"Ni.. Seru nih, malam minggu.. Menikmati udara malam di Negara Singapura yang kabarnya hanya sebesar kota Jakarta." Ujarku dengan enteng memandang ke luar jendela bus.
"Kakiku udah pegel banget Ris.. ingin cepat kembali ke hotel, selonjoran" Jawab Nia, ia ingin buru-buru sampai hotel sepertinya. Membuatku manyun seketika.
Sahabatku ingin pulang, karena hari sudah mulai gelap. Mungkin sekiar magrib kala itu, namun sayangnya tak terdengar azan magrib di Singapura, layaknya di Indonesia.
Nia kelelahan, karena sejak pagi kami berjalan-jalan mengelilinggi berbagai tempat-tempat wisata di Singapura. Berbeda denganku yang masih semangat menjelajah, memanfaatkan waktu hari libur sabtu yang sayang dilewatkan.
"Ni.. kita kan udah jauh-jauh dari Jakarta ke Singapura, masa malam minggu cuma di hotel aja..'' Ucapku, menanggapi ucapan sahabatku.
"Iya Ris, besok lagi lah.. Aku udah lelah.." Timpal Nia datar. Ia seolah tak ingin berdebat lagi.Â
Maka akhirnya aku pun terdampar di sudut kota Singapura, berkeliling sendirian layaknya orang hilang. Karena keteledoranku, aku yang tidak mengenal daerah Singapura menjadi berputar tak tentu arah. Maps di google yang membingungkan untuk dibaca.
Di awal perjalanan, ku kira hampir semua orang Singapura bisa berbicara melayu, layaknya bahasa Indonesia. Ternyata ada beberapa orang yang tidak bisa bahasa Melayu.
Sehingga aku yang memiliki kemampuan bahasa inggris pas-pasan ini. Menjadi kebingungan dengan perkataan orang Singapura yang tercampur dengan logat bahasa Hokian, dialek Mandarin. Ah.. andai aku tak berucap sembarangan..
Karena kata adalah doa..
Begitulah, aku terdampar di area Singapura tak tentu arah.