Mentari pagi mulai muncul, menyinari kamar seorang anak remaja putri yang masih terlelap di dunia mimpinya itu. Anak itu pun perlahan-lahan terusik dengan cahaya yang terang itu. Dia adalah Santi.
"Nak, bangun! kamu tidak pergi Sekolah? ini sudah pukul 6.30!."Â
"Sebentar Bu, Santi lagi siap-siap."
Santi berangkat Sekolah lebih memilih untuk berjalan kaki. Santi berpikir karena jalan kaki lebih sehat dari pada naik kendaraan.Â
Santi sebenarnya sangat malas untuk pergi ke Sekolah, dikarenakan di Sekolah Santi selalu direndahkan dengan teman-temannya. Karena Santi ketika Sekolah selalu membawa kue buatan Ibunya untuk dijual keliling Sekolah.
"Eh, Santi lagi, Santi lagi. Kamu ga capek apa jualan gitu terus, kalo aku sih capek. Kamu kuat banget" Ucap Wawa, salah satu teman SantiÂ
"Mau gimana lagi, Wa. Ini emang sudah takdirku, kalau aku sekolah tidak disamping dengan dagang, aku ga bisa ambil ijazah."
"Tapi kamu kan dapat beasiswa dari Sekolah, kenapa harus ngumpulin uang dulu."
"panjang ceritanya Wa, Lain kali aku cerita. Udah ya, aku mau lanjut keliling lagi."
Ya, benar. Santi memang mempunyai teman yang berbeda kelas dengannya, yaitu Wawa. Kehadiran Wawa membuat Santi merasa dihargai dan diterima di lingkungan Sekolah. Santi memiliki tanggungan sebelum lulus, yaitu membayar uang sekolah.
"Eh, Santi. Mau sampai kapan kamu Sekolah di sini sih?, aku dan teman-teman sudah muak dengan kamu!." Ucap si ketua geng pembully.
"Maaf sebelumnya, aku disini cuma nawarin kue sama kalian, itu saja."
"Halah, kue-kue kamu itu basi, ga layak makan, tau gak!."
Itulah yang dirasakan Santi sehari-hari di Sekolah. Selalu direndahkan. Terkadang juga ada yang sudah terlewat batas, yaitu mereka dengan sengaja menumpahkan kue yang dijual Santi ke tong sampah.
"Santi, kamu itu ga pantes Sekolah di sini!, di sini itu sekolahnya orang kaya, tahu gak!." Ucap Vania, si ketua geng pembully itu.
"Tahu, apalagi Ibu mu, pakaiannya sangat kumuh sekali. Apalagi adekmu itu, seperti ga pernah diurus!"
"Maaf, kalian boleh hina aku atau merendahkan ku, tapi tolong kalian jangan merendahkan Ibuku dan juga adikku, mereka tidak tahu apa-apa!." Tegas Santi.
"Huhuhu, ga asik kamu San!."
Santi saat ini dihantui dengan uang ijazah itu. Ia bimbang, jika Santi cerita kepada Ibunya, nanti Ibunya akan kepikiran. Dan jalan satu-satunya yang diambil Ibunya yaitu dengan cara mengutang ke tetangganya.
"Aduh, bagaimana ini, uang untuk mengambil ijazah nanti, belum cukup. Masih kurang banyak. Apa aku cerita ke Ibu saja?." Pikir Santi yang bimbang.
                      ***
"Assalamualaikum, Ibu!, Santi pulang." Teriak Santi
"Waalaikumsalam, Nak. Ibu lagi makan sama adikmu."
"Bu, Santi mau cerita. Untuk uang ijazah itu masih kurang banyak Bu. Santi sudah capek gini-gini terus."
"Kamu capek kenapa Nak?. Cerita sama Ibu."
"Santi selalu direndahkan Bu, padahal niat Santi sudah baik untuk nawari mereka kue!."
"Nak, direndahkan orang itu memang makanan sehari-hari kita, jadi kamu sekarang harus berdamai dengan kata-kata mereka. Dan nanti mereka yang merendahkan kamu pasti menyesal. Oh ya, untuk uang ijazah nanti Ibu usahakan uangnya ada saat kamu wisuda."
Hari berlalu begitu cepat, dimana hari kelulusan itu sudah tiba. Teman-teman Santi sudah merencanakan bagaimana konsep saat wisuda nanti. Wisuda adalah momen yang ditunggu-tunggu oleh siswa/i.
"Santi akhirnya kita lulus juga. Kamu senang tidak?."
"Iya Wa, aku juga senang banget la."
"EH, Santi, aku mau tanya dong. Gimana dengan ijazah mu?, apakah sudah bisa diambil saat wisuda?."
Ketika Wawa menanyakan hal itu kepada Santi, Santi langsung diam seribu bahasa. Melihat hal itu Wawa kebingungan.
"Santi, kok malah diam sih?, apakah ada yang salah dengan perkataan ku ya?."
"Gapapa Wawa. Eh, kita ke teman-teman yuk buat diskusi konsep wisuda!."
Santi dengan cepat mengalihkan pembahasan itu, karena uang ijazah dia belum lunas. Bahkan masih kurang sangat banyak. Santi sudah merelakan jam belajarnya, hanya untuk berjualan kue di taman dekat rumahnya.
Besok pagi adalah hari dimana yang ditunggu tunggu oleh siswa/i kelas XII. Santi tidak mempersiapkan apa-apa, besok dia akan memakai kebaya yang simpel khas zaman dahulu. Dan juga besok Santi hanya memoles wajahnya hanya dengan bedak dan juga lipstik saja.
"Santi ayo berangkat sekarang saja, mumpung adikmu di rumah budhe" ajak Ibu Santi
"Baik Bu, Sebentar"
Acara wisuda berjalan dengan baik, di tengah-tengah acara akan ada pembacaan juara umum 1 angkatan dan juga juara umum 1 jurusan.
Santi terkejut ketika namanya dipanggil maju untuk juara 1 umum angkatan. Dan Santi lebih kaget lagi namanya dipanggil lagi saat juara 1 umum jurusan. Santi memang sangat pintar dan berprestasi, tapi hal itu juga yang membuat dia direndahkan.
"Selamat ya Santi, Ibu ikut senang denger kamu juara 1 umum"
Ucapan selamat IBu wali kelas Santi
"Terima kasih, Bu Ratna"
"Tapi Santi, apakah ijazah kamu sudah diberikan?"
Santi pun terdiam, karena kepikiran omongan Bu Ratna.
"B-belum Bu, uangnya belum terkumpul" jawab Santi lesuh.
"Gini saja, kamu bawa ijazah kamu buat verifikasi SNBP!, untuk urusan administrasi biar Bu Ratna saja, tidak apa!"
"Beneran Bu?, ya Allah terima kasih banyak Bu Ratna"
Saking senangnya Santi, ia dengan refleks memeluk Bu Ratna dengan erat dan tidak lupa mengucapkan beribu-ribu kata terima kasih.
                        ***
2 Bulan sudah terlewatkan, akhirnya hari ini, hari dimana pengumuman SNBP di buka. Sinta dengan percaya diri untuk membuka website SNBP itu.
"Ibu!, do'a in Santi Bu, supaya bisa keterima di Fakultas kedokteran, Universitas Airlangga" Ucap bangga SintaÂ
"Iya Nak. Ibu selalu mendoakan kamu. Apakah pengumumannya sudah bisa kamu buka?."
"Ini Sinta masih login bu"
Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya website sudah bisa dibuka.
"Alhamdulillah Bu. Ibu sini sebentar. Alhamdulillah Bu, Santi ke terima Bu!"
"Alhamdulillah Nak. Alhamdulillah. Ibu bangga sama kamu Santi"
"Terima kasih ya Bu, selalu support Santi dalam keadaan apapun." Ucap Santi.
"Gapapa, Nak. Memang itu sudah tugas Ibu, untuk selalu mendoakan kamu sukses. Oh iya, kamu tahu orang yang membully kamu sekarang diterima di mana?." Tanya Ibu penasaran.
"Santi dengar-dengar mereka tidak diterima SNBP, Bu. Karena nilai mereka tidak mencukupi."
"Ibu pernah bilang ke kamu kan, kalau orang yang merendahkan kamu dulu, nanti di kehidupan yang akan datang, mereka tidak akan bisa menjadi seperti kamu. Mereka akan mendapatkan balasan dari Tuhan yang lebih. Santi,
 ingat terus perkataan Ibu yang satu ini!."
"Iya Bu, Santi akan selalu ingat itu."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H