Keberhasilannya ini membuatnya sangat bersemangat, namun ia juga dihantui oleh rasa tidak percaya diri.Â
Bagaimana jika ia melakukan kesalahan di atas panggung? Bagaimana jika penampilannya tidak memuaskan?Â
Untuk mengatasi rasa takutnya, Yama berlatih lebih keras dan meminta dukungan dari teman-temannya club model sekolahnya. Ia belajar tentang postur tubuh yang baik, dan cara berjalan dengan percaya diri. Setiap kali merasa ragu, ia mengingatkan dirinya sendiri akan semua yang telah ia lalui untuk mencapai titik ini.
Malam sebelum lomba, Yama merasa sangat gugup. Ia mencoba untuk rileks dengan mendengarkan musik favoritnya dan membayangkan dirinya sedang berjalan di atas catwalk dengan penuh percaya diri. Saat tiba gilirannya tampil, detak jantungnya berpacu dengan cepat. Namun, ketika lampu sorot menyinarnya, semua rasa takutnya sirna. Ia berjalan dengan anggun dan percaya diri, memancarkan aura bintang. Penonton bersorak meriah, dan Yama merasa sangat bahagia dan puas.
Kemenangan Yama dalam lomba fashion show tingkat kota membuka jalan baginya ke dunia modeling yang lebih luas. Tawaran dari berbagai agensi modeling berdatangan, menawarkan peluang untuk menjadi model internasional. Namun, di balik gemerlap dunia mode, muncul dilema baru yang semakin menggerogoti hatinya. Ia merasa terjebak dalam sebuah kebohongan. Orang tuanya, yang selalu mendukungnya, memiliki harapan besar agar Yama menjadi dokter hewan. Setiap kali melihat senyum bangga di wajah orang tuanya, rasa bersalah semakin menyiksa hatinya. Yama terombang-ambing antara keinginan untuk mengejar mimpinya dan ketakutan mengecewakan orang yang paling ia sayangi. Malam-malam ia sering terjaga, memikirkan pilihan-pilihan sulit yang harus ia ambil.Â
Apakah ia harus mengorbankan mimpinya demi kebahagiaan orang tuanya? Atau haruskah ia terus mengejar mimpinya, meski harus berhadapan dengan kemungkinan kehilangan dukungan mereka? Dalam kesendiriannya, Yama mulai meragukan bakatnya sebagai model.Â
Apakah ia benar-benar memiliki potensi untuk sukses di dunia yang sangat kompetitif ini? Ketidakpastian ini semakin membuatnya merasa tertekan.Â
Kembali ke asrama, Yama merasa semakin tertekan. Di satu sisi, ia sangat antusias dengan tawaran agensi dan peluang untuk mengejar mimpinya di dunia modeling. Namun, di sisi lain, ia merasa bersalah karena telah menyembunyikan kebenaran dari orang tuanya. Jadwal sekolah yang semakin padat karena mendekati ujian akhir SMA semakin menambah beban pikirannya. Ia harus membagi waktu antara belajar, latihan modeling, dan mencoba mencari cara untuk memberitahu orang tuanya tentang kebenaran ini.
Setelah mengumpulkan keberanian, Yama menulis surat panjang kepada orang tuanya, mencurahkan segala isi hatinya. Ia menjelaskan betapa besarnya rasa bersalah yang ia rasakan atas kebohongannya, namun ia juga menekankan betapa pentingnya mimpi menjadi model baginya. Beberapa hari kemudian, balasan surat orang tuanya datang. Huruf-huruf dalam surat itu seakan membacakan pikiran Yama. Mereka kecewa, tentu saja, namun mereka juga mengungkapkan rasa bangga atas keberanian Yama untuk mengejar mimpinya. Mereka berjanji akan selalu mendukungnya, asalkan Yama tidak melupakan pendidikannya.
Dengan dukungan orang tuanya, Yama merasa lega namun juga tertantang. Ia semakin bertekad untuk membuktikan bahwa pilihannya adalah benar. Ia semakin giat berlatih modeling, mengikuti berbagai casting, dan menjaga prestasi akademiknya. Hasilnya pun tak mengecewakan. Yama berhasil meraih peringkat satu di angkatannya dan mendapatkan beasiswa kuliah di bidang modeling di Tokyo, sebuah impian yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.
Dalam perjalanan panjangnya ini, Yama belajar banyak hal. Ia belajar tentang arti perjuangan, pengorbanan, dan pentingnya kejujuran. Ia juga belajar bahwa mimpi itu boleh besar, asalkan kita mau berusaha sekuat tenaga untuk meraihnya. Pengalamannya ini mengajarkan Yama bahwa tidak ada hal yang tidak mungkin jika kita memiliki tekad yang kuat dan dukungan dari orang-orang yang kita cintai.