Mohon tunggu...
Putri Rizky Melinda
Putri Rizky Melinda Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger l Admin Gudang Intern I Marketing Communication Intern l Staff Admin Intern

Menyajikan secangkir goresan karya hangat untuk menemani harimu.☕✨

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Sahabat Bulu

8 November 2024   08:01 Diperbarui: 8 November 2024   08:13 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Dokumen Pribadi

    Emily, begitulah namaku,  teman-temanku lebih akrab memanggilku dengan panggilan itu. Aku adalah gadis kecil yang unik, perpaduan menarik antara darah Jepang dari ibu dan Amerika dari ayah. Mata sipitku mewarisi keindahan mata ibu, sementara bulu mata lentik dan mata biru adalah hadiah dari ayah. Ayah bilang, gen-gennya lebih dominan dalam tubuhku, tapi entah mengapa, sifatku justru lebih mirip ibu. Masa kecilku dihabiskan di Amerika, sebuah negara yang kucintai. Di sana, aku punya banyak teman yang selalu menemani hari-hariku. Setiap sore, kami bermain bersama hingga matahari terbenam. Namun, kebahagiaan itu harus berakhir ketika ayah mendapat tugas dinas di Jepang. "Aku tidak mau pergi, Ayah!",protesku saat mendengar kabar itu. Aku tak ingin berpisah dengan teman-temanku. Tapi, bujukan lembut ayah membuatku luluh. Akhirnya, aku pun berpamitan pada teman-teman saat kami bermain bersama, Kami bermain sepuasnya, tanpa menyadari bahwa itu adalah pertemuan terakhir kami dalam waktu yang lama. Saat berpisah, aku berjanji pada diri sendiri untuk tidak melupakan mereka.

   Sesampainya di Jepang, aku merasa asing dengan lingkungan baru. Namun, perlahan-lahan aku mulai beradaptasi. Aku belajar bahasa Jepang, berkenalan dengan teman-teman baru di sekolah, dan menikmati keindahan alam Jepang. Meski begitu, rindu pada teman-teman lama di Amerika tak pernah benar-benar hilang dari hatiku. Setiap malam, sebelum tidur, aku sering memikirkan mereka. Aku teringat pada tawa riang Nichole, tingkah jahil Bryan, dan kebaikan hati John. Aku merindukan semua momen indah yang pernah kami lewati bersama. Aku sadar, hidup ini penuh dengan perpisahan dan pertemuan. Meski begitu, kenangan indah tentang teman-teman lama akan selalu tersimpan di dalam hatiku. Dan aku yakin, suatu hari nanti, kita akan bertemu lagi.

  Di Jepang, aku merasa sangat kesepian. Tanpa,  teman-teman masa kecilku membuat hari-hariku terasa hampa. Sekolah baru, lingkungan baru, semuanya terasa asing. Walaupun, aku sudah mulai beradaptasi dengan berkenalan orang baru di Sekolah. Setiap aku di rumah meresa kesepian dengan ibu yang sibuk dengan bisnis kateringnya. Aku seringkali duduk  di jendela kamar, menatap ke luar, sambil mengingat kenangan indah bersama teman-teman di Amerika. Ketika merasa kesepian di Jepang, Aku  menatap gelang persahabatan yang kami buat bersama. Aku membayangkan sedang duduk di ayunan taman bersama teman-teman, tertawa lepas, Setiap manik-manik pada gelang itu seperti potongan puzzle yang membentuk sebuah kenangan. Ada manik-manik berbentuk bintang yang mengingatkan pada malam kami berkemah di belakang rumah John. Ada juga manik-manik berwarna biru laut yang mengingatkan  pada hari kami bermain di Pantai. Ada manik-manik berbentuk hati yang kami ukir bersama, ada pula manik-manik berwarna pelangi yang kami temukan saat bermain di taman. Setiap kali menyentuh gelang itu, Emily merasa seolah-olah teman-temannya sedang berada di sisinya.

  Suatu sore, saat sedang berjalan-jalan di sekitar  taman apartemennya, Emily bertemu dengan seekor kucing kecil berwarna oranye. Kucing itu tampak kurus dan kotor, tapi matanya bersinar dengan kecerdasan. Ia merasa kasihan pada kucing itu dan memutuskan untuk memberinya makan. Lambat laun, kucing itu mulai berani mendekatiku dan bahkan mau dielus. Aku memberi nama kucing itu Maru. Maru menjadi teman setianya. Setiap kali merasa sedih atau kesepian, aku  mengajak Maru bermain. Aku sering menghabiskan waktu bersama Maru di taman, mengejar kupu-kupu, atau hanya sekadar duduk diam sambil menikmati sinar matahari. Maru selalu ada di sisi Emily, memberikan kenyamanan dan kasih sayang yang Emily butuhkan.

  Suatu malam,  untuk menyingkirkan rasa sedih  aku sibuk menata foto-foto lama bersama teman-temanku  di atas meja belajarku setelah aku belajar untuk hari esok. Aku tersenyum sambil mengingat setiap momen yang tertangkap dalam gambar. Ada foto aku bersama sahabatku sedang bermain di taman, bersepeda bersama, atau merayakan ulang tahun.

Apa aku merawat  Maru saja untuk menemani rasa sepi ku

  Suatu hari, Emily memutuskan untuk merawat Maru dengan serius. Ia mencari kebaradaan Maru disekitar taman  Apatemennya, lalu ia meminta izin kepada orang tuanya untuk membawa Maru ke klinik hewan. Sesampai di Klinik Hewan, Dokter hewan mengatakan bahwa Maru dalam kondisi sehat dan hanya perlu perawatan rutin. Emily sangat senang. Ia berjanji akan merawat Maru sebaik mungkin.

  Setiap hari, Emily merawat Maru dengan penuh kasih sayang. Ia memberinya makan, memandikannya, dan membawanya berjalan-jalan. Maru pun tumbuh menjadi kucing yang sehat dan ceria. Bulunya yang awalnya kusam kini mengkilap, dan matanya yang dulu sayu kini bersinar penuh semangat. Kehadiran Maru membuat kehidupan Emily jauh lebih berwarna. Emily merasa tidak lagi kesepian. Ia memiliki teman yang selalu ada untuknya, yang selalu siap mendengarkan keluh kesahnya. Maru juga mengajarkan Emily tentang arti persahabatan yang sejati, yaitu tulus, tanpa syarat, dan selalu ada dalam setiap momen. Meskipun begitu, rindu pada teman-temannya di Amerika tidak pernah benar-benar hilang dari hati Emily. Namun, dengan adanya Maru, ia bisa melewati masa-masa sulit ini. Emily yakin, suatu hari nanti ia akan bertemu kembali dengan teman-temannya. Dan sampai saat itu tiba, ia akan terus bersyukur atas kehadiran Maru dalam hidupnya.

  Emily dan Maru selalu bersama. Mereka bermain, makan, dan tidur bersama. Maru menjadi sahabat terbaik Emily, selalu ada untuknya dalam suka dan duka. Ikatan mereka begitu kuat, seakan tak terpisahkan.

  Suatu sore, saat bermain di taman, Maru tiba-tiba menghilang. Emily memanggil-manggil namanya dengan suara sekuat tenaga, namun Maru tak kunjung muncul. Hati Emily langsung terasa sesak. Ia mencari ke seluruh penjuru taman, bahkan sampai ke sudut-sudut yang paling gelap. Namun, semua usahanya sia-sia. Maru tetap tidak ditemukan. Emily pulang ke rumah dengan perasaan sedih dan putus asa. Ia menyalahkan dirinya sendiri karena telah lalai menjaga Maru. Malam itu, Emily menangis tersedu-sedu sambil memeluk erat bantal kesayangannya. Ia sangat merindukan Maru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun