Mohon tunggu...
Putri EkaSari
Putri EkaSari Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawati

Semoga menulis menjadikan amal shalih yang bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Momen 'Masuk Kamar Operasi' sebagai Muhasabah Diri

2 Agustus 2024   07:46 Diperbarui: 12 Agustus 2024   01:06 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Ruang operasi. (Thinkstockphotos via kompas.com)

Asingkah kita dengan istilah 'Operasi'?

Operasi merupakan sebuah tindakan ikhtiar untuk kesehatan, yang dilakukan petugas medis yang kompeten, biasanya dokter ahli. Diharapkan dengan menjalankan operasi, mengurangi faktor resiko lanjut dari sebuah penyakit, dan pasien akan sembuh.  

Menurut Google.com, Operasi adalah semua tindakan yang menggunakan cara invansif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan tubuh ini umumnya dilakukan dengan membuat sayatan.

'Masuk kamar operasi' bagi petugas medis di Rumah sakit, mungkin sebuah rutinitas yang biasa. Namun bagi saya yang merupakan seorang pasien dengan diagnosa penyakit, masuk kamar operasi untuk sebuah tindakan medis merupakan hal yang mendebarkan.

Momen ini adalah perpaduan rasa takut, khawatir, sedih dan cemas, semua jadi satu.

Bagaimana tidak? Yang terbayang saat mendengar kata 'Operasi' adalah seperti di film-film, gambaran sebuah ruangan dengan meja operasi, lampu operasi yang menyorot silau ke mata, monitor untuk detak jantung juga nafas pasien. Serta meja perkakas dokter.

Disertai jarum suntik yang kadang menyebabkan trauma bagi beberapa orang. Dan obat-obatan, salah satunya anestesi (obat bius).

Ruangan ini seolah makin menyeramkan, dengan bau cairan antiseptik yang anyir, terasa menusuk hidung bagi yang tidak biasa.

Lewat beberapa kali operasi, diantaranya operasi caesar, operasi mata, dan operasi gigi yang tumbuh miring. Saya seolah tersentil, dan menjadi semakin mendekat kepada Allah, Sang pencipta. 

Di dalam ruangan operasi, sepertinya Allah begitu dekat. Menyadarkan saya bahwa nyawa dalam tubuh ini ada dalam genggamanNya setiap detik waktu berputar. SBueolah saya tidak bisa lari dan menghindar.

Di sana saya dikepung oleh kabel-kabel yang berhubungan dengan monitor jantung, selang serta masker oksigen yang menutupi mulut, juga berbagai kabel lainnya.  

Apalagi beberapa kali saya mengalami bius lokal di kamar operasi, sehingga jelas terlihat saat-saat yang terjadi. Kemudian mendengar berbagai percakapan dokter dan perawat di sana.

Dalam bayangan tergambar jelas posisi para dokter serta perawatnya dalam ruang kamar. Sambil berharap cemas, agar dokter tidak salah sayat jaringan yang ada di tubuh, atau keliru memakai pisau bedah, karena dapat berakibat fatal.

Dalam hati, saya hanya bisa berdoa dan berzikir dengan khusyuk. Agar Allah melancarkan dan memudahkan dokter melakukan proses operasi. 

Sehingga tak ada hal yang terlewatkan dari berbagai standar kerja operasi yang dilakukan.

Tak terbayangkan jika saat operasi, Allah  tidak melancarkan. Bisa saja dokter grogi, atau galau di meja operasi. 

Mungkin teringat anak di rumah, ada masalah lain dengan pasangan, orang tua ataupun teman. 

Dan emosi di luar itu masih terbawa ke meja operasi. Dokter pun  juga manusia seperti lainnya, ia juga memiliki masalah, dan bisa khilaf.

Jadi saya pun tetap terus berzikir tanpa putus dalam diam. Berharap hanya kepada Allah, berfikir positif bahwa dokter adalah tenaga ahli di bidangnya.

Sehingga tidak akan salah sayat, salah potong ataupun salah prosedur selama menjalani operasi.

Hal yang ramai dikenal dengan istilah Mal Praktik. Sebuah kelalaian dalam standar profesional yang menyebabkan seorang pasien menderita kerugian (Wikipedia).   

Sesekali jika terasa sakit saat operasi mata, saya hanya memberi kode dengan menggerakkan kaki atau tangan pada dokter. Dan dokter pun akan menetes kan obat penghilang rasa sakit lagi ke dalam mata.

Anehnya padahal tulang belakang saya sudah diberikan anestesi sebelum persiapan operasi, namun entah kenapa kok masih beberapa kali terasa sakitnya.

Apakah kurang mempan, atau memang obat bius masih proses (anestesi belum sempurna bekerja pada tubuh).

Pada beberapa pasien, proses anestesi tersebut bisa saja terjadi.

Dari momen operasi tersebut, saya belajar tentang pentingnya berserah kepada Allah. Mengantungkan segala harapan hanya kepadaNya.

Lewat sakit, Allah menyentil saya, untuk lebih mendekatkan diri kembali kepadaNya.

Serta bermuhasabah, introspeksi diri atas segala hal yang pernah saya lakukan. Sebagai hamba yang sering lupa dan lalai akan perintahNya.

Berharap masih ada kesempatan memperbaiki diri, sehingga menjadi lebih baik di masa depan.

Foto pribadi-Bapak di ruang kamar Rumah sakit
Foto pribadi-Bapak di ruang kamar Rumah sakit

Operasi ini pun merupakan segala upaya kesehatan bagi kita seorang hamba. Hasil terbaiklah yang diharapkan. Namun,  Allah yang menentukan. 

Semoga sakit itu sebagai penggugur dosa, saat kita ikhlas menjalaninya. 

Proses ikhlas yang menyadarkan saya, bahwa segala sesuatu di dunia ini hanya titipan. Dan Allah bisa saja mengambil titipannya kapanpun Allah mau.

Percayalah, sungguh di balik kesulitan ini, pasti ada kemudahan yang menyertai (QS Al-Insyirah;5)

-17th as a Glaucoma Survivor-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun