
Kesimpulan: Hendaknya kita menahan diri untuk berkata yang tidak baik ataupun melemahkan diri. Bijaklah dalam mengucap kata, jika salah bertutur. Istigfhar dan mohon ampunlah kepada Allah. Sehingga yang terbaiklah yang akan terjadi pada kehidupan kita.
#PutriEkaSari,Â
Surabaya 22Nov24
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI