Mohon tunggu...
putri diah ayu rustamawati
putri diah ayu rustamawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya menyukai kucing, membaca buku dan mendengarkan musik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tren Hijab Turban dalam Perspektif Tafsir Qs. An-Nur [24] : 3

9 Juni 2024   08:08 Diperbarui: 9 Juni 2024   08:25 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

     Konsep penggunaan hijab turban sebagai gaya hijab berawal dari sudut pandang Vivi Zubedi, seorang perancang busana Indonesia yang beragama Islam. Ia percaya bahwa memakai jilbab turban tidak boleh disamakan dengan berhijab, melainkan diibaratkan sekadar mengenakan topi. 

Zubedi menegaskan bahwa ajaran Alquran tidak mendukung perbandingan tersebut. Topik tentang turban tidak dibahas karena fokusnya hanya pada pembahasan hijab dan jilbab. QS.An-Nur [24]: 31 menjadi acuan bagi wanita muslim untuk menutup auratnya. Perkembangan dunia modern dan globalisasi membawa dampak pada isu-isu seputar hijab. Salah satu tren terkini yang muncul dalam konteks hijab adalah popularitas hijab turban.

     Tidak ada perbedaan pendapat mengenai kewajiban menutup aurat. Ada perbedaan pendapat mengenai batas aurat wanita dan bagian tubuh mana yang terlihat. 

Pembatasan aurat untuk pria  berbeda dengan pembatasan aurat untuk wanita. Terdapat perbedaan  pendapat di kalangan ulama tentang batasan aurat perempuan jika berhadapan dengan non-Muhurim. Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan batasan aurat wanita yang akan dijelaskansebagai berikut:

1.Mazhab Syafi'i

     Beliau berpendapat bahwa aurat wanita ketika dalam shalat adalah seluruhtubuhnya kecuali wajah dan telapak tangan. Apabila bagian dari aurat ini terbuka, padahal ia mampu untuk menutupnya maka batal shalatnya. Namun, apabila terbukakarena angin atau lupa maka segera ia menutupnya dan tidak batal shalatnya. 

Adapun aurat wanita di luar shalat yaitu ketika di hadapan pria bukanmahramnya adalah seluruh tubuhnya. Sedangkan di hadapan wanita lain baikmuslimah atau kafir adalah seluruh tubuhnya kecuali bagian tertentu yang terbukaketika melaksanakan pekerjaan rumah tangga. Adapun aurat wanita ketika ia bersamadengan wanita muslimah dan pria mahramnya adalahantarapusatdanlutut.

2.Mazhab Hanafi

     Bahwa aurat seorang wanita adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah, telapak tangan, dan telapak kaki sampai mata kaki, baik saat shalat maupun di luar shalat. Namun jika seseorang yang bukan mahram menyentuhnya atau memandangnya dengan pandangan syahwat, maka itu menjadi aurat yang wajib ditutup. 

Lebih lanjut, menurut Hanafi, remaja putri tidak boleh menampakkan wajahnya di hadapan laki-laki, belum baligh bukan karena wajahnya aurat, melainkan karena takut difitnah. Mazhab ini juga berpendapat bahwalantunan suara wanita bukan berbicara seperti biasa juga termasuk dalam kategoriaurat.

3.Mazhab Maliki

     Beliau berpendapat bahwa aurat wanita dalam shalat atau diluar shalat adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan, dan wajib ditutup jika takut fitnah. 

Kemudian di mazhab ini aurat wanita digolongkan menjadi dua, yaitu aurat mughallazhah seluruh tubuh kecuali dada dan athrf (rambut, kepala, leher, ujung jari dan kaki), sedangkan aurat mukhaffafah adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. 

Jika sebagian aurat mughallazhah terlihat saat shalat, meskipun ia dapat menutupinya, maka shalatnya tidak sah dan ia harus mengulanginya. Sebaliknya jika aurat mukhaffafah terbuka, maka tidak membatalkan shalat, meskipun makruh dan haram melihatnya. 

Adapun batasan aurat di luar shalat dan di hadapan Mahram, seluruh tubuh kecuali wajah dan athraf (rambut, kepala, leher, ujung jari dan kaki). Adapun bersama seorang wanita, baik dia mahram atau bukan, batas auratnya adalah antara pusar dan lutut.

4.Mazhab Hanbali

     Ada dua riwayat Imam Ahmad, salah satunya mengatakan bahwa aurat wanita menutupi seluruh tubuhnya, termasuk kuku dan wajahnya. Namun ada pendapat yang tegas bahwa aurat shalat seorang wanita meliputi seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangan. 

Adapun auratnya di luar shalat adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangannya. Jika dia bersama seorang wanita, baik mahram atau tidak, maka batas bajaknya adalah antara pusar dan lutut. Pendapat Hanabilah lebih condong ke pemikiran Maliki dalam hal ini.

     Selain itu, menurut Imam Al-Qurthubi, wajah dan dua telapak tangan yang biasanya terlihat dalam kebiasaan dan ibadah Islam adalah pengecualian.

Artinya : Katakanlah kepada para perempuan yang beriman hendaklah mereka menjaga pandangannya, memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (bagian tubuhnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya. Hendaklah pula mereka tidak menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, ayah mereka, ayah suami mereka, putra-putra mereka, putra-putra suami mereka, saudara-saudara laki-laki mereka, putra-putra saudara laki-laki mereka, putra-putra saudara perempuan mereka, para perempuan (sesama muslim), hamba sahaya yang mereka miliki, para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Hendaklah pula mereka tidak mengentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung (An-Nur/24:31).

     Pendapat Abdullah Saeed pada Asbb an-Nuzl menekankan pentingnya memahami konteks spesifik suatu ayat Alquran. Jika kita melihat sebuah ayat dengan cara tertentu, katanya, berarti bait tersebut hanya mengacu pada masa lampau di mana bait tersebut muncul. Oleh karena itu, tidak dapat diterapkan pada orang lain atau konteks yang berbeda. Ayat-ayat yang bersifat khusus hanya berlaku pada saat diturunkannya dan pada orang atau situasi tertentu.

     Banyak wanita kini yang mengadopsi hijab turban sebagai gaya hijab yang modis dan inovatif. Hal ini mencerminkan evolusi fashion hijab, merespon tren dan gaya hidup saat ini. Namun yang lebih penting, mengenakan jilbab turban tidak hanya sekedar simbol fashion, tetapi sering dikaitkan dengan pemahaman dan pengamalan nilai-nilai Islam. 

Dalam konteks ini, tren harus dikaitkan dengan QS.An-Nur [24]: 31, yang memerintahkan umat Islam untuk menutup auratnya dan menjaga kehormatan wanita dengan berpakaian dan berperilaku sesuai norma. Saat ini, meski banyak perempuan yang berjilbab, namun ada juga yang tidak mengikuti norma, seperti pakaian ketat dan perilaku buruk. 

Di sisi lain, pemilih turban juga cenderung mengenakan pakaian longgar dan berperilaku sesuai ajaran dan norma Islam. QS. An-Nur [24]: 31 memberikan alasan untuk memahami bahwa berpakaian dan berperilaku sesuai norma adalah bagian penting dalam menyembunyikan aurat sekaligus menjaga kehormatan wanita menurut pandangan Islam.

     Model turban hanya menutupi seluruh kepala mulai dari rambut hingga telinga dan menjadi pilihan model yang banyak digunakan oleh para muslimah khususnya remaja putri karena lebih nyaman untuk dikenakan. Namun nyatanya turban tidak sesuai dengan kaidah hijab atau jilbab yang diajarkan dalam Islam. 

Hal yang membuatnya tidak pantas adalah bagian leher dan dada masih terlihat atau terbuka, dan ajaran Islam menjelaskan bahwa jika berhijab dengan benar maka harus menutupi seluruh bagian tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Bisa dikatakan sama saja dengan berhijab atau berhijab namun terbuka. Apakah turban di perbolehkan dalam Islam? Tidak, karena turban tidak panjang sehingga aurat kita masih bisa terlihat dan menyerupai sebuah kaum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun