Ku bayangkan, kala amarah melanda, raut mukanya yang merah padam. Seolah kereta api uap yang sedang mengepul uap keluar dari atas kepalanya.
Sifatnya yang perfeksionis selalu meminta tiap pekerjaan sesuai dengan keinginannya, tak boleh bercela. Bahkan untuk titik dan koma harus sesuai letaknya di proposal yang ia minta.
Ya.. begitulah konsekuensi bekerja dengan orang lain. Aku hanya bisa mengelus dada setiap harinya. Di mana Bos selalu benar, dan tentu bawahan yang selalu di salahkan.
Beruntungnya aku makian itu bukan berupa kata-kata binatang, seperti cerita seorang temanku di perusahaan lain. Bos nya jika marah, kata makian berupa umpatan dengan nama hewan di kebun binatang. Seperti Anjing, Monyet, Babi, akan dilayangkan padanya tanpa pandang bulu. Hingga tak terhitung berkali-kali temanku menangis, sedih.
Padahal tentu hal seperti ini tak pantas untuk dilakukan. Karena pasti akan menyinggung perasaan orang lain.
Pantaslah, jika bekerja dengan orang seperti ini bisa menyebabkan stres, depresi, sebuah penyakit mental bagi sebagian orang. Bahkan beberapa orang lain mengalami sakit hati, dan tersulut emosi kadang bisa terjadi. Mengingat tidak adanya respect, saling menghormati antara atasan-bawahan, bos dan anak buahnya.
Karena sesungguhnya, jabatan hanyalah ujian..
-Terinspirasi oleh kisah nyata pengalaman pribadi, juga cerita Mas Agus yang disiram air keras oleh anak buahnya. Dan tetangga yang dibunuh oleh anak buahnya karena sakit hati.Â
#PutriEkaSari , Oktober24
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H