Pada akhirnya air mata itu tak lagi terbendung. Aku menatapnya lamat-lamat, benteng kekuatan ku pun melemah dan masuk kedalam curhatan rekan kerja ku itu.
Sudah sekitar delapan tahun dia bekerja dilembaga tersebut sebagai tenaga administrasi sekaligus pengelola keuangan dan cleaning service. Semua itu dia lakukan demi menghidupi tiga orang anak tanpa sosok seorang suami. Dia bercerai setelah melahirkan anaknya yang ketiga. Cerita tentangnya kusimpan dengan baik diingatan ku dan tidak akan kujadikan sebagai konsumsi publik. Aku mulai bicara saat dia sudah berhenti bicara dan hanya menyisakan sisa air mata miliknya.
“Mbak, hal ini sudah sesuai dengan yang saya perkirakan. Saya paham betul mengenai apa yang saya lakukan beserta semua konsekuensi setelahnya. Namun saya yakin bahwa semua sudah ada yang merencanakan bahkan tujuannya jauh lebih baik dari apa yang kita pikirkan. Untuk hubungan kita, tentu lebih luas diluar ranah pekerjaan. Kita dapat berkomunikasi dan membuat janji ketemuan kapan saja. Mbak pun masih boleh bercerita tentang apapun kepada saya selama mbak percaya.” Jawabku berusaha menenangan hatinya.
Pada akhrinya kalimat klasik itu pun muncul juga. Jika ada pertemuan maka akan ada perpisahan. Aku meyakini hal itu sepenuhnya. Aku mulai menata hati dan meyambut hari ku yang baru, dengan gelar baru dibelakang nama ku. Aku mulai menyusun rencana untuk bergabung bersama ribuan pencari kerja diluar sana.
Saat aku mencari lowongan pekerjaan di media cetak dan media online, sangat sulit bagiku untuk menemukan pekerjaan yang sesuai dengan jurusan ku. Aku pikir aku sudah salah memilih jurusan, tapi kemudian aku flashback bahwa yang aku jalani sekarang adalah keputusan ku sendiri dan rancangan sesungguhnya sudah ada menetapkannya.
Pencarian ku terhenti pada salah satu lowongan di media cetak , yaitu surat kabar harian, itu salah satu peluang besar bagiku karena perusahaan itu tidak meminta jurusan tertentu. Artinya aku pun boleh memasukkan lamaran dengan jurusan yang aku miliki.
Singkat cerita aku dipanggil diperusahaan tersebut untuk melakukan walking interview. Aku disambut disebuah ruangan kecil dengan satu orang pewawancara. Kami berbincang selama kurang lebih lima belas menit. Setelah aku keluar aku berharap dipanggil kembali karena aku melihat perusahaan ini sangat terata dan merupakan ranting dari perusahaan besar di Korea Selatan.
Seminggu kemudian, betapa bahagianya ketika aku menerima telepon yang menginformasikan bahwa besok aku sudah mulai menjalani masa training selama tiga sampai enam bulan.
Aku melangkah dengan santai dari kamar. Aku memberitakan hal ini pada ibuku dan beliau menanggapi dengan tenang dan biasa saja, begitu pula ayah ku. Aku paham sekali bahwa mereka lebih senang jika aku bekerja di lembaga yang tidak punya target atau lebih tepatnya bekerja santai sebagai seorang pegawai negeri sipil.
Aku mulai menjalani masa training dengan semaksimal mungkin. Aku pelajari semua hal yang aku butuhkan dari trainer dan rekan kerjaku. Pak Manager ku Mr. ISD pun senang melihat kemajuan ku dalam hal menggunakan aplikasi dan melaksanakan jobdesk ku setiap hari.
Masalah terjadi ketika menjelang tiga bulan masa training ku berlalu, ibuku mengetahui ada lowongan pekerjaan disalah satu perusahaan BUMN yaitu Bank BTR. Hal ini diperkuat dengan kolega kami yang merupakan salah satu panitia pada perekrutan pegawai Bank tersebut.