Kala ku curhat dengan teman sebaya di kantor, berkeluh mengapa perlakuan Pak Bayu seperti itu, Bukankah seharusnya Namanya seperti Bayu, Air yang adem, dingin menenangkan.
Menaungi bawahannya dengan baik. Bukan malah menyemprotku dengan kata kasar, yang kadang membuat hatiku mendidih, kesal.
Temanku, Aisyah hanya bergumam.. "Ingat Res.. Pasal 1.. Bos selalu benar.. "
"Bisa apa kita.. anak bawang yang baru mulai bekerja.." Ujarnya lagi, menasehati.
"Tapi kan ga diomelin juga tiap hari Syah.. capek hati kerja begini.." Balasku sambil cemberut..
"Mending aku resign aja Syah sepertinya.." Tukasku lagi.
"Duh jangan dong Res.. nanti dibilang generasi Stroberi lagi ama Pak Bayu.." Balasnya Sambil memegang lenganku..
"Kita harus bertahan.. gaji di sini lumayan, meskipun bebannya berat.. daripada nganggur" Ujarnya lagi sambil membujukku. Ia pun kadang menjadi sasaran empuk amarah Pak Bayu.
Namun karena posisiku persis di bawah Pak Bayu dalam struktur perusahaan, aku kerap lebih sering bersinggungan pekerjaan dengan Bosku itu.
Aku hanya menghembuskan nafas beristighfar, sambil melirik ke ruangan Bosku. Pak Bayu sedang menelpon klien, berdiri dengan tubuh yang tinggi tegap. Kumisnya yang tebal seperti Pak Raden dalam serial Unyil, makin membuat sangar wajahnya.
Kumis tersebut akan bergerak turun naik diiringi amarah yang kadang tetiba muncul. Begitu reaktifnya seperti bom waktu yang bisa kapan saja meledak, tak ingat waktu dan tempat.